“Bukan lautan, hanya kolam susu. Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat dan Kayu Jadi tanaman..”. Sepenggal syair lagu Koes Plus ini sepertinya tepat sekali dengan alam SEMESTA negeri Indonesia yang kita sayangi, kita banggakan, dan kita syukuri.
Bagaimana tidak?
Di tanah Indonesia dalam situasi media tumbuh dan iklim ekstrim apapun, tanaman dapat tumbuh dan survive.
Luar biasa Allah menyayangi umat manusia Indonesia.
Sementara di negeri seberang, harus kreatif mengadakan tanah untuk bisa menumbuhkan tanaman.
Mereka harus berusaha sekuat tenaga mengkondisikan iklim agar tanaman bisa hidup.
Iklim Indonesia dan tanah yang subur menjadikan kita manja, nyaman, santai, dan menunggu kebaikan alam semesta. Seolah-olah kita hanya perlu duduk, diam, dan tidur kemudian makanan akan datang dengan sendirinya. Alhasil kita menjadi malas, enggan berusaha, dan lebih memilih jalan pintas untuk mencapai apa yang kita inginkan. Lebih parahnya lagi, kita bahkan melakukan hal ekstrim dengan rakusnya mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperdulikan masa depan generasi anak dan cucu.
[read more]
Penebangan liar, pembakaran hutan, pembukaan tambang batu, membuang sampah seenaknya, meludah sembarang tempat, mengonsumsi makanan-minuman instan, menembak burung, dan menggunakan listrik berlebihan kita lakukan dengan seenaknya demi kepuasan diri kita sendiri. Kita terjebak dalam zona nyaman.
Pola hidup dseperti ini menjebak generasi kini hanya untuk hidup saat ini tanpa peduli akan generasi anak cucu 20 tahun ke depan. Suatu saat tidak mustahil akan dibangun sebuah museum tanaman langka dan kawasan langka karena telah musnah oleh ketamakan manusia saat ini.
Jika kita terus melakukan pola hidup yang buruk ini, maka tidak menutup kemungkianan bahwa akan banyak terjadi bencana alam. Misalnya, banjir, banjir bandang, longsor, kekeringan, kebakaran hutan, dan bencana alam lainnya.
Tidak ada kata terlambat. Mulai dari sekarang, oleh saya dan dalam semua sisi kehidupan saya akan menciptakan alam semesta masa depan yang hijau, bersih dan subur, gemah ripah loh jinawi, dan INDONESIA HIJAU.
Editor:
Mega Dinda Larasati
[/read]