Abrasi: Pengertian, Penyebab, Mekanisme, Dampak, dan Pencegahan

Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG), total panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer. Namun, lambat laun garis pantai Indonesia menyusut seiring dengan menyusutnya daratan di beberapa tempat. Menyusutnya daratan dapat disebabkan oleh manusia maupun secara alami. Lantas apa penyebab daratan semakin menyempit atau penyebab pantai semakin menjorok ke arah daratan? Tentu saja sudah tidak asing lagi istilah abrasi bagi Anda.

Suatu fenomena alam yang seringkali membuat keindahan pantai menurun. Femomena ini merupakan salah satu penyebab berkurangnya wilayah daratan terutama di wilayah Indonesia yang pada hakikatnya merupakan negara maritim dan negara kepulauan yang mayoritas wilayah daratannya dikelilingi oleh hamparan pantai.

Abrasi

1. Pengertian Abrasi

Abrasi adalah suatu proses pengikisan pantai, pada umumnya diakibatkan oleh gelombang atau arus laut (Prawiradisastra 2003).

Menurut Damaywanti (2013), pengertian abrasi adalah pengikisan wilayah pantai atau daratan yang diakibatkan oleh aktivitas gelombang, arus laut, serta pasang surut air laut.

Pemadatan tanah yang terjadi pada saat terjadi aktivitas gelombang, arus laut, serta pasang surut air laut tersebut berakibat pada penurunan permukaan tanah dan tergenangnya permukaan tanah tersebut oleh air laut, akibatnya garis pantai mengalami perubahan.

Suatu daratan atau pantai dikatakan mengalami abrasi apabila angkutan sedimen pada suatu titik melebihi atau lebih besar dari jumlah sedimen yang terbawa oleh air ke luar titik tersebut. Masyarakat awam seringkali menganggap bahwa istilah abrasi memiliki makna yang sama dengan erosi pantai. Padahal realitanya abrasi dan erosi pantai merupakan dua fenomena alam yang berbeda.

Pada dasarnya definisi abrasi adalah proses terkikisnya batuan atau material keras, misalnya dinding atau tebing batu yang seringkali disertai dengan longsoran atau runtuhan material. Sedangkan erosi pantai didefinisikan sebagai proses mundurnya garis pantai akibat tidak adanya keseimbangan pasokan dan kapasitas angkutan sedimen (Yuwono 2005 dalam Wibowo 2012).

2. Penyebab

Abrasi dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain faktor alam dan faktor ulah manusia.

Contoh fenomena alam yang mengakibatkan terjadinya abrasi adalah pasang surut air laut dan gelombang serta arus laut yang berpotensi menimbulkan kerusakan sebagai akibat dari angin yang kencang di atas lautan.

Fenomena-fenomena alam tersebut tidak dapat dihindari karena laut memiliki siklus tersendiri, ada kalanya angin berhembus kencang dan berpotensi menghasilkan gelombang yang merusak, ada juga saatnya angin hanya berhembus sewajarnya.

Faktor ulah manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya abrasi antara lain eksploitasi yang berlebihan terhadap kekayaan laut seperti ikan dan terumbu karang sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem laut.

Faktor lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem laut yaitu penambangan pasir. Penambangan pasir yang dilakukan secara berlebihan dengan pengerukan pasir sebanyak mungkin dengan intensitas yang tinggi dapat mengakibatkan terkurasnya pasir di laut.

Hal tersebut memberikan pengaruh secara langsung terhadap arah dan kecepatan air laut yang secara otomatis akan langsung menghantam bibir pantai.

Air laut akan lebih ringan jika tidak membawa pasir sehingga air tersebut dapat lebih cepat dan lebih keras menghantam bibir pantai sehingga kemungkinan terjadinya abrasi akan meningkat.

Detail Engineering Penanganan Abrasi dan Rob Kabupaten Demak (Kimpraswil 2006) menguraikan penyebab abrasi secara detail antara lain:

[read more]

2.1 Penurunan Permukaan Tanah (Land Subsidence)

Turunnya permukaan tanah di wilayah pesisir dapat terjadi karena adanya pemompaan air tanah yang berlebihan untuk kepentingan industri dan untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar wilayah pesisir.

Penurunan permukaan tanah akan lebih potensial terjadi apabila sebagian besar tanah pantai memiliki komposisi tanah yang tersusun atas lumpur atau lempung karena jenis tanah lempung memiliki sifat fisik yang mudah berubah karena perubahan kadar air.

Jika penurunan air tanah terjadi, tekanan air pori akan semakin berkurang. Akibatnya terjadilah genangan yang berpotensi meningkatkan abrasi dan erosi pantai.

Selain itu, pemanfaatan air tanah bebas maupun bertekanan dengan sumur bor di daerah-daerah tertentu dapat mengakibatkan elevasi air tanah menurun bersamaan dengan terjadinya intrusi air laut hingga jauh menuju perkotaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan tanah memiliki potensi yang cukup besar terhadap genangan yang terjadi pada saat air laut pasang.

2.2 Kerusakan Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komponen utama pembentuk ekosistem pesisir yang penting bagi kelangsungan ekosistem. Mangrove dapat menjadi pelindung alami pantai karena akarnya yang kokoh dapat menahan sedimen dan meredam kekuatan gelombang air laut yang menghantam bibir pantai. Dengan kata lain hutan mangrove dapat berperan sebagai pembentuk lahan (land cruiser).

2.3 Kerusakan Akibat Gaya-gaya Hidrodinamika Gelombang

Gaya hidrodinamika gelombang dapat terjadi ketika pantai dalam kondisi seimbang yang dinamik.

Suatu pantai dapat dikatakan dalam kondisi demikian pada saat orientasi pantai mengarah relatif tegak lurus atau sejajar dengan puncak gelombang dominan.

Gelombang yang semula lurus akan mengalami belokan akibat proses shoaling dan proses difraksi atau refraks. Ketika terjadi hal tersebut maka pantai akan mengorientasikan dirinya tegak lurus arah gelombang hinggai terjadi keseimbangan.

2.4 Kerusakan Akibat Sebab Alam Lain

Sebab alam yang dapat mengakibatkan kerusakan antara lain perubahan iklim global dan terjadinya kejadian ekstrem, seperti siklon tropis.

Faktor alam lain yang dapat mengakibatkan terjadinya abrasi adalah naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global sehingga gelombang laut menjadi tinggi.

2.5 Kerusakan Akibat Kegiatan Manusia yang Lain

Kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan dan menyebabkan abrasi antara lain penambangan pasir di wilayah pesisir pantai, pembuatan bangunan yang menjorok ke arah laut, dan pembukaan tambak yang tidak memperhitungkan kondisi dan lokasi.

3. Mekanisme Abrasi

Faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya abrasi dapat berasal dari alam dan manusia.

Mekanisme abrasi yang terjadi karena faktor alam diawali dengan tiupan angin di atas lautan yang mengakibatkan arus laut dan gelombang memiliki kekuatan untuk mengikis bibir pantai. Gelombang yang menerjang bibir pantai mampu menggetarkan tanah maupun batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan. Abrasi terjadi pada saat angin yang bergerak di laut mengakibatkan terjadinya arus laut dan gelombang menuju bibir pantai. Angin dan arus tersebut lama kelamaan mengikis bibir pantai.

Getaran kecil seperti gempa akan terjadi di sepanjang pantai. Gelombang dengan kekuatan terbesar terjadi bersamaan dengan terjadinya badai sehingga proses abrasi akan semakin cepat terjadi.

Contoh abrasi karena faktor alam antara lain Pura Tanah Lot di Pulau Bali yang terus terkikis.

Selain itu, faktor manusia juga dapat mengakibatkan abrasi misalnya penambangan pasir.

Penambangan pasir merupakan salah satu kegiatan manusia yang sangat mempengaruhi abrasi pantai, tidak hanya di tempat penambangan pasirnya tapi juga berpengaruh terhadap daerah sekitar tambang karena pasir laut yang terkuras akan sangat mempengaruhi kecepatan dan arah arus laut yang menghantam bibir pantai.

4. Bahaya dan Dampak

Dampak negatif yang diakibatkan oleh abrasi antara lain lebar pantai mengalami penyusutan akibatnya lahan pemukiman penduduk di sekitar pantai menyempit, rusaknya hutan bakau di sepanjang pantai akibat hantaman ombak yang terjadi karena angin kencang, serta menghilangnya habitat ikan-ikan yang seringkali menggunakan hutan bakau sebagai tempat bertemu komunalnya.

Selain itu, abrasi juga akan mengancam kelestarian ekosistem pantai serta dapat menjadi bahaya besar bagi kelangsungan hidup dan kesehatan penduduk yang tinggal di sekitar pantai.

5. Pencegahan

Beberapa usaha pencegahan terjadinya abrasi yang dapat dilakukan antara lain penanaman kembali hutan mangrove, meniadakan penggalian pasir pantai, membuat media atau sarana pemecah gelombang yang terbuat dari beton, dan pelestarian terumbu karang. Pencegahan abrasi dapat dilakukan dengan merehabilitasi hutan bakau yang sudah rusak, baik akibat abrasi maupun akibat pembukaan lahan tambak.

Selain itu, dibutuhkan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang mengatur pelarangan penambangan pasir pantai secara besar-besaran tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Pembuatan pemecah gelombang dan pelestarian terumbu karang diperlukan untuk mengurangi kekuatan gelombang yang menghantam bibir pantai.

Pencegahan abrasi secara alami dapat dilakukan dengan penanaman pohon. Pemilihan jenis tanaman untuk menangani masalah abrasi ini merupakan hal yang paling penting karena tanaman yang dipilih harus bisa hidup dengan baik pada kondisi lingkungan asam, salinitas tinggi, tanah pasir, dan sedikit unsur hara.

Menurut Nugroho (2013), jenis tanaman yang memenuhi kriteria tersebut yaitu tanaman cemara udang (Casuarina equisetifolia var incana). Selain mampu hidup pada kondisi lingkungan dengan kadar garam cukup tinggi, cemara udang memiliki pertumbuhan yang relatif cepat apalagi jika disiram dengan air laut.

Pada umur 3 bulan setelah penanaman cemara udang bisa tumbuh sampai ketinggian 3 m. Pertumbuhan ranting pohon yang melebar dan daun yang rapat membuat cemara udang mampu memecah hembusan angin. Dengan terpecahnya hembusan angin, kecepatan angin di depan pohon cemara udang tersebut akan melambat. Kecepatan tersebut dapat mengurangi kekuatan hempasan gelombang, sehingga sedimen dapat terendapkan di sana dan membuat daratan baru di depan jajaran pohon cemara udang.

Selain itu, cemara udang juga mampu menghasilkan humus sendiri karena akarnya mampu mengikat nitrogen. Namun penanaman cemara udang ini sebagai alternatif awal saja. Jika tanaman cemara udang sudah tumbuh dan mampu membuat garis pantai maju ke arah pantai maka dapat dimanfaat sebagai lahan yang lebih produktif.

Selain itu, pencegahan abrasi juga dapat dilakukan dengan strategi buatan dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Strategi buatan dilakukan dengan membangun konstruksi breakwater atau bangunan pemecah ombak.

Bangunan ini dibangun di depan bibir pantai. Fungsi dibangunnya breakwater adalah untuk menahan hembusan gelombang selama menunggu pohon cemara udang tumbuh. Tanpa dibangunnya breakwater, pohon cemara yang ditanam akan ikut terhempas gelombang sebelum pohon tersebut tumbuh dengan baik. Selain itu, pembangunan breakwater juga dapat mengurangi kecepatan gelombang sampai endapan sedimen dapat terkumpul di depan bangunan teknik tersebut.

6. Contoh Kejadian Abrasi di Indonesia dan Dunia

Contoh Kejadian Abrasi

Kasus abrasi sudah banyak terjadi di Indonesia, salah satunya di pantai utara Jawa Tengah.

Di daerah tersebut abrasi sudah mencapai 5.500 hektare yang meliputi 10 kabupaten atau kota. Salah satu abrasi terparah terjadi di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Permasalahan yang muncul di daerah tersebut pasca abrasi cukup berat terutama terkait dengan menurunnya fungsi lahan dan air laut yang menggenangi kawasan tambak seluas 582,8 ha selama lima tahun dan kemudian menghilang (Bappeda Demak 2000).

Hal tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Demak merupakan wilayah yang terkena dampak abrasi paling parah di Jawa Tengah. Bahkan di Kecamatan Sayung banyak lahan permukiman dan lahan tambak yang hilang sehingga masyarakat kehilangan mata pencaharian mereka dan berakibat langsung terhadap penurunan kualitas hidup masyarakat setempat. Nelayan, petani, dan petambak yang menggantungkan hidupnya pada hasil laut merasa sangat dirugikan.

Kondisi sumber daya alam dan lingkungan pesisir yang rentan akan berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi dan sosial budaya penduduk. Kegiatan-kegiatan tersebut misalnya industri (berpotensi menimbulkan akresi, pencemaran, dan abrasi), reklamasi (pola arus berubah yang mengakibatkan terjadinya akresi dan abrasi), perumahan (limbah padat), pertanian (pencemaran, sedimentasi), dan kegiatan transportasi laut dan pelabuhan (pencemaran).

Berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan ini mengancam kelestarian usaha dan atau mata pencaharian penduduk (Hadi 2005).

Abrasi tidak hanya terjadi di Indonesia, di luar negeri juga tidak menutup kemungkinan abrasi akan sering terjadi jika wilayah pesisir negara tersebut gundul atau tidak dibangun konstruksi pemecah gelombang untuk meredam kekuatan gelombang laut yang menghantam pantai.

Berdasarkan uraian di atas, abrasi merupakan suatu fenomena alam yang tidak bisa dianggap biasa saja. Jika tidak segera ditangani, kerusakan wilayah pesisir akan semakin parah dan tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan masalah baru bagi lingkungan maupun bagi kelestarian ekosistem pantai. Untuk itu, diperlukan upaya yang tepat dan cermat dalam mengatasi abrasi agar keseimbangan ekosistem daratan dan ekosistem perairan tetap terjaga.

[/read]