Belajar Menjaga Alam dari Kampung Adat Kuta, Ciamis

Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai beragam seni dan budaya.

Di dalam budaya daerah dan masyarakat tertentu ada beberapa adat pantangan atau pamali yang masih berlaku.

Masyarakat masih percaya dengan suatu kejadian buruk yang akan terjadi jika melanggar peraturan tersebut.

Di antara pamali itu ternyata ada juga yang sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Masyarakat Dusun Kuta, Desa Karangpaninggal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat adalah salah satu contoh masyarakat yang melestarikan alam dengan budaya pamali.

Masyarakat Kampung Adat Kuta (instagram.com)

Masyarakat Kampung Kuta atau Kelompok Masyarakat Adat Kutasari ini dikenal sangat kental dengan kearifan lingkungan dan adat istiadatnya.

Salah satunya adalah dengan melakukan pelestarian hutan keramat, pohon aren, rumah adat, dan sumber mata air.

Bagi masyarakat Kampung Kuta rumah yang mereka bangun harus berukuran sekitar 10 x 6 meter saja.

Dindingnya pun harus berasal dari anyaman bambu, atap dari ijuk dan rumbia, serta lantai dari papan kayu.

Menurut mereka, membangun rumah dengan menggunakan semen adalah suatu hal yang tabu dan pamali untuk dilakukan.

Hal ini karena menurut aturan adat, rumah di daerah ini harus berukuran persegi panjang dengan bentuk panggung.

Jika hal ini dilanggar mereka berkeyakinan bahwa bahaya dan musibah akan melanda kampung.

[read more]

Namun setelah diteliti lebih lanjut ternyata kontur tanah di daerah ini memang lebih cocok digunakan untuk kontruksi bangunan tanpa semen.

Pamali selanjutnya adalah mengenai sumber air. Dusun dengan 120 kepala keluarga dan total penduduk sebanyak 370 jiwa ini tidak diperbolehan untuk menggali sumur.

Masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan memanfaatkan emat sumber mata air yaitu mata air Ciasihan, Cibangbara, Cinangka, dan Cipanpuyuhan.

Aliran mata air ini nantinya akan dialirkan dengan menggunakan selang plastik atau bambu ke tempat pemandian umum.

Larangan ini dibuat dengan tujuan untuk menjaga kondisi tanah di Kampung Kuta yang labil.

Selain dilarang menggali tanah untuk sumur ternyata di Kampung Kuta juga terdapat larangan untuk tidak menguburkan jenazah di kawasan dusun.

Hal ini supaya tanahnya tidak terkontaminasi zat-zat berbahaya dari jenazah.

Tidak hanya itu saja, di Kampung Kuta juga diadakan Upacara Adat Nyuguh pada tanggal 25 Syafar.

Upacara adat ini dilakukan dengan memberikan sesajen kepada para leluhur sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan dan bumi yang sudah memberikan banyak hal terutama pangan kepada masyarakat Kampung Kuta.

Kearifan lokal ini pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2002 kategori Kampung Penyelamat Lingkungan.

Pelestarian alam di kampung ini bisa dijadikan sebagai referensi atau contoh untuk menjaga alam dan lingkungan dengan tetap berpegang teguh pada budaya lokal

Kampung Adat Kuta (instagram.com)

Mari kita juga ikut serta menjaga alam, dimulai dari hal yang paling mudah dulu yaitu jangan buang sampah sembarangan!

 

Referensi:
Greeners. 2014. Budaya Pamali Mampu Jaga Kelestarian Alam Kampung Kuta [internet]. Terdapat pada: https://www.greeners.co/berita/budaya-pamali-mampu-jaga-kelestarian-alam-kampung-kuta/

 

https://giannifava.org/akem0ps1 Editor:
Mega Dinda Larasati

[/read]