Tinggal di wilayah perkotaan selalu identik dengan polusi, kemacetan, stress, panas, dan beragam suasana negatif lainnya. Kota memang selalu identik dengan berbagai gedung sebagai pusat perkonomian, bisnis, pendidikan dan lain-lain. Berbagai macam tekanan hidup, membuat banyak masyarakat perkotaan mencari alternatif wisata alam di luar kota sehingga kasus jalan tol arah puncak maupun Bandung yang selalu macet parah menjadi pemandangan biasa di akhir pekan.
Pemerintah melalui PP No. 63 tahun 2002 sebenarnya telah memberikan akses yang sangat luas bagi pemerintah daerah untuk melakukan sebuah terobosan perbaikan lingkungan perkotaan melalui Hutan Kota. Selain itu, kerjasama multi pihak antara Pemerintah daerah dengan Perguruan tinggi juga telah terbuka lebar. Hal ini seharusnya mampu membuat kondisi lingkungan perkotaan semakin baik.
Bagaimana peran hutan kota?
PP No. 63 tahun 2002 telah mengatur dengan cukup jelas bagaimana sebuah hutan kota direncanakan pembangunannya dengan sebaik-baiknya. Penunjukan lokasi dan luas hutan kota didasarkan pada pertimbangan luas wilayah, jumlah penduduk, tingkat pencemaran, dan kondisi fisik hutan kota. Selain itu, persentase luas hutan kota paling sedikit 10% dari wilayah perkotaan.
Dalam pembangunan hutan kota, aspek perencanaan dan pelaksaaan perlu dikaji secara mendalam dan tertuang dalam RTRW pemerintah setempat. Hal ini untuk menjamin legalitas lokasi yang akan menjadi area hutan kota. Kajian perencanaan pembangunannya pun harus berdasarkan aspek teknis, ekologis, ekonomis, dan sosial budaya setempat.
[read more]
Tipe dan bentuk hutan kota dapat ditentukan berdasarkan kajian yang telah dibuat. Ada berbagai macam tipe hutan kota, yaitu tipe kawasan permukiman, kawasan industri, rekreasi, pelestarian plasma nutfah, serta perlindungan dan pengamanan. Bentuk hutan kota juga dapat berupa jalur, mengelompok, atau menyebar. Penentuan tipe dan bentuk hutan kota di atas tentunya bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi dan tujuan pembangunan hutan sehingga dapat berdampak maksimal.
Pengelolaan hutan kota juga sangat penting dilakukan untuk menjamin fungsi dan tujuan. Aspek pengelolaan meliputi penyusunan rencana pengelolaan, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan, pemanfaatan, dan pemantauan serta evaluasi. Pemerintah daerah juga dapat menjalin kerja sama dengan masyarakat maupun komunitas untuk melaksanakan pengelolaan ini. Dalam hal penyusunan rencana pengelolaan, pemerintah perlu menetapkan tujuan pengelolaan, program jangka pendek dan panjang, kegiatan dan kelembagaan serta sistem monitoring dan evaluasi.
Hutan Kota juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan pariwisata alam, rekreasi atau olahraga; penelitian dan pengembangan; pendidikan; pelestarian plasma nutfah dan/ atau budidaya hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan tersebut dilakukan sepanjang tidak menganggu fungsi hutan kota yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kondisi saat ini
Beberapa kota besar seperti Surabaya, Medan, dan DKI Jakarta mulai menyadari pentingnya membangun dan merencanakan hutan kota dengan baik. Berbagai macam penelitian telah diterbitkan tekait aspek-aspek teknis dalam pengeloaan hutan kota di tiga kota tersebut. Namun mewujudkan kuantitas hutan kota di kota-kota besar akan menjadi sangat sulit mengingat terbatasnya kesediaan lahan yang ada. Jikapun ada, biaya pengadaannya akan sangat besar karena harga lahan semakin mahal. Tentunya ini akan sangat membebani APBD yang biasanya sangat terbatas.
Program pembangunan hutan kota biasanya kurang mendapat prioritas dalam APBD. Masalah-masalah klasik perkotaan seperti ekonomi dan pembangunan infrastruktur lebih diutamakan sehingga alokasi dana APBD juga semakin besar. Hal ini tentunya memperlambat upaya perbaikan kualitas lingkungan kota. Kenaikan jumlah penduduk, kendaraan bermotor, pabrik yang mengakibatkan pencemaran udara dan lingkungan tidak sebanding dengan meningkatnya hutan kota.
Hutan kota menurut saya merupakan model ideal dalam mewujudkan lingkungan perkotaan yang lebih baik. Keunggulan hutan kota dibanding model Ruang Terbuka Hijau (RTH) lain seperti taman kota adalah dominasi pepohonan yang dapat mengoptimalkan kelestarian lingkungan, satwa liar dan penurunan polusi udara. Selain itu, di bawah tegakan pepohonan pengelola juga dapat menghias dan menata lanskap dengan tanaman-tanaman hias seperti layaknya taman kota. Fungsi rekreasi di hutan kota membuat pengelola harus memperhatikan estetika lanskap hutan kota sehingga menjadi indah dilihat.
Hutan kota berbeda dengan model hutan lainnya, seperti hutan konservasi mapun hutan lindung. PP No. 63 tahun 2002 membuka ruang yang sangat besar bagi pemerintah daerah untuk merencanakan, mendesain dan membangun hutan kota sesuai kebutuhan. Berbagai jenis tanaman dapat dipilih, ditata penanamannya sehingga membuat hutan kota menjadi sebuah model hutan yang multifungsional.
Lingkungan kota kedepan masih akan menjadi primadona bagi masyarakat desa untuk mengadu nasib, mencari pekerjaan dan tempat tinggal. Kota-kota kecil yang ada sekarang, beberapa tahun lagi akan menjadi kota besar. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu secepatnya merencanakan dan membangun model pengelolaan kota yang ramah lingkungan. Sebelum semuanya terlambat dan sulit seperti di kota-kota besar saat ini. Hutan kota, adalah salah satu jawabannya.
Referensi:
PP (Peraturan Pemerintah) No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota
[/read]