Keberadaan hutan merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hutan memiliki peranan sebagai faktor penunjang kehidupan yang cukup penting bagi makhluk hidup. Tanpa kita sadari, secara langsung maupun tak langsung kita telah memperoleh manfaat dari keberadaanya. Hutan dibedakan berdasarkan iklim, ketinggian tempat, fungsi, dan masih banyak lagi. Letak negara kita di 60 LU – 110 LS dan 950 BT – 1410 BT, menjadikannya memiliki 2 musim.
Di Indonesia sendiri, kawasan hutan didominasi oleh hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki kelembapan yang tinggi dengan curah hujan 1200 mm per tahun. Hutan ini disebut evergreen karena keadaanya yang menghijau sepanjang tahun, tanpa adanya masa dorman (istirahat) yang panjang, seperti pohon pada hutan beriklim subtropis.
1. Pengertian Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis adalah hutan yang terletak di daerah tropis dengan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Intensitas hujan berkisar antara 1800-2000 mm per tahun. Tingkat kelembaban hutan ini sangat tinggi dengan rata-rata RH mencapai 80% atau lebih.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi hutan hujan tropis adalah hutan dengan keadaan iklim selalu basah, tanah kering di daratan, dan selalu hijau.
Pengertian hutan hujan tropis lainnya menurut Arief (1994) merupakan klimaks utama dari hutan yang berada di dataran rendah yang memiliki tiga strata tajuk.
Menurut Whitmore, istilah Hutan Hujan Tropis mulai dipakai pada tahun 1898 dalam buku Plant Geography yang diperkenalkan oleh A. F. W. Schimper, dan istilah ini tetap dipakai sampai sekarang.
Hutan hujan tropis disebut juga sebagai hutan daun lebar yang selalu hijau atau dengan tingkat kerapatan pohon yang tinggi. Struktur hutan ini tersusun atas tajuk yang berlapis-lapis yang terbagi menjadi beberapa strata, yaitu strata A, B, C, D, dan E.
Strata A berisi pepohonan dengan tajuk tidak berurutan dengan sedikit susunan cabang. Lapis tajuk kedua adalah kanopi utama yang terdiri dari jenis pohon ramping yang mempunyai ketinggian berkisar 30-40 m dengan menaungi lapisan tajuk di bawahnya yang terdiri atas jenis pohon toleran.
Pada lantai hutan terdapat banyak jenis tumbuhan bawah di antaranya paku-pakuan, rotan, bambu, serta jenis palem kecil.
Hutan hujan tropis juga dikenal sebagai paru-paru dunia. Sebab, hutan yang terdapat di seluruh dunia ini mampu menghasilkan oksigen dalam jumlah banyak, yaitu berkisar 40% dari kebutuhan bumi.
2. Ciri-Ciri dan Karakteristik
Berbeda dengan hutan lainya, hutan hujan tropis memiliki ciri dan karakteristik sendiri. Jenis hutan ini terlihat hijau sepanjang tahun karena pengaruh kondisi iklim dan letak wilayahnya. Wilayah tropis selalu terkena sinar matahari sepanjang tahun. Iklim yang mendukung dengan suhu yang selalu hangat dan ditambah curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan semua tumbuhan yang hidup di sini dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ciri-ciri yang dimiliki oleh hutan hujan tropis adalah mempunyai pohon tinggi dan berdaun lebat, memiliki vegetasi tanaman berlapis, dan memiliki daya regenerasi yang tinggi.
[read more]
3. Sebaran Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis tersebar di wilayah-wilayah dengan iklim tropis. Sebaran hutan jenis ini di sekitar garis khatulistiwa yang membentang mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, hingga sebagian kecil di Australia.
Hutan hujan tropis terletak di daerah seperti Asia Tenggara, Sungai Kongo di Afrika Tengah, dan Amazon di Amerika Selatan. Selain itu, terdapat juga di pulau Madagaskar dan Pulau Nugini-Australia.
3.1 Hutan Hujan Tropis di Amerika Selatan
Hutan hujan tropis terbesar di dunia terletak di Amerika Selatan. Hampir setengah dari luas hutan hujan dunia terletak di daerah ini. Blok hutan ini biasa disebut juga neotropics, secara harfiah memiliki arti hutan tropis baru.
Hutan ini tersebar di sepanjang sungai Onoroco dan sungai Amazon. Basin atau Daerah Aliran Sungai (DAS) sungai Onoroco terletak di Venezuela dan bagian timur Kolombia, sedangkan basin sungai Amazon terletak di bagian utara dan tengah Brasil.
Selain itu, terpisah dari blok di atas, terdapat juga hutan hujan yang berada di bagian selatan Mexico yang memanjang sampai ke Guatemala, Panama, Costa Rica, hingga Ekuador dan juga kepulauan Karibia.
3.2 Hutan Hujan Tropis di Afrika
Blok hutan hujan tropis terbesar kedua terletak di Afrika yaitu di sekitar sungai Kongo. Setengah kawasannya termasuk ke dalam wilayah negara Republik Demokratik Kongo (dulunya bernama Zaire) dan sisanya tersebar di Republik Kongo, Gabon, dan Kamerun.
Agak sedikit terpisah dari bagian blok utama, ada beberapa bagian hutan tropis di bagian barat Afrika yang wilayahnya meliputi Pantai Gading, Ghana, Liberia hingga sampai ke bagian timur Sierra Leone. Blok utama di Afrika Tengah dengan blok di Afrika Barat terpisah sejauh 300 km.
3.3 Asia
Blok hutan hujan tropis terbesar ketiga terletak di Semenanjung Malaya dan Indonesia. Di Indonesia hutan hujan tersebar hampir di setiap pulau besar, seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selain itu, juga ditemukan di beberapa wilayah di Filipina. Di Semenanjung Malaya, hutan hujan tropis meliputi wilayah Malaysia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar.
Sebagian kecil lagi di temukan di Tiongkok bagian selatan dan Taiwan. Kemudian, terdapat juga di wilayah Asia Selatan, seperti Sri langka, India dan Pakistan.
3.4 Madagaskar
Blok yang ke empat terdapat di pulau Madagaskar. Sebenarnya iklim di Madagaskar cenderung kering, sehingga hutan hujan tropis hanya dapat ditemukan di sebagian kecil wilayah pulau tersebut.
Hutan hujan di Madagaskar dapat dijumpai pada sisi timur yang membentang dari utara ke selatan sepanjang 120 km. Hutan Madagaskar dikenal memiliki keunikan tersendiri, yaitu seperti pulau yang terisolasi dari dunia lain, memiliki flora dan faunanya yang khas yang tidak ditemukan di tempat-tempat lainnya.
3.5 Papua Nugini dan Australia
Blok hutan hujan tropis yang berada di pulau Papua dapat dikatakan memiliki karakteristik flora dan fauna yang berbeda dengan blok Asia Tenggara. Pulau Papua terbagi menjadi dua wilayah. Bagian barat pulau Papua termasuk ke dalam bagian negara Indonesia dan bagian timur menjadi bagian negara Papua Nugini.
Selain itu, dalam konsentrasi yang lebih kecil juga terdapat hutan hujan tropis yang ada di bagian utara Australia meliputi Cooktown dan Townsville yang memiliki karakteristik hampir sama dengan hutan di Papua.
4. Manfaat
Hutan hujan tropis memberikan banyak manfaat baik dari segi ekonomi, sosial, maupun ekologi. Hasil hutan dibedakan menjadi dua yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Produksi dari hasil hutan tersebut sangat berperan penting untuk menunjang kehidupan terlebih dalam sektor ekonomi.
Permintaan pasar akan kayu saat ini kian meningkat. Kayu biasanya digunakan untuk produksi mebel, komposit, ataupun dapat dijual dalam bentuk log. Sifat, motif maupun corak memberikan daya tarik tersendiri terhadap pemilihan kayu sehingga penggunaan kayu sulit untuk disubstitusi dengan bahan sintetis lainya.
Hasil hutan non kayu meliputi produk dari hutan selain kayu. Produk tersebut dapat berupa bahan padat maupun cair. Contoh dari produk hasil hutan non kayu meliputi hewan buruan, minyak atsiri, resin, getah, tumbuhan obat, tumbuhan paku, madu, dan tumbuhan serta hewan yang bermanfaat lainnya.
Selain manfaat ekonomi, terdapat pula manfaat sosial dari keberadaan hutan hujan tropis. Manfaat sosial hutan sangat dirasakan terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Terlebih lagi dengan adanya perhutanan sosial yang sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat.
Hutan sosial tidak hanya mementingkan manfaat pada satu sisi, melainkan dengan adanya hutan sosial ini, interaksi antara masyarakat dengan hutan ditumbuhkan melalui rasa peduli. Masyarakat tidak hanya mendapat manfaat dari hutan, namun juga harus memperhatikan keseimbangan ekologinya.
Manfaat dari segi ekologi melputi manfaat klimatis, edafis, maupun hidrologis. Manfaat klimatis diperoleh dari sisi jasa lingkungan yang diberikan oleh hutan. Sebagai penghasil oksigen, hutan sangat berperan dalam keseimbangan iklim di atmosfer. Hutan dinilai mampu mengurangi laju emisi karbon di atmosfer sehingga dampak dari pemanasan global dapat diminimalisir dengan keberadaan hutan.
Kesuburan tanah dan ketersediaan zat hara merupakan manfaat dari segi edafis. Di dalam hutan terjadi siklus materi yang terus berlanjut. Pohon hidup yang memanfaatkan zat hara dari tanah dapat ditopang penguraian serasah dan mineral oleh dekomposer. Siklus tersebut terus berlangsung sehingga zat hara tanah dapat terus tercukupi.
Teralirinya sumur-sumur maupun sumber mata air merupakan manfaat hidrologis dari hutan. Akar tumbuhan hutan yang menyebar dapat menyerap dan menyimpan air di dalam tanah. Selain manfaatnya bagi manusia, satwa juga memperoleh manfaat dari keberadaan hutan. Sumber pakan, habibat satwa, dan tempat berkembang biak, satwa ada di dalam hutan. Proses adaptasi yang mendukung semua komponen tersebut memungkinkan satwa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam hutan.
5. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau biodiversitas hutan hujan tropis terkenal beraneka ragam. Sebaran keanekaragam tersebut memiliki karakteristik unik pada setiap wilayah. Persebaran keanekaragaman hutan hujan tropis Indonesia didasarkan mengikuti garis wallace, yang terbagi menjadi tiga wilayah yaitu wilayah barat, tengah, dan timur. Keanekaragaman hayati ini pun meliputi keanekaragaman flora dan keanekaragaman fauna.
Keanekaragaman flora yang ditemukan dalam hutan ini sangat melimpah begitupun keanekagaram fauna yang dapat dijumpai di dalam hutan. Flora dan fauna ini sangat menggantungkan kehidupannya di hutan ini untuk kelangsungan hidupnya.
5.1 Wilayah Barat
Wilayah hutan hujan tropis bagian barat meliputi daerah Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Fauna yang terdapat pada daerah ini disebut sebagai fauna tipe asiatis, seperti harimau, beruang, gajah, dan banteng.
Ciri yang khas dari fauna tipe ini, terlihat dari pengelompokannya yang didominasi oleh jenis mamalia, hewan besar, dan berkaki empat. Spesies endemik juga mendominasi flora dan fauna di wilayah barat ini.
Spesies endemik merupakan tumbuhan maupun hewan yang menempati sebuah biota dan keberadaannya menjadi unik pada suatu wilayah tertentu. Spesies dikatakan langka apabila keberadaannya di alam dalam kategori terancam, terganggunya habitat, dan kelangkaan sumber makanannya di alam.
Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau biasa disebut sebagai CITES merupakan konvensi internasional yang bergerak dalam konservasi flora dan fauna yang dapat diperdagangkan.
CITES terbentuk akan kesadaran untuk melindungi flora dan fauna yang terancam punah. Perdagangannya sangat diatur dalam hal ini. Tidak semua binatang dilindungi dapat diperjualbelikan secara legal. Harus ada ketentuan khusus yang memenuhi dan didukung oleh izin yang menyatakan bahwa spesies tersebut telah lulus dari konservasi. CITES memasukkan daftar spesies satwa dan tumbuhan yang dilindungi ke dalam tiga apendiks.
Semakin tinggi tingkatan apendiks, akan semakin tidak terlalu ketat dalam konservasinya, dalam artian flora maupun fauna tersebut dalam kondisi aman dari segi jumlah maupun keberlangsungan hidupnya namun tetap harus diperhatikan pemanfaatanya. Status apendiks dapat berubah seiring dengan perkembangan kondisinya. Apakah akan membaik atau malah makin memburuk.
Apendiks I yang notabene merupakan spesies yang sama sekali dilarang perdagangannya dapat saja berubah peringkatnya ke apendiks II dengan penangkaran.
Begitu pula dengan apendiks III yang dapat saja berubah menjadi apendiks I atau apendiks II, bila keberadaanya di alam liar semakin terganggu.
Penentuan apendiks ini tidak lepas dari otoriter birokrasi perizinan yang telah disepakati oleh masing-masing negara.
Ada beberapa spesies endemik wilayah barat ini yang masuk dalam kategori apendiks. Salah satu contohnya adalah orang utan (Pongo pygmaeus) asal kalimantan masuk dalam apendiks I. Orang utan tidak boleh diperdagangkan secara internasional. Kelangkaan ini disebabkan karena rusaknya habitat orang utan akibat adanya pembalakan liar secara besar-besaran dan konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian. Dalam kurun waktu satu dekade setidaknya ada 1,2 juta ha kawasan hutan dialih fungsikan untuk kepentingan lain.
Jenis flora yang berada di kawasan barat ini mempunyai ciri kayunya berharga, hijau sepanjang tahun, dan heterogen atau menyebar.
Contoh flora di kawasan ini seperti famili dipterocarpaceae, keruing, beringin, dan paskis. Spesies endemik yang paling terkenal di wilayah ini adalah bunga raksasa Raflesia arnoldi asal bengkulu. Bunga ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 telah ditetapkan sebagai bunga nasional.
Status konservasi bunga ini menurut IUCN masuk dalam spesies yang terancam punah. Raflesia dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 120-365 mdpl begitu pula iklim yang mendukung sangat sesuai dengan hutan tropis di kawasan Sumatera dan Kalimantan.
5.2 Wilayah Tengah
Wilayah tengah disebut juga sebagai wilayah peralihan yang meliputi Sulawesi, Nusa Tengara, dan Maluku. Hutan hujan tropis pada kawasan ini memiliki bentuk biodiversitas dengan perpaduan antara wilayah barat dan timur.
Flora dan fauna di wilayah tengah ini memiliki ciri unik atau biasa disebut sebagai spesies endemik. Salah satu contoh fauna endemik di Sulawesi adalah anoa (Bubalus quarlesi). Hewan ini menurut IUCN masuk dalam kategori red list hewan yang terancam punah. Populasinya hanya mencapai 2500 di alam. Menurut CITES Anoa masuk ke dalam daftar apendiks I yang status konservasinya masih dalam pengawasan penuh.
Jenis hutan yang ada di wilayah tengah merupakan hutan musim, memiliki curah hujan relatif rendah, dan didominasi oleh tumbuhan palma, cemara dan pinus. Tak banyak dilirik, pohon torem (Manilkara kanosiensis) termasuk flora endemik kawasan ini khususnya daerah Maluku. Tumbuhan ini menurut IUCN termasuk dalam kategori Red list Endangered A1. Namun dari data IUCN belum ada penjelasan lebih lanjut mengenai jumlah populasinya di alam secara pasti.
Pada tahun 2017 yang lalu, di Saumaluki para anggota TNI AD berhasil mengembangbiakan bibit torem. Hal tersebut menunjukkan bentuk kontribusi masyarakat dalam pelestarian flora. Kayu pohon torem sangat berkualitas tingi. Keunggulan kayunya tidak mudah terserang rayap, kuat, dan mempunyai corak dekoratif yang unik.
5.3 Wilayah Timur
Wilayah persebaran hujan tropis yang terakhir adalah wilayah timur. Wilayah ini meliputi kawasan Maluku hingga Papua. Tipe biodiversitas wilayah ini sering disebut sebagai tipe australis karena letaknya berbatasan dengan Australia. Karakteristik dari satwa wilayah timur adalah berukuran kecil, ditemukan hewan berkantung dan memiliki sayap yang indah. Satwa yang termasuk dalam wilayah ini banyak dari jenis burung.
Salah satu burung yang menjadi primadona di tanah Papua adalah burung cenderawasih. Burung ini memiliki keunikan tersendiri yang ada pada bulunya yang indah. Tak salah jika burung ini dijadikan maskot Papua.
Konon bulu indahnya dijadikan bahan hiasan yang sering digunakan dalam bidang fashion. Permintaan pasar yang naik, membuat burung ini banyak diburu orang, hingga spesiesnya sampai saat ini terus menurun.
Flora yang ada di wilayah ini antara lain sagu, cokelat, jambu mete, cengkeh, kayu manis, dan wijen. Umumnya, masyarakat timur memanfaatkan tanaman tersebut untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka sehari-hari.
6. Keadaan Hutan Hujan Tropis Saat Ini
Keberadaan hutan hujan tropis hingga saat ini semakin terancam. Pembalakan liar, perubahan tata fungsi hutan, dan pemanfaatan yang tak bertanggung jawab membuat kerusakan hutan hujan tropis saat ini kian meningkat. Bahkan lebih miris lagi ketika kita melihat penampakan bentang luas hutan yang telah gundul karena deforestasi. Keadaan tersebut membuat Indonesia menjadi sorotan dunia internasional karena dianggap negara penyumbang kerusakan hutan di tiap tahunnya.
Menurut data World Resources Institut, disebutkan bahwa laju deforestasi meningkat dalam 10 tahun terakhir. Laju deforestasi hutan primer di Indonesia mencapai 3400 km2 pada tahun 2018. Angka tersebut naik dibandingkan tahun sebelumnya.
Keadaan hutan hujan tropis yang semakin terancam tak hanya di Indonesia saja. Namun juga negara-negara lain, seperti halnya negara yang ada kawasan Asia Tenggara. Salah satu contohnya adalah Malaysia yang menuyumbang tingkat kerusakan hutan yang tinggi di tahun 2018.
Hampir sepertiga kerusakan hutan hujan tropis terjadi menyebar di berbagai negara. Seperempat dari tutpan hutan tropis yang rusak pada tahun 2018 terjadi di Brazil dengan tingkat kehancuran 13.500 km2.
Kemudian ada Republik Demokratik Kongo yang menyumbang kerusakan sebesar 4.800 km2.
Disusul oleh Kolombia sebesar 1.800 km2 dan Bolivia sebesar 1.500 km2.
Akibat dari itu semua, keseimbangan alam menjadi terganggu, satwa kehilangan habitatnya, serta menurunya fungsi hutan.
Berdsarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sebaran hutan tropis dengan biodiversitas tinggi. Tingkat adapatasi, kemampuan hidup, ketersediaan sumber pakan, dan ekosistem hutan hujan tropis mendukung berbagai flora dan fauna yang ada.
Fauna turut andil dalam kesinambungan siklus ekosistem yang kompleks dalam hutan hujan tropis. Tanpa adanya fauna tersebut hutan seakan tidak hidup bukan? Begitu halnya flora yang seakan tumbuh dengan cantiknya semerbak menghiasi atmosfer hutan. Membawa banyak manfaat bagi sekitarnya.
Sebagai negara yang mempunyai hutan terluas ketiga di dunia, kita seharusnya bangga dan turut serta ambil bagian untuk melestarikan alam. Namun dengan luasnya hutan kita, masalah yang timbul justru semakin besar. Antara ego untuk kepuasan manusia dan ekonomi yang harus dicukupi, rela merusak biodiversitas tersebut tanpa adanya rasa peduli.
Kita sebagai makhluk yang memiliki akal seharusnya sadarakan hal tersebut. Hutan dan alam haruslah dijaga karena mereka adalah jiwa di setiap makhluk hidup yang akan membawa kehidupan di dalamnya.
Semuanya akan menjadi lebih indah bila mereka semua tetap ada bukan? Memanfaatkan sumber daya hutan secara lebih berhati-hati dan bertanggung jawab atas segala kerusakan yang diakibatkannya merupakan suatu pilihan yang tepat dalam pengusahaan hutan lestari. Hutan yang ada saat ini bukan hanya milik kita, namun juga milik generasi mendatang.
Referensi:
Arief A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Jakarta (ID) : Yayasan Obor Indonesia
[/read]