Indonesia, sebagai salah satu negara tropis, memiliki beragam kekayaan alam yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Saat ini, Indonesia memiliki kawasan taman nasional sebanyak 54 kawasan dengan berbagai kondisi ekosistem, iklim, serta flora dan fauna yang khas. Salah satu kawasan yang menjadi satu dari enam situs warisan dunia yang ada di Indonesia adalah Taman Nasional Lorentz yang berlokasi di bagian timur Indonesia.
Papua memang masih memiliki banyak misteri dan kekayaan yang belum tereksplorasi secara utuh.
Hanya beberapa destinasi wisata saja yang dikenal oleh masyarakat, contohnya Raja Ampat.
Padahal di samping itu, Taman Nasional Lorentz di papua menjadi taman nasional terbesar se-Asia Tenggara, loh!
1. Letak Geografis dan Luas Kawasan
Taman Nasional Lorentz merupakan sebuah kawasan taman nasional yang berlokasi di bagian timur Indonesia, tepatnya di provinsi Papua.
Taman nasional ini memiliki luas kawasan sebesar 2,4 juta ha sehingga menjadikannya sebagai taman nasional terbesar se-Asia Tenggara.
Di samping itu, kawasan ini juga merupakan perwakilan dari ekosistem untuk keanekaragaman hayati paling lengkap di Asia Tenggara dan Pasifik.
Secara administratif, Taman Nasional Lorentz termasuk ke dalam lima kabupaten, yaitu Kabupaten Asmat dan Kabupaten Yahukimo di sebelah timur, Kabupaten Mimika di sebelah barat, serta Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Puncak Jaya di sebelah utara.
Letak geografis kawasan ini adalah 136o 56’ sampai 139o 09’ BT dan 03o41’ sampai 05o30’ LS.
Meskipun letaknya berada di daerah tropis, tapi di Taman Nasional Lorentz ini mempunyai satu dari tiga kawasan dunia yang memiliki gletser di daerah tropis.
2. Iklim dan Topografi Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz membentang dari puncak Gunung Jayawijaya yang diselimuti oleh salju abadi dengan tinggi 5.030 mdpl hingga perairan dengan hutan bakau di laut Arafura.
Hal tersebut menjadikan kawasan ini sebagai kawasan yang memiliki kekayaan ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati.
Taman nasional ini menyimpan spektrum ekologis menakjubkan dari masing masing kawasan vegetasinya, yaitu alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, hingga lahan basah.
2.1 Iklim Taman Nasional Lorentz
Taman nasional ini termasuk ke dalam tipe iklim A berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson dengan curah hujan tinggi yaitu 3.700 sampai 10.000 mm per tahun.
Temperatur udara di dataran rendah berkisar antara 29oC sampai 32oC.
Sementara itu di Puncak Jaya, terdapat keunikan adanya gletser yang biasanya tidak ada di daerah tropis.
2.2 Topografi Taman Nasional Lorentz
Topografi Taman Nasional Lorentz terbentuk dari pantai di dataran rendah hingga pegunungan dataran tinggi.
Dataran alluvial pantai yang sangat luas di bagian selatan taman nasional serta bagian tengahnya yang berbentuk pegunungan merupakan ciri khas dari Taman Nasional Lorentz.
Struktur geologi yang kompleks pada kawasan ini terbentuk akibat lempeng australia dan lempeng pasifik yang saling berinteraksi.
Komposisi dan struktur batuan yang ada di bagian pegunungan berasal dari zaman prasejarah.
Puncak tertinggi dari pegunungan dan lereng di bagian selatan terbentuk dari lereng campuran kerak benua Australia dengan bagian bawah palcozoic dari Zaman Tasman Orogen.
Keduanya berubah bentuk dan bersedimentasi pada Zaman Holosen.
Permukaan selatan yang terendam terbentuk dari batuan alluvial pada Zaman Neogen dan Kuarter, sedangkan lereng dan kaki bukit bagian selatan memiliki lapisan tebal yang berasal dari batuan Silurian atau Devonian hingga Permain.
Batuan penyusun komposisi geologi, seperti batuan lempung, shale, batuan pasir, konglomerat, dan batuan volkanik tersebut sebagian besar sudah mengalami perubahan bentuk.
Batuan sedimen setebal 2.000 meter menjadi penyusun utama bagian tertinggi dari kawasan pegunungan.
Komposisinya tersusun atas campuran dari batuan gamping, marl, dan batuan pasir.
Semua batuan sedimen ini terdapat di daerah pasang surut perairan laut.
[read more]
3. Sejarah Taman Nasional Lorentz
Wilayah ini dikukuhkan pada tahun 1997 dan berubah statusnya menjadi Taman Nasional Lorentz.
Sejarah kawasan ini berawal dari ekspedisi yang dipimpin Dr. H.A. Lorentz pada tahun 1909 dan ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz tahun 1919 pada masa pemerintahan Belanda.
Pemerintah Indonesia menetapkan wilayah tersebut sebagai Cagar Alam seluas 2.150.000 ha dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 44/Kpts/Um/I/1978 pada tanggal 25 Januari 1978.
Taman Nasional Lorentz secara resmi ditetapkan dengan luas 2.505.600 ha pada tanggal 19 Maret 1997.
Namun luas tersebut dikurangi sekitar 150.000 ha untuk ijin eksplorasi minyak dan gas yang dimiliki oleh Conoco.
Kawasan Lorentz ditetapkan sebagai situs warisan dunia pada tanggal 12 Desember 1999 dengan luas 2.350.000 ha berdasarkan Surat WHG/74/409.1/NI/CS.
4. Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem
Taman Nasional Lorentz merupakan taman nasional yang masih terjaga keasrian dan keaslian ekosistemnya.
Wilayah seluas 2,4 juta ha ini memiliki 34 tipe vegetasi, antara lain
- hutan rawa,
- hutan tepi sungai,
- hutan sagu,
- hutan gambut,
- hutan hujan lahan datar,
- hutan kerangas,
- hutan pantai pasir karang,
- hutan hujan bukit,
- hutan pegunungan,
- padang rumput, serta
- lumut kerak.
Sebagai kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, Taman Nasional Lorentz masih belum terjamah manusia sehingga fasilitas dan sarana untuk pengunjung masih sangat terbatas.
Di samping itu, masih terdapat objek wisata yang masih belum diidentifikasi dan dikembangkan oleh pengelola setempat.
4.1 Keanekaragaman Flora dan Ekosistem
Keanekaragaman flora Taman Nasional Lorentz sangat tinggi mulai dari tipe vegetasi alpin beriklim salju hingga tumbuhan lahan basah wilayah dataran rendah.
Jenis flora di zona pegunungan, alpin, dan sub-alpin menunjukkan endemisme yang tinggi di gunung Trikora dan sebagian gunung Jaya Wijaya.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 1990 mengkategorikan bahwa wilayah ini termasuk salah satu pusat keanekaragaman flora di Indonesia.
Keanekaragaman flora di Taman Nasional Lorentz dibagi menjadi lima zonasi menurut ketinggian, yaitu zona dataran rendah, zona pegunungan, zona sub-alpin, zona alpin, dan zona nival.
Masing masing zona dibagi menjadi beberapa subzona berdasarkan fisiografis, perubahan fisionomi, dan floristik.
Proses identifikasi akan terus berlanjut seiring dengan pembangunan fasilitas pendukung kawasan pariwisata.
Jenis flora di taman nasional ini sangat beragam, antara lain bakau (Rhizopora apiculata), nipah (Nypa fruticans), Colocasia esculenta, Podocarpus pilgeri, Pandanus julianettii, Avicennia marina, dan Nauclea coadunata.
Sub-zona rawa pasang surut didominasi oleh rawa hutan bakau dan nipah yang dipengaruhi oleh pasang surut perairan di sepanjang aliran sungai.
Tumbuhan kantung karnivora (Nephantes spp.) juga ditemukan di sub-zona ketinggian teras terpotong pada ketinggian 100 hingga 650 mdpl.
Tumbuhan pakis lebih banyak ditemukan di sub-zona pegunungan bawah serta hidup berdampingan dengan tumbuhan dari genus Castanopsis, Lithocarpus, Sloanea, dan Cryptocarya.
Pada ketinggian 600 hingga 2.300 mdpl, pohon peneduh yang tumbuh banyak berasal dari famili Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan Myrtaceae.
Tumbuhan bawah yang terdapat pada wilayah ini meliputi Astronia, Symlocos, Drymis, Pittospermum, Garcinia, Polyosomo, Sericolea, Prunus, dan Araliaceae.
Hutan konifer yang tumbuh pada ketinggian 2.400 mdpl terdiri dari genus Podocarpus, Darycarpus, Papuacerdus, Phyllocladus, dan Arocaria.
Zona alpin yang berada di ketinggian 4.170 hingga 4.585 mdpl memiliki vegetasi yang meliputi komunitas yang tumbuh di atas semak tinggi.
Bentuk vegetasi ini berupa padang rumput, kerangas, dan tundra.
Rumput yang mendominasi adalah jenis Agrostis reinwardtii, Deyeeuxia brassi, Anthoxantium angustum, Monostachya oreoboloides, dan Poa callosa.
Vegetasi yang tumbuh pada ketinggian 4.230 sampai 4.600 mdpl didominasi oleh lumut dan herba karena adanya lelehan es secara terus menerus selama 30 tahun terakhir.
4.2 Keanekaragaman Fauna
Keanekaragaman fauna di taman nasional ini tidak kalah dengan floranya.
Tercatat keanekaragaman fauna yang mendiami kawasan ini mencapai 630 jenis burung dan 123 mamalia.
Taman Nasional Lorentz memiliki beberapa jenis burung khas, yaitu
- 2 jenis kasuari,
- 4 megapoda,
- 31 jenis merpati,
- 30 jenis kakatua,
- 13 jenis burung udang,
- 29 jenis burung madu, dan
- 20 jenis endemik di antaranya Puyuh salju (Anurophasis monorthonyx) dan Cendrawasih ekor panjang (Paradigalla caruneulata).
Puyuh salju (Anurophasis monorthonyx) merupakan salah satu sawa endemik yang kini sulit ditemukan.
Ia hanya tinggal pada ketinggian 3.000 sampai 4.200 mdpl.
Populasinya menurun seiring berjalannya waktu sehingga IUCN memasukkannya ke dalam kategori Near Threatened atau nyaris terancam punah.
Hal tersebut juga terjadi pada jenis burung cendrawasih elok yang sudah jarang terlihat di Taman Nasional Lorentz.
Para Ahli Mamalogi menilai taman nasional ini sebagai daerah paling penting bagi varietas mamalia di Melanesia.
Sebesar 10 sampai 25 persen tercatat sebagai temuan jenis baru untuk Irian Jaya selama proses survei berlangsung.
Jenis satwa baru dan langka antara lain kangguru pohon (Dendrolagus mbaiso dan Dendrolagus dorianus), tikus genus Stenomys, tikus raksasa (Mallomys aroaensis dan Mallomys istapantap), dan lain-lain.
Pihak pengelola telah mengidentifikasi sebanyak 64 jenis mamalia yang hidup di Taman Nasional Lorentz dan diperkirakan terdapat 90 hingga 100 jenis yang dapat hidup di dalamnya.
Meskipun 70 persen dari Taman Nasional Lorentz adalah hutan perawan, tetapi terdapat beberapa potensi ancaman kerusakan yang berdampak pada ekosistem di dalamnya.
Wilayah yang sangat luas menjadi faktor penghambat bagi pengelola untuk mengawasi seluruh kegiatas di taman nasional.
Masalah yang masih menjadi perhatian pengelola adalah sering terjadinya aksi penebangan pohon dan perburuan liar.
Hal tersebut akan menyebabkan hilangnya kestabilan ekosistem dan mengganggu habitat asli satwa liar.
5. Masyarakat Sekitar Taman Nasional
Taman Nasional Lorentz merupakan wilayah yang ditempati dengan beragam budaya dan suku yang mengagumkan.
Diperkirakan kebudayaan tersebut sudah ada sejak 30.000 tahun lalu.
Terdapat sembilan kelompok suku yang tersebar di Taman Nasional Lorentz, yaitu Suku Asmat, Suku Nduga, Suku Somahai, Suku Dani, Suku Dani Barat atau Lani, Suku Moni atau Dem, Suku Amungme atau Damal, Suku Sempan, dan Suku Komoro.
Suku Asmat, sebagai masyarakat adat setempat yang mahir memahat patung, sebagian besar menjadikan sumber daya alam di Taman Nasional Lorentz menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Suku ini sangat identik dengan hutan atau pohon yang dianggap sebagai tempat hidup para arwah nenek moyang mereka.
Mereka percaya bahwa batang pohon melambangkan tubuh manusia, dahan dan cabang sebagai lengan, serta buah sebagai kepala mereka.
Suku ini tidak hanya mengormati pohon saja, tapi juga sungai, gunung, dan lain-lain.
Suku ini sangat terkenal di mancanegara karena seni patung yang sangat unik, artistik, dan memesona sehingga disebut juga sebagai hasil karya budaya dunia.
Patung-patung hasil karya putra-putri Asmat yang bernilai tinggi kerap mendominasi di acara pesta budaya suku Asmat yang berlangsung pada setiap awal Oktober.
Sementara itu, masyarakat lokal Papua ikut menjaga dan melindungi budaya serta adat agar tidak hilang seiring terjadinya modernisasi.
Desa yang berbatasan langsung dengan wilayah luar kawasan taman nasional dijadikan zona penyangga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan kawasan Taman Nasional Lorentz.
Masih terdapat kemungkinan adanya masyarakat yang hidup terpencil di hutan belantara Taman Nasional Lorentz yang masih tidak berhubungan dengan manusia modern.
Masyarakat setempat masih memanfaatkan alam secara lestari berdasarkan adat istiadat setempat, seperti menggunakan panah untuk berburu.
6. Potensi Wisata Alam Taman Nasional Lorentz
Taman Nasional Lorentz yang memiliki kekayaan hayati terbesar se-Asia Tenggara menyimpan berbagai keindahan alam di dalamnya.
Flora dan fauna asli Papua yang memiliki ciri khas Papua berpadu dengan keindahan komponen abiotik di kawasan tersebut.
Tidak jarang keindahan hutan bagian timur Indonesia ini menjadi pilihan liburan para wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.
Kawasan wisata ini memiliki beberapa spot berpiknik ditambah dengan pemandangan yang menakjubkan bahkan dari gerbang masuk pertama untuk wisatawan.
Anda dapat melakukan berbagai aktivitas di Taman Nasional Lorentz, seperti mendaki ke Cartensz, pergi ke danau, bermain di pantai, bahkan hanya untuk menikmati pemandangan sekitar.
Potensi wisata alam Taman Nasional Lorentz sangat banyak dan perlu dikembangkan. Keindahan panorama pantai hutan bakau dan nipah yang menghiasi sungai dan panorama gletser di Puncak Cartensz menjadi ciri khas taman nasional ini.
Terdapat tiga danau yang menyimpan sejuta keindahan di sekitar kawasan gunung Jayawijaya, yaitu Danau Larson, Danau Dyscovery, dan Danau Hoguyugu.
Ditambah danau Habema yang berada pada ketinggian 3.335 mdpl, memiliki potensi keanekaragaman hayati yang unik.
Danau-danau tersebut menjadi bagian dari Taman Nasional Lorentz dan menambah keindahan di dalamnya.
Wilayah yang memiliki pepohonan yang rimbun juga menjadi sebuah pemandangan yang memanjakan mata, apalagi ditambah dengan sungai besar dan kecil yang berseling di antara pepohonan tersebut.
Aliran sungai ini membentuk air terjun di beberapa titik taman nasional.
Sebagian dari aliran ini akan membentuk sungai bawah tanah yang mengalir memasuki bumi Papua.
7. Fasilitas Taman Nasional
Fasilitas yang terdapat di Taman Nasional Lorentz masih terbilang belum lengkap karena masih dalam proses pengembangan oleh pihak pengelola.
Anda memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk berlibur ke taman nasional ini.
Meskipun tidak diperlukan biaya untuk masuk ke taman nasional, namun diperlukan biaya transportasi untuk mencapai kawasan ini.
Waktu terbaik untuk mengunjungi taman nasional ini adalah bulan Agustus sampai Desember.
Untuk mencapai taman nasional ini, Anda harus menggunakan penerbangan perintis dari kota Timika ke bagian Utara.
Perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal laut ke bagian selatan melalui Pelabuhan Sawa Erma dan dilanjutkan melewati jalan setapak.
Setelah sampai di kota Wamena bagian selatan kawasan dilanjutkan dengan kendaraan mobil menuju Danau Habema.
Lalu perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Puncak Trikora.
Taman nasional yang masih memiliki kawasan asli ini patut dijaga keindahannya. Keindahan pesona alam di kawasan ini menambah daya tarik wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia, khususnya Papua.
Mari kita menjaga keaslian kawasan ini!
[/read]