Menjelajahi Pesona Alam di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan taman nasional yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Taman nasional ini merupakan tempat wisata antimainstream yang wajib kamu kunjungi untuk melepas penat. Melepas penat memang sudah menjadi sebuah keharusan bagi para pekerja yang sehari-harinya sibuk di kantor dari pagi hingga malam. Mata yang lelah di depan layar monitor atau kepala yang penat karena selalu berhadapan dengan tumpukan dokumen setiap hari harus diberikan relaksasi sejenak.

Provinsi Jawa Barat memang memiliki banyak tempat wisata alam yang menarik untuk dikunjungi, tidak terkecuali TNGHS. Keanekaragaman hayati di dalamnya termasuk yang paling tinggi dan mengandung jenis fauna penting yang dilindungi.

Di dalam kawasan yang berdiri sejak tahun 1924 ini terdapat banyak tempat yang dapat kamu kunjungi seperti delapan buah air terjun, candi, perkebunan teh, sungai, dan tentu saja ada jalur pendakian. Masing-masing tempat wisata tersebut memiliki panorama yang cocok untuk memanjakan tubuh dan pikiranmu sehingga dapat mengembalikan semangatmu yang hilang.

Sebelum beranjak lebih jauh yuk cek berbagai taman nasional di Indonesia lainnya di sini.

1. Letak Geografis dan Luas Kawasan

 

Secara geografis, Taman Nasional Gunung Halimun Salak terletak antara 637′ – 653′ Lintang Selatan dan 10621’ – 10638’ Bujur Timur. TNGHS berjarak sekitar 100 km arah barat daya Kota Jakarta, 20 km arah barat daya Kota Bogor, dan 10 km arah utara Pelabuhan Ratu.

Secara administratif, kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak termasuk ke dalam tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Lebak di Provinsi Banten.

Taman nasional ini memiliki luas kawasan seluas 113.357 ha. Sebelumnya luas kawasan ini hanya 39.941 ha saat berstatus sebagai Hutan Lindung. Namun, sekarang diperluas dan mencakup wilayah kawasan hutan-hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan beberapa kawasan hutan lainnya. Dilihat dari bentuk kawasannya, TNGHS berbentuk menjari. Bentuk tersebut mengakibatkan batas yang mengelilingi taman nasional menjadi lebih panjang.

2. Iklim Dan Topografi

Iklim di TNGHS tergolong ke dalam tipe iklim A hingga B menurut klasifikasi curah hujan Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan rata-rata antara 4000-5000 mm/tahun. Kelembaban udara di taman nasional ini cukup tinggi sekitar 85% sehingga merupakan daerah yang basah dengan suhu harian sekitar 18o-26oC.

Bulan kering kurang dari tiga bulan di antara bulan Mei hingga September di mana pada rentang bulan itu terjadi musim kemarau, sedangkan di antara bulan Oktober hingga April terjadi musim hujan.

Topografi kawasan TNGHS umumnya berupa pegunungan dengan ketinggian antara 500 hingga 2211 mdpl dengan kemiringan lereng antara 25% hingga 65%. Berdasarkan ketinggiannya, Taman Nasional Gunung Halimun Salak dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

  • Ketinggian 500-1200 mdpl (20% luas kawasan)
  • Ketinggian 1200-1400 mdpl (65% luas kawasan)
  • Ketinggian 1400-2211 mdpl (15% luas kawasan)

Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan kawasan pegunungan yang cukup tua. Kawasan ini memiliki jenis tanah andosol, regosol, dan grumosol dengan jenis batuan vulkanik seperti breksi, basatik, dan lava andesit.

Terdapat puncak-puncak yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, antara lain Gunung Halimun Utara (1.929 m), Gunung Ciawitali (1.530 m), Gunung Kencana (1.831 m), Gunung Botol (1.850 m), Gunung Sanggabuana (1.920 m), Gunung Kendeng Selatan (1.680 m), Gungung Halimun Selatan (1.758 m), Gunung Endut (timur) (1.471 m), Gunung Sumbul (1.926 m), dan Gunung Salak (puncak 1 dengan ketinggian 2.211 m, dan puncak 2 setinggi 2.180 m). Gunung-gunung tersebut seringkali diselimuti oleh kabut.

Kawasan ini merupakan daerah tangkapan air paling penting di sebelah barat Jawa Barat. Terdapat lebih dari 115 sungai dan anak sungai yang berhulu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, di antaranya Sungai Ciberang/ Ciujung, Sungai Cidurian, Sungai Cisadane, dan Sungai Cimadur. Sungai tersebut mengalir melalui kawasan Bogor, Tangerang, Rangkasbitung, Bayah, dan Pelabuhan Ratu.

[read more]

3. Sejarah Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kawasan ini ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah Belanda pada tahun 1924 sampai 1934 dengan luas kawasan waktu itu 39.941 ha. Selanjutnya kawasan ini diubah menjadi Cagar Alam Gunung Halimun pada tanggal 11 Januari 1979 dengan luas 41.710 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 40/Kpts/Um/I/1979. Status kawasannya berubah kembali pada tanggal 26 Februari 1992 menjadi Taman Nasional Gunung Halimun dengan luas kawasan 40.000 ha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.282/Kpts-II/92.

Lima tahun kemudian, pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun yang masih baru ini dititipkan kepada Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang wilayahnya berdekatan. Pada tanggal 23 Maret 1997, barulah taman nasional ini memiliki unit pengelolaan tersendiri sebagai Balai Taman Nasional (BTN) Gunung Halimun. Kemudian pada tahun 2003 berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.175/Kpts-II/2003, kawasan hutan BTN Gunung Halimun diperluas, ditambah dengan kawasan hutan-hutan Gunung Salak, Gunung Endut, dan beberapa bidang hutan lain disekelilingnya yang semula merupakan kawasan hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani.

Sebagian besar wilayah yang baru ini sebelumnya berstatus sebagai hutan lindung termasuk kawasan hutan Gunung Salak. Kekhawatiran pemerintah atas masa depan hutan ini yang terus mengalami tekanan kegiatan masyarakat di sekitarnya, serta harapan untuk menyelamatkan fungsi dan kekayaan ekologi kawasan ini dari berbagai pihak, telah mendorong terbitnya SK tersebut. Oleh karena itu, kini namanya berganti menjadi Balai Taman Nasional Gunung Halimun – Salak dan luasnya menjadi 113.357 ha.

4. Keanekaragaman Hayati Dan Ekosistem

Keanekaragaman Hayati

Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistem yang tinggi serta beragam. Sejarah mencatat bahwa kawasan ini dulunya merupakan habitat Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan  Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus).

Taman nasional ini memiliki fungsi sebagai sistem penyangga kehidupan, khususnya fungsi hidrologi dan iklim bagi ketiga wilayah yang ditempatinya, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Sukabumi. Kawasan ini juga berfungsi untuk menunjang pembangunan wilayah sekitarnya, dan berguna bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, penunjang budidaya, serta untuk wisata alam.

Kawasan ini memiliki hutan hujan selalu hijau terluas di Pulau Jawa, 20% dari luas kawasan merupakan hutan dataran rendah yang terpisah ke dalam petak-petak serta lebih banyak berada di sekeliling taman nasional. Terdapat beberapa ekosistem yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang dibedakan berdasarkan ketinggian yaitu:

4.1 Zona Collin atau Hutan Hujan Dataran Rendah

Zona ini terletak di ketinggian 500-1000 mdpl dan telah banyak mengalami kerusakan dan menjadi hutan sekunder. Oleh karena itu, zona ini banyak ditumbuhi banyak tumbuhan bawah dan pohon pionir, seperti Manggong (Macaranga rhizoides), Kareumbi (Omalanthus populneus), dan Cangcaratan (Nauclea lanceolata).

Di samping itu terdapat juga pohon komersial yang tumbuh dalam zona ini, seperti Rasamala (Altingia excelsa), Suren (Toona sureni/sinensis), Riung anak (Castanopsis javanica), Keruing (Dipterocarpus sp.), dan Puspa (Schima walichii).

4.2 Zona Hutan Submontana

Zona hutan submotana terletak di ketinggian 1000-1500 mdpl. Hutan pegunungan bawah memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, adapun jenis-jenis dominan di antaranya Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsa), Pasang/oak (Lithocarpus sp.), Suren (Toona sureni/sinensis), Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), Baros (Magnolia blumei), Waru Sintok (Cinnamomum sintok), Kiputri (Podocarpus neriifolius), Antidesma montanum, Eurya acuminata, Evodia aromatic, dan berbagai jenis dari famili Fagaceae dengan sedikit tumbuhan bawah.

Di zona ini juga ditemukan 75 jenis anggrek, seperti Bublophylum binnendykii, Bublophylum angustifolium, Bublophylum scottifolium, Bublophylum violaceum, Coelogyne correa, Cymbidium sundaicum, dan Dendrochilum raciborsckii, serta berbagai jenis epifit, seperti Rotan (Calamus sp.)

4.3 Zona Hutan Montana

Zona ini terletak di atas ketinggian 1500 mdpl dan didominasi oleh jenis-jenis dari famili Fagaceae, seperti Jamuju (Dacrycarpus imbricatus), Pasang (Quercus sp.), dan Kiputri (Podocarpus neriifolius).

 

Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga memiliki keanekaragaman flora yang sangat tinggi. Terdapat lebih dari 500 spesies tumbuhan yang termasuk ke 266 genus dan 93 suku. Hasil ini diduga masih belum angka sesungguhnya, mengingat Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang jaraknya berdekatan dan memiliki hanya sepertujuh luas Taman Nasional Gunung Halimun Salak memiliki 844 spesies tumbuhan berbunga. Terlebih lagi penelitian di atas juga belum termasuk wilayah yang ditambahkan sejak 2003.

TNGHS memiliki beberapa tumbuhan penting di dalamnya, seperti Altingia excelsa (Rasamala), Amorphopallus titanum (Bunga Bangkai), Asplenium nidus (Pakis Sarang Burung), Calamus sp. (Rotan), Castanopsis javanica (Riung anak), Schima wallichii (Puspa), dan Podocarpus neriifolius (Kiputri). Taman nasional ini  juga menjadi habitat berbagai jenis tumbuhan anggrek yang sebagian besar endemik jawa.

Keanekaragaman fauna di Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga tidak kalah beragam dari floranya. Jenis satwa yang biasa dijumpai di Taman Nasional Gunung Halimun Salak antara lain, 11 jenis bajing, 7 jenis kelelawar, 7 jenis berang-berang, 4 jenis primata, Cuon alpinus (anjing hutan/ajag), Manis javanica (trenggiling), Panthera pardus (Macan tutul/kumbang), Tracypithecus auratus (Lutung), Sus scrofa (Babi hutan), Tragulus javanicus (Kancil), dan Mydaus javanensis (sigung).

Terdapat juga tiga primata endemik jawa yang hidup di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, yaitu Hylobates moloch (owa jawa), Presbytis comata (surili), dan Nycticebus javanicus (kukang jawa).

Di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga terdapat lebih dari 130 jenis burung, antara lain Bubo sumatranus (burung hantu), Buceros rhinoceros (rangkong badak), dan Gallus gallus (ayam hutan merah). Burung-burung endemik yang hidup di Taman Nasional Gunung Halimun salak ada 30 jenis, seperti Spizaetus bartelsi (elang jawa), Arborophila javanica (puyuh gonggong jawa), Tesia superciliaris (tesia jawa), dan Lophozosterops javanicus (opior jawa).

5. Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Masyarakat Adat Kasepuhan Banten Kidul

Penduduk di sekitar taman nasional sebagian besar terdiri dari Suku Sunda, terutama dari masyarakat Kasepuhan Citorek dan Cicemet yang masih memegang teguh budayanya. Terdapat beberapa macam upacara adat yang diselenggarakan masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak antara lain:

  • Nandur, dilakukan pada saat akan mulai menanam padi.
  • Meupeuk pare berkah, dilakukan pada saat padi mulai berbuah.
  • Nganyaaran, dilakukan pada saat memasukkan padi ke leuit/ lumbung sehabis panen.
  • Seren Tahun, dilakukan oleh masyarakat kesepuhan Banten Kidul pada sekitar bulan Juli, sebagai tanda telah berakhirnya masa bertani untuk tahun lalu.

Masyarakat Kasepuhan juga berada di desa Cisungsang, Banten Selatan/ Kidul, Cicarucub, dan Bayah. Masyarakat Kasepuhan memiliki pengelolaan hutan yang unik dan hampir sama dengan pengelolaan hutan modern. Masyarakat membagi hutan dalam tiga zona, yaitu Leuweung Kolot (tidak boleh diganggu), Leuweung Titipan (harus ada perizinan ketua adat), dan Leuweung Biasa (bisa dimanfaatkan). Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak dapat dalam bentuk kayu bangunan dan peralatan rumah tangga.

Di bagian barat Taman Nasional Gunung Halimun Salak tinggal penduduk Suku Badui yang masih mempertahankan cara hidup tradisional dan tidak terdapat pengaruh dari budaya lain. Terdapat 44 desa yang sebagian kecil berada di zona penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan empat desa yang berada di enclave kawasan.

Masyarakat sekitar TNGHS ini biasanya tergabung dalam kelompok yang disebut masyarakat adat. Masyarakat adat di Indonesia sendiri jumlahnya sangat banyak dan memiliki budaya khasnya masing-masing. Lebih lengkap mengenai masyarakat adat dapat dilihat pada artikel “Kearifan Lokal, Warna-Warni Masyarakat Adat Indonesia“.

6. Potensi Wisata Alam

Curug Cigamea di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

TNGHS memiliki banyak potensi wisata alam yang telah dan akan dikembangkan untuk ke depannya. Wisata alam ini tidak hanya satu macam saja, tetapi berbagai macam jenisnya. Oleh karena itu, dipastikan pengunjung yang sudah berkunjung ke sini pasti ingin datang kembali untuk mengunjungi wisata alam yang lainnya.

Taman nasional ini memiliki delapan air terjun yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Di Kabupaten Sukabumi terdapat lima air terjun yang masuk ke dalam kawasan TNGHS yaitu air terjun Curug Cimantaja, air terjun Cipamulaan yang berada di Cikiray, Cikidang, serta air terjun Curug Citangkolo, dan air terjun Ciraksamala yang berada di sekitar Mekarjaya.

Perkebunan Teh Nirmala Agung di Tengah-Tengah Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Di Kabupaten Bogor terdapat tiga lainnya air terjun yang masuk ke dalam kawasan TNGHS yaitu air terjun Curug Piit dan air terjun Cihanjawar yang berada di sekitar perkebunan teh Nirmala Agung, serta air terjun Curug Ciberang yang berada di Desa Cisarua.

Di TNGHS juga terdapat candi yang terletak 8 km di sebelah barat daya kawasan, yaitu Candi Cibedug. Candi kecil yang sudah ada dari zaman Megalitikum ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama dua jam dari Desa Citorek dan melalui danau kecil dengan panorama yang indah.

Puncak Manik Gunung Salak

TNGHS juga biasa dikunjungi untuk mendaki karena terdapat puncak-puncak gunung yang berada di kawasan ini. Puncak-puncak tersebut bisa dicapai melalui jalan setapak, namun kondisinya cukup sulit untuk dilalui. Di TNGHS juga terdapat perkebunan teh yang berada di bagian timur kawasan dekat pintu masuk utama di Cipeuteuy.

Di sekitar perkebunan teh juga terdapat beberapa kebun pertanian milik penduduk sekitar. Taman nasional ini juga memiliki sungai Citarik yang biasa digunakan untuk kegiatan arung jeram.

7. Fasilitas yang Tersedia

Pengurus Taman Nasional Gunung Halimun Salak telah menyediakan beberapa fasilitas guna meningkatkan kenyamanan para pengunjung. Fasilitas penunjang yang terdapat di taman nasional ini antara lain pondok kerja, pos penjagaan, wisma tamu, pusat informasi, dan jalan setapak.

Taman Nasional Gunung Halimun Salak juga menyediakan bumi perkemahan yang terdapat di Desa Cikaniki dan Desa Citalahab yaitu di jalan antara perkebunan teh Nirmala dan Desa Kabandungan. Canopy Trail yang memiliki panjang 110 meter juga disediakan oleh pengurus TNGHS tepatnya berada di Desa Cikaniki.

 

Bagaimana? Sudah siapkah kamu menjelajahi pesona alam yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak? Tunggu apalagi, ayo ajak keluarga, sahabat, juga semua teman temanmu untuk berkunjung ke sini! Selain untuk melepas penat, kamu juga bisa belajar banyak hal disini. Selagi berkunjung, tetap jaga kebersihan Taman Nasional ya!

 

Referensi:

Supriatna J. 2014. Berwisata Alam di Taman Nasional. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Editor: Mega Dinda Larasati

[/read]