Berlimpahnya ekosistem hutan di Indonesia menyebabkan banyaknya spesies flora dan fauna endemik. Namun, semakin lama semakin banyak hutan yang rusak akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab sehingga diperlukan tindakan konservasi di alam. Oleh karena itu, hutan konservasi didirikan sebagai solusi untuk masalah tersebut.
Keanekaragaman hayati yang ada di alam Indonesia menyimpan keindahan dan keunikan tersendiri, contohnya keindahan burung Cendrawasih yang dijuluki “burung surga” dari Papua. Indonesia sendiri menempati peringkat lima besar di dunia dengan keanekaragaman tumbuhannya, di samping itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi.
Banyaknya spesies endemik flora dan fauna di Indonesia mengharuskan setiap warga negara Indonesia berupaya untuk menjaga dan melindunginya.
1. Pengertian dan Fungsi Hutan Konservasi
Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan konservasi didefinisikan sebagai kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Ada tiga tujuan utama dalam kegiatan konservasi yaitu perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan. Hutan konservasi sebagai perlindungan artinya berupaya melindungi peranan keanekaragaman hayati sebagai sistem penyangga kehidupan. Hutan konservasi sebagai pelestarian artinya melestarikan keanekaragaman hayati yang ada dan mencegahnya dari kepunahan, sedangkan hutan konservasi sebagai pemanfaatan artinya memanfaatkan dengan bijaksana dan bertanggungjawab keanekaragaman hayati yang telah ada.
Payung hukum yang mengatur segala kegiatan pada Hutan Konservasi di Indonesia adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Peraturan ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 1990 oleh Presiden RI Kedua kala itu yaitu Soeharto. Di dalamnya terdapat 14 Bab dan 45 Pasal yang mengatur tentang perlindungan, pemanfaatan, pelestarian, peran serta masyarakat, kawasan-kawasan konservasi, dan ketentuan pidana.
[read more]
2. Perbedaan Hutan Konservasi dengan Hutan Lindung
Jika dilihat dari definisi, hutan konservasi dan hutan lindung sulit untuk dibedakan. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang belum paham mengenai perbedaan hutan lindung dan hutan konservasi. Meskipun konsep dari konservasi itu sendiri terdapat istilah perlindungan, bukan berarti hutan konservasi sama dengan hutan lindung.
Hutan lindung merupakan kawasan yang memiliki fungsi untuk melindungi ekosistem dan menjaga kualitas lingkungan, seperti memelihara kesuburan tanah, mencegah erosi, menyimpan cadangan air, serta sebagai habitat bagi flora dan fauna.
Ada beberapa hutan lindung juga yang memiliki fungsi sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran, seperti Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan, Kalimantan Timur. Jadi secara garis besar, hutan lindung bertujuan untuk melindungi ekosistem sedangkan hutan konservasi bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Pemerintah mengelola hutan lindung agar hutan tersebut terhindar dari kerusakan akibat ulah manusia. Hutan lindung akan selalu dijaga dan dipelihara oleh pemerintah, sedangkan hutan konservasi dapat dimanfaatkan oleh manusia tetapi dengan cara bijaksana, bertanggungjawab, dan tidak berlebihan.
3. Jenis-Jenis Kawasan Konservasi
Terdapat beberapa jenis kawasan konservasi yang ada di Indonesia, antara lain Kawasan Suaka Alam, Kawasan Hutan Pelestarian Alam, dan Taman Buru. Ketiga jenis kawasan konservasi tersebut memiliki fungsi dan tujuan tertentu.
3.1 Kawasan Suaka Alam (KSA)
Suaka Alam adalah salah satu tipe hutan konservasi yang dilindungi dan dipelihara keadaan alaminya secara utuh untuk tujuan penelitian ilmiah, pendidikan, pemantauan lingkungan, dan sumber daya genetik.
Pada kawasan ini masih diperbolehkan berbagai manipulasi oleh manusia untuk mempertahankan ciri-ciri komunitas yang khas dan mendukung spesies tertentu. Terdapat dua jenis kawasan yang termasuk ke dalam Kawasan Suaka Alam, yaitu Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
Kedua jenis tipe Kawasan Suaka Alam (KSA) ini memiliki berbagai perbedaan yang dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Cagar Alam | Suaka Margasatwa |
Mengkonservasi lingkungan dan biota di dalamnya | Mengkonservasi satwa liar |
Berukuran kecil | Berukuran sedang |
Habitat rapuh | Habitat relatif utuh |
Butuh pelestarian tinggi | Butuh pelestarian sedang – tinggi |
Tidak dapat sembarang orang melakukan kegiatan didalamnya karena perlindungannya ketat | Dapat dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, wisata edukasi dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya |
Contoh: Cagar Alam Gunung Krakatau, Lampung | Contoh: Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta |
3.2 Kawasan Hutan Pelestarian Alam (KPA)
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1990, kawasan pelestarian alam didefinisikan sebagai kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan Pelestarian Alam terdiri atas Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya.
Taman Nasional (TN) merupakan Wilayah luas dengan keindahan alam dan pemandangan yang dikelola untuk melindungi satu atau lebih ekosistem serta untuk tujuan ilmiah, pendidikan, dan rekreasi. Di dalam wilayah ini tidak diperbolehkan untuk melakukan eksploitasi sumberdaya secara komersial.
Ciri-ciri taman nasional sendiri adalah ukurannya yang luas, habitat relatif utuh, membutuhkan pelestarian tinggi, berpotensi untuk rekreasi, dan pengunjung memberikan manfaat bagi wilayah tersebut, contohnya adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak di Sukabumi, Jawa Barat.
Taman Wisata Alam (TWA) merupakan kawasan hutan konservasi yang memiliki manfaat sebagai tempat rekreasi dan pariwisata. Ciri-ciri Taman Wisata Alam adalah ukurannya kecil, mempunyai daya tarik, membutuhkan pelestarian yang rendah, dan pengelolaan berorientasi untuk rekreas, contohnya adalah Taman Wisata Alam Mangrove, Angke Kapuk, Provinsi DKI Jakarta.
Taman Hutan Raya (Tahura) merupakan kawasan hutan konservasi yang ekosistemnya dilindungi, termasuk flora dan fauna di dalamnya, serta mempunyai keindahan alam atau mempunyai gejala alam. Tahura bertujuan sebagai koleksi flora atau fauna yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagai penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Contoh Taman Hutan Raya adalah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda di Bandung, Jawa Barat.
3.3 Taman Buru
Taman Buru merupakan kawasan hutan konservasi yang memiliki fungsi utama sebagai akomodasi untuk wisata berburu. Hobi berburu yang sudah ada sejak zaman dahulu menjadi latar belakang berdirinya Taman Buru. Kegiatan perburuan di taman buru diatur ketat, terkait dengan waktu atau musim berburu, jenis binatang yang boleh diburu, dan senjata yang boleh dipakai. Salah satu peraturan yang terdapat pada taman buru adalah larangan kegiatan berburu pada saat musim berkembangbiak. Contoh taman buru yang ada di Indonesia adalah Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi yang berada di kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
4. Peraturan-Peraturan tentang Hutan Konservasi
Hutan konservasi memiliki peranan penting untuk pengawetan sumberdaya hayati serta keanekaragamannya. Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, yaitu Undang-undang No. 5 tahun 1990. Terdapat beberapa peraturan yang telah diterbitkan oleh pemerintah mengenai pengelolaan hutan konservasi, yaitu sebagai berikut:
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.44/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Penyelenggaraan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.40/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 Tahun 2017 tentang Fasilitasi Pemerintah pada Usaha Hutan Tanaman Industri dalam Rangka Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
- Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.35/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2016 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
- Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Peraturan-peraturan di atas adalah sebagian kecil dari total peraturan mengenai hutan konservasi yang berjumlah 29 peraturan. Peraturan tersebut sebagian besar dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Terdapat juga peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep, yaitu Peraturan Nomor 6 Tahun 2004 tentang Kawasan Lindung.
Semakin banyaknya peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah dari tahun 1997 sampai sekarang mengenai kawasan hutan konservasi diharapkan dapat mengendalikan tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sumberdaya hayati yang ada di Indonesia.
Peraturan-peratuan lainnya yang berkaitan tentang Kehutanan dapat dilihat pada artikel “Peraturan Perundangan yang Berkaitan dengan Kehutanan”
5. Data-Data mengenai Hutan Konservasi di Indonesia
Keanekaragaman spesies flora dan fauna yang ada di Indonesia menjadi kelebihan dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan negara lain. Keadaan Indonesia yang berada di iklim tropis dan dilalui garis khatulistiwa menyebabkan banyaknya spesies endemik asli Indonesia. Bentuk geografi Indonesia juga mempengaruhi spesies flora dan faunanya, contohnya saja Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang berhabitat di Sumatera pasti akan berbeda morfologi dan perilakunya dengan Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang berhabitat di Pulau Bali.
Berdasarkan data kehutanan yang dirilis oleh Kementerian Kehutanan (2010), luasan kawasan hutan dan perairan di Indonesia tahun 2010 seluas 136,73 juta hektar dengan detail sebagai berikut.
Kawasan Hutan Tetap (ha)
- Hutan Lindung: 31.595.082,02 ha
- Hutan Produksi: 59.080.189,69 ha
- Hutan Konservasi: 23.355.839,57 ha
- Total Kawasan Hutan Tetap: 114.031.111,28 ha
Provinsi yang memiliki kawasan hutan konservasi tertinggi adalah Provinsi Papua yaitu seluas 9.704.300 ha. Terdapat juga beberapa provinsi yang tidak memiliki data mengenai hutan konservasi, seperti di Kepulauan Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat. Jika dibandingkan dengan data tahun 2002, hutan konservasi di Indonesia meningkat sebesar 2.854.856,57 ha.
6. Masalah Pengelolaan Hutan Konservasi di Indonesia
Konservasi tidak jauh kaitannya dengan kerusakan. Kerusakan hutan inilah yang menyebabkan adanya tindakan konservasi hingga saat ini. Laju kerusakan hutan semakin lama semakin besar. Data statistik tahun 2000 menyatakan bahwa laju kerusakan hutan di Indonesia saat itu adalah dua juta hektare lahan pertahun dan menjadi suatu hal yang memalukan karena pada kala itu Guinness Book of World Records memberikan predikat sebagai negara tropis dengan laju deforestasi atau kerusakan hutan terparah dan terburuk di dunia.
Semakin banyaknya hutan yang rusak maka habitat bagi flora dan fauna di dalamnya semakin menghilang. Satwa yang kehilangan habitatnya akan mencari tempat baru untuk dijadikan tempat tinggal yang kerap tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Jika mereka tidak bisa bertahan dan beradaptasi dengan tempat baru itu maka tidak lama setelah mereka kehilangan habitat aslinya akan terancam kematian juga kepunahan.
Masalah yang kini melanda hutan konservasi Indonesia adalah kurang ketatnya penjagaan terhadap kawasan hutan konservasi oleh pemerintah. Hal ini juga diperparah dengan adanya keterlanjuran perambahan hutan yang terjadi sebelum dikukuhkannya kawasan hutan konservasi atau sesudah diangkatnya hutan konservasi.
Perambahan hutan sendiri adalah tindakan orang atau sekelompok orang yang memasuki hutan dan tinggal di hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang terdapat di dalamnya.
Persoalan perambahan hutan saat ini belum diselesaikan secara tuntas. Perambahan terus terjadi karena dibiarkan berkembang di dalamnya. Di samping itu, permasalahan pemburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa secara ilegal juga terus merajalela. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mengendalikannya, namun tetap saja permasalahan tersebut belum tuntas.
Kekayaan hutan Indonesia, mencakup keanekaragaman flora, fauna, dan ekosistem hutan yang sangat tinggi, serta kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon untuk mengendalikan kandungan karbon dalam atmosfer bumi akan sangat berguna dalam upaya untuk mempertahankan kualitas lingkungan hidup yang dalam satu sampai dua dekade terakhir ini mengalami penurunan kualitas yang dangat signifikan akibat terjadinya perubahan iklim di dunia. Seluruh kekayaan ini tidak saja bermanfaat bagi Indonesia, akan tetapi juga bagi seluruh umat manusia dan seluruh kehidupan di muka bumi ini. Maka dari itu perlu adanya kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya melindungi dan menjaga apa yang telah tersisa saat ini.
Referensi:
Suhendang E. 2013. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor (ID): PT Penerbit IPB Press.
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
[/read]