Perspektif keilmuan kehutanan juga dapat melingkupi konsep permasalahan biosistem laut lho. Oleh karena itu, seorang forester juga dapat memiliki peran dalam penjagaan biostistem laut.
Lalu bagaimana peran forester tersebut?
Diawali dari isu yang beberapa waktu lalu cukup panas. Isu ini terkait kemaritiman dan lingkungan sempat dihangatkan oleh dilegalkannya penangkapan ikan dengan alat penangkapan ikan yang berpotensi untuk merusak seperti cantrang dan pukat hela dasar udang.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seolah menghadiahi Hari Laut Sedunia pada tanggal 8 Juni dengan sebuah ancaman yang nyata bagi ekosistem laut. Alasan KKP melegalkan pengoperasian alat penangkap ikan yang berpotensi merusak ini salah satunya adalah mendorong investasi. Jika penggunaan alat ini diperbolehkan, maka produktivitas total hasil tangkap diperkirakan naik. KKP menyatakan akan merevisi sejumlah peraturan menteri yang dianggap menghambat rencana investasi.
Pencabutan larangan cantrang yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan tak hanya mengganggu dan merusak ekosistem laut. Namun hal ini juga memperbesar kemungkinan adanya perikanan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diregulasi (IUU Fishing). Hal tersebut tentunya akan mengancam kesehatan stok ikan di masa mendatang. Bukan hanya stok ikan yang berkurang, spesies lain yang juga menghuni habitat ekosistem laut akan ikut berkurang, misalnya penyu.
[read more]
Seolah tak kunjung habis, permasalahan lingkungan dan kemaritiman pun sebelumnya melanda dunia yaitu tentang konservasi penyu. Di hari konservasi penyu dan kura-kura pada tanggal 29 Mei lalu, kita disuguhkan oleh berita mengenai isu berkurangnya populasi penyu. Berkurangnya populasi penyu disebabkan oleh berbagai faktor.
Faktor tersebut berupa:
- Perburuan yang sangat intensif karena nilai ekonomi telur, daging, dan cangkangnya
- Perusakan habitat vegetasi pesisir yang berakibat hilangnya habitat bertelur penyu
- Perubahan iklim
Selain itu, banyak sekali kasus penyu mati karena mengkonsumsi sampah plastik yang dibuang ke perairan oleh manusia. Hal ini menyebabkan pencemaran laut oleh plastik. Phthalates, bahan kimia yang berasal dari plastik, ditemukan dalam kuning telur penyu.
Penyu sering mengira plastik adalah ubur-ubur yang merupakan makanan kesukaan mereka dan kemudian tercekik saat menelannya.
Pada dasarnya, bila penangkapan ikan dengan alat yang berpotensi merusak ekosistem dilegalkan maka habitat tempat penyu mencari makan seperti terumbu karang dan hamparan lamun laut terus mengalami kerusakan, sehingga akan berujung pada kepunahan itu sendiri.
Lalu bagaimana peran seorang forester?
Sebagai seorang forester tentunya kita dapat memandang dan memberikan solusi terkait permasalahan ini dalam perspektif rekayasa kehutanan. Seorang forester pada dasarnya dituntut untuk merancang suatu biosistem hutan.
Ekosistem pesisir pun dapat dikategorikan sebagai ekosistem hutan pantai yang vegetasinya perlu dirancang sedemikian rupa untuk membentuk habitat yang baik bagi penyu untuk bertelur.
Selain itu kita dapat memandang isu lingkungan dari sisi yang lebih luas dan general terkait lingkungan tanpa dibatasi oleh batasan keilmuan keilmuan tertentu.
Editor:
Mega Dinda Larasati
[/read]