Hutan sebagai Trend Ekowisata Kekinian

Kehutanan Indonesia adalah sektor sumber daya alam yang memiliki kompleksitas dan kelimpahan biodiversitas. Biodiversitas hutan saat ini tidak hanya dinilai dari segi keberadaannya, tetapi juga dinilai sebagai segi estetikanya.

Estetika yang terdapat pada ekosistem hutan Indonesia dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat, tingkat pengetahuan masyarakat secara umum, dan penggunaan suatu sumber daya sesuai taraf IPTEKS tertentu.

Persepsi masyarakat mengenai hutan dan estetika ekosistem hutan kemudian dapat menjadi trend ekowisata yang saat ini digandrungi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat.

Ekowisata

1. Pengertian Ekowisata

Sebelum mengenal ekosistem hutan dan contoh komoditas hutan, penting rasanya untuk memahami perbedaan ekowisata dan pariwisata.

Ekowisata adalah bentuk kunjungan ke objek-objek alam yang bertujuan untuk berpartisipasi dalam konservasi alam dan berada dalam nuansa kearifan lokal tertentu, sedangkan pariwisata adalah bentuk kunjungan secara langsung ke alam/destinasi wisata tertentu yang tidak mewajibkan berpartisipasi dalam konservasi alam (Syahid 2016).

Dengan pengertian secara umum tersebut, ekowisata adalah wujud kontribusi penting untuk meningkatkan nilai dari suatu sumber daya alam, termasuk hutan.

Kalau sudah paham, mari kita lanjut ke bahasan berikutnya!

2. Ekosistem dan Komoditas Hutan

Hutan sebagai ekosistem terdiri atas 3 tipe ekosistem hutan yang terdapat di dataran rendah seperti pantai hingga pegunungan. Tipe ekosistem hutan yang beragam itu tentu memiliki keunikan yang berbeda ketika kita berada pada suatu hutan. Berikut adalah 3 tipe hutan yang cenderung banyak dikunjungi sebagai destinasi ekowisata:

2.1 Hutan Mangrove

Hutan Mangrove

Pernah Anda mendengar Nipah? Yups, kalau pernah komoditas itu adalah milik komoditas Hutan Mangrove. Hutan Mangrove adalah tipe ekosistem hutan yang terletak di kawasan pesisir pantai dan tergenang di air payau. Hutan Mangrove umumnya terdiri atas pohon-pohon berakar tunggang, pasak, dan napas tetapi tidak terlihat kalau sedang ada pasang air laut.

Buah Nipah adalah komoditas hutan mangrove yang digandrungi masyarakat sebagai bahan baku sirup dan kadar gulanya hanya  kurang dari 20% sehingga buahnya seringkali dicari sebagai pengganti gula aren. Selain buah, daun Nipah juga umum dimanfaatkan sebagai atap rumah yang ramah lingkungan, lho! Karena, daunnya bisa bertahan 3 – 6 tahun (LIPI 2017). Penasaran? Coba, datang deh ke Mangrove untuk melihat Nipah dan hasil olahannya!

[read more]

2.2 Hutan Pantai

Hutan Pantai

Berbicara tentang pantai, tahukah Anda bahwa ada istilah hutan pantai? Yups, hutan pantai adalah tipe hutan yang terletak di kawasan pantai/pesisir laut. Contoh jenis pohon yang dapat dijumpai di tipe ekosistem ini adalah Pandan Tikar (Pandanus tectorius).

FYI, Pandan Tikar sebagai komoditas endemik pesisir pantai Papua dapat memiliki akar gantung hingga  lebih dari 1 meter! Selain itu, Pandan Tikar memiliki duri yang menempel di seluruh bagian daun dan akarnya (Bahri 2015). Sekilas kelihatan seram, tapi Pandan Tikar umumnya dijadikan tanaman obat dan recommended banget untuk objek destinasi wisata!

2.3 Hutan Pegunungan

Taman Nasional Gunung Rinjani

Anda seorang pendaki gunung? Atau, pernahkah Anda menyaksikan acara travelling pendakian? Jika pernah, hutan pegunungan pasti tidak asing lagi bagi Anda!

Hutan pegunungan adalah tipe hutan yang terletak di kawasan pegunungan. Contoh flora yang dapat dijumpai di tipe ekosistem ini adalah Nephentes spp. dan Edelweiss spp. Spesies Nephentes spp. (Kantung Semar) adalah jenis flora pegunungan yang hidup pada areal dengan kelembaban tinggi dan tanah yang kurang subur. Keberadaan epifit ini termasuk langka, dan bagi pendaki gunung, menemukan flora ini adalah hal yang menarik.

Edelweiss adalah jenis flora pegunungan yang berbulu tebal dengan daya adaptasi lingkungan yang dingin (Materi Pertanian 2017), sehingga bunga Edelweiss yang tumbuh setiap bulan Oktober ini seringkali menjadi destinasi wisata pendakian gunung, guys!

3. Aplikasi Ekowisata

Setelah memahami definisi ekowisata hutan, ekosistem hutan, dan komoditas hutan, aplikasi ekowisata yang telah diterapkan di Indonesia kemudian penting untuk diketahui. Ekowisata di Indonesia saat ini masih diatur dalam peraturan yang saling tumpang-tindih dan melibatkan ego-sektoral tertentu (Priherdityo 2015).

Aplikasi ekowisata hingga kini masih didominasi di wilayah-wilayah yang memiliki biodiversitas tinggi seperti taman nasional. Meski demikian, panduan ekowisata oleh UNESCO mengenai ekowisata sebagai jenis wisata yang bertanggung jawab pada tempat alami serta memberi kontribusi bagi kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat, belum dapat dilaksanakan secara optimal di Indonesia. Berikut adalah kendala yang terdapat dalam aplikasi ekowisata :

3.1 Pengusahaan Ekowisata di Kawasan Konservasi

Peraturan yang mengatur, merencanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan ekowisata masih minim. Hingga saat ini, peraturan tentang ekowisata yang masih berlaku dan selalu menjadi rujukan adalah UU Nomor 36 tahun 2010 dengan konten kewajiban, hak, dan ketentuan pengembangan usaha di kawasan konservasi, khususnya taman nasional.

3.2 Perilaku Masyarakat

Sebagian masyarakat masih belum menyadari kontribusi yang tepat untuk mengembangkan ekowisata. Umumnya, masyarakat yang hidup di sekitar kawasan konservasi, seperti taman nasional, belum memahami betul mekanisme pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan ekowisata. Meski demikian, objek daya tarik wisata (ODTW) pada beberapa kawasan konservasi, seperti Gunung Gede-Pangrango dan Pantai Raja Ampat adalah contoh keberhasilan ekowisata bersama masyarakat lokal.

3.3 Kelembagaan

Kelembagaan yang mengatur tentang ekowisata masih dalam perumusan kementrian KLHK. Minimnya tindakan yang cepat tanggap untuk mengaplikasikan ekowisata terkadang menyebabkan suatu kawasan konservasi terdegradasi lebih besar.

Saat ini, kementrian LHK memiliki agenda pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Bukit Seribu Bintang di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat; Taman Nasional Baluran; Taman Nasional Gunung Rinjani; dan Taman Nasional Komodo (Kompas 2017). Skema pengembangannya adalah pemberian dana sebesar Rp 12 Miliar di setiap desa yang berbatasan taman nasional dan mengembangkan ODTW masing-masing. Mari kita doakan saja, semoga program tersebut dapat berjalan lancar.

Baiklah, sekian pemaparan terkait hutan sebagai trend ekowisata. See you, sobat Forester Act!

 

Referensi:

Syahid A R. 2016. Perbedaan ekowisata dan pariwisata berkelanjutan [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : studiapariwisata.com/analisis-perbedaan-ekowisata-dan-pariwisata-berkelanjutan/

[LIPI] Lembaga Penelitian Ilmiah Indonesia. 2017. Pandan tikar (Pandanus tectorius) [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : krbogor.lipi.go.id/Pandan-tikar-Pandanus-tectorius/

Bahri S. 2015. Nipah dan manfaatnya serta olahan yang dapat dibuat dari buah nipah [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : pandahakan.com/2015/12/pohon-nipah-dan-manfaat-buah-nipah.html/

Materi Pertanian. Klasifikasi dan ciri-ciri morfologi Edelweis [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : materipertanian.com/klasifikasi-dan-ciri-ciri-morfologi-edelweis/

Priherdityo E. 2015. Ekowisata Indonesia, besar potensi minim optimalisasi [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : cnnindonesia.com/gaya-hidup/2015121120202-269-97684/ekowisata-indonesia-besar-potensi-minim-optimalisasi/

Kompas. 2017. KLHK dorong pengembangan ekowisata berbasis masyarakat [Internet]. [Diunduh 2017 Des 19]. Tersedia pada : www.kompas.com/klhk-dorong-pengembangan-ekowisata-berbasis-masyarakat/

[/read]