Perencanaan Zonasi Areal Hutan Layak Tebang

Perencanaan hutan merupakan langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan pengelolaan teknis di tingkat tapak atau unit manajemen.

Perencanaan hutan ini berdasarkan tingkatannya dibagi menjadi perencanaan strategis, perencanaan taktis, perencanaan pemanenan tahunan, perencanaan operasi, dan operasi pemanenan (Karlsson et al 2004).

Perencanaan zonasi areal hutan layak tebang sendiri termasuk ke dalam perencanaan strategis karena bersifat jangka panjang dan dilakukan sebelum melakukan kegiatan operasional di lapangan.

Sumber data dan informasi yang lengkap, detail, dan menyeluruh sangat dibutuhkan dalam perencanaan strategis ini.

Perencanaan yang salah akan mengakibatkan rusaknya ekosistem hutan yang dikelola oleh suatu perusahaan pada jangka waktu tertentu.

Berdasarkan hal tersebut perencanaan strategis dalam hal perencanaan zonasi areal hutan layak tebang harus dilakukan dengan baik karena menyangkut kepentingan ekologi, ekonomi, dan sosial suatu perusahaan pemegang izin konsesi kawasan hutan.

Peta Rencana Areal Layak Tebang

1. Areal Layak Tebang

Areal layak tebang didapatkan dari luasan areal efektif netto yang dibagi berdasarkan 3 metode sistem silvikultur yaitu metode Tebang Pilih Tanaman Indonesia (TPTI), metode Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ), dan Tebang Habis Permudaan Bawah (THPB).

Sistem silvikultur yang diterapkan berbeda-beda pada setiap perusahaan hutan yang melakukan kegiatan produksi penebangan kayu. Peta lokasi areal kerja efektif dan sistem silvikultur menjelaskan mengenai perencanaan kerja efektif yang akan dilakukan perusahaan pada satu kali daur. Pada peta tersebut tidak hanya menunjukan areal kerja suatu perusahaan, namun beberapa perusahaan, oleh karena itu peta lokasi areal kerja efektif dan sistim silvikultur ini dibuat dengan cakupan wilayah tertentu yang mana oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) suatu kawasan (Arief 2001).

Menurut Parmuladi (1995) rencana pemetaan hutan meliputi kegiatan-kegiatan guna penyusunan rencana kerja untuk jangka waktu tertentu. Adapun kegiatan-kegiatan penyusunan rencana kerja tersebut antara lain:

  1. Penentuan batas-batas hutan yang akan ditata,
  2. pembagian hutan dalam petak-petak kerja,
  3. pembagian wilayah hutan,
  4. pengumpulan data lainnya untuk menyusun rencana kerja,
  5. Pengukuran dan perpetaan, serta
  6. Perisalahan/Inventarisasi hutan.

[read more]

2. Data dan Informasi yang Dibutuhkan

Perencanaan ini tentunya harus didasari oleh berbagai data dan informasi yang dibutuhkan. Data yang dibutuhkan untuk perencanaan zonasi areal layak tebang, di antaranya adalah:

1. Potensi Tegakan

Potensi tegakan menggambarkan jumlah, volume dan jenis-jenis yang potensial ditebang dan yang mungkin ditinggalkan sebagai akibat diterapkan suatu sistem silvikultur tertentu misalnya sistem TPTI. Data potensi diperoleh dari kegiatan inventarisasi hutan.

Data-data tersebut diperlukan untuk membuat rencana produksi kayu yang lestari, menentukan kebutuhan peralatan, tenaga kerja dan biaya, serta menentukan perkiraan pendapatan dsb.

2. Berbagai Jenis Peta

A. Peta Topografi

Peta topografi memuat informasi tentang kontur yaitu garis-garis yang menghubungkan titik dengan ketinggian yang sama. Peta ini digunakan untuk mementukan trase jalan angkutan dan jalan sarad yang memenuhi syarat keamananan dan kemampuan alat angkut yang melaluinya, serta menentukan sistem penyaradan kayu yang paling cocok diterapkan pada areal tertentu.

B. Peta Vegetasi

Peta vegetasi memuat informasi tentang gambaran batas-batas tipe hutan, komposisi jenis, penyebaran jenis pohon, dan ukuran dimensinya serta kelas-kelas kerapatan dan potensi kayunya. Peta ini digunakan untuk merencanakan arah rebah pohon yang akan ditebang, trase jalan sarad/angkutan. Serta untuk menentukan urutan prioritas pengerjaan petak tebang.

C. Peta Geologi dan Tanah

Peta digunakan untuk mendapatkan informasi tentang daerah-daerah yang menguntungkan  untuk digunakan sebagai jalan angkutan (stabilitas tanahnya tinggi, tidak tergenang air, mempunyai drainase yang baik, mudah mendapatkan bahan pengerasan jalan, dsb) dan daerah-daerah yang perlu dihindari (daerah yang rawan longsor, daerah-daerah genangan yang sifatnya musiman).   Peta tanah bersama-sama dengan peta kelas lereng dan peta iklim dapat dijadikan acuan untuk menentukan fungsi hutan.

D. Peta Iklim

Peta yang berhubungan dengan jumlah dan intensitas hujan dan hari hujan. Peta ini digunakan untuk membuat perkiraan jumlah hari kerja efektif yang dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan pekerjaan sehingga target volume pekerjaan yang direncanakan dapat terealisasi dengan baik.

E. Peta Hidrologi

Mencakup jaringan sungai baik yang dapat dilayari maupun anak-anak sungai, sumber-sumber mata air, daerah-daerah “torent” (rawan banjir), dsb. Peta ini digunakan untuk melihat kemungkinan pemanfaatan sungai sebagai sarana angkutan kayu, melihat kemungkinan pembuatan jembatan dan gorong-gorong jika jalan harus melalui sungai dan anak sungai, mengetahui penyebaran mata air dan sungai-sungai yang menurut peraturan perlu dilindungi, serta pemanfataannya bagi keperluan pekerja hutan camp/kemah perlu dibuat di lapangan.

F. Peta Kadaster

Memuat informasi pemilikan lahan Untuk menghindari tumpang tindih kepemilikan sehingga areal yang dipanen maupun sarana yang dibutuhkan benar-benar berada dalam kawasan sendiri.

3. Risalah/Catatan Survei

Data-data yang perlu dicatat dalam inventarisasi hutan dan lansekap meliputi kondisi topografi, aliran-aliran sungai, lokasi-lokasi yang spesifik seperti habitat flora dan fauna langka, mata air, danau, rawa atau daerah genangan, daerah-daerah rawan longsor, dan sebagainya. Data ini digunakan untuk menentukan areal-areal yang harus dilindungi dan untuk peletakan TPn, trase jalan sarad, dan jalan angkutan.

4. Catatan Biaya dan Produkdivitas Alat dan Tenaga Kerja

Data dan informasi ini digunakan untuk membuat rancangan kebutuhan alat, tenaga kerja, dan biaya pelaksanaan pemanenan kayu.

5. Peraturan-Peraturan Pemerintah dan Kebijakan Perusahaan

Informasi ini bermanfaat agar perencanaan kegiatan dan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku dan sejalan dengan kebijakan perusahaan.

3. Informasi Lain yang Dibutuhkan

Peraturan dalam Perusahaan IUPHHK HA

Sistem Silvikultur

Hal-hal yang perlu diketahui dalam penentuan zonasi areal hutan layak tebang mencakup antara lain sistem silvikultur yang diperkenankan diterapkan pada areal yang direncanakan.

Misalnya pada sistem tebang pilih, perlu diketahui berapa banyak pohon yang dapat ditebang, berapa banyak pohon inti dan pohon induk yang perlu ditinggalkan, berapa banyak anakan, pancang dan tiang yang harus dipertahankan.

Pada sistem tebang habis, selain volume yang diperkenankan diproduksi, sistem pemanenan yang cocok diterapkan perlu pula diketahui apakah dengan strip, progressive strip cutting, atau dengan metode lainnya.

Peraturan

Berbagai peraturan mengenai hal-hal teknis pun harus diketahui secara pasti. Peraturan-peraturan tersebut di antaranya:

  • Peraturan yang mengatur tentang metode pemanenan yang diperkenankan, kebijakan perusahaan tentang alat-alat apa dan merk apa yang diperkenankan digunakan serta kebijakan tentang jarak sarad terjauh.
  • Peraturan tentang penggunaan jalan umum, seperti kapasitas muatan dan kecepatan maksimum yang diperkenankan.
  • Peraturan tentang standar jalan yang diperkenankan bagi bangunan jalan hutan.

Aspek Ekologis, Ekonomi, dan Sosial

Penetapan zonasi areal hutan layak tebang dilakukan dengan mempertimbangan aspek kepentingan ekologis, sosial dan ekonomi.

Aspek kepentingan ekologis dititikberatkan pada jaminan kelestarian ekosistem yang ada di areal hutan tersebut. Areal kawasan lindung yang terdapat didalam working area terkait dengan pengelolaan kawasan lindung, seperti penetapan radius atau jarak larangan penebangan pohon inti dari mata air, tepi jurang, waduk, danau, sungai dan anak sungai dalam hutan.

Selain itu, juga terdapat aturan yang terkait dengan penetapan lokasi Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) dan Kawasan Perlindungan dan Pengungsian Satwa (KPPS). Sasaran dari pengelolaan kawasan lindung adalah untuk meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai budaya bangsa dan mempertahankan keanekaragaman tumbuhan serta tipe ekosistem.

Aspek kepentingan sosial berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat yang ada disekitar hutan serta kepentingan sosial berkaitan dengan nilai sosial budaya (kearifan lokal) masyarakat terhadap hutan tersebut.

Aspek kepentingan ekonomi mengarah kepada hasil yang didapatkan dari hasil pemanenan atau hasil yang didapat langsung dari kegiatan produksi areal efektif. Areal efektif merupakan total seluruh areal hutan yang dilakukan zonasi dikurangi dengan areal hutan tidak efektif. Areal tidak produktif untuk produksi meliputi alokasi untuk sarana dan prasarana, petak penelitian, petak ukur permanen, persemaian, dan kebun benih untuk pengahasil bibit.

 

Referensi

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta (ID): Penebit Kanisius.

Karlsson J, Ronnqvist M, dan Bergstorm J. 2004. An optimization model for annual harvest planning. Canadian Journal of Forest Research. Academic Research Library. 1747.

Parmuladi, B. 1995. Hutan Kehutanan dan Pembangunan Bidang Hutan. Jakarta (ID): Penerbit Grafindo Persada.

[/read]