Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) merupakan taman nasional yang terletak di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sungai Kapuas sebagai sungai terpanjang di Indonesia mengalir melewati kawasan taman nasional ini.
Sungai terpanjang ini menyimpan banyak cerita kehidupan di setiap sisinya baik kehidupan manusia maupun alam liarnya termasuk kehidupan di TNDS.
Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi.
TNDS dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Danau Sentarum merupakan daerah danau terbuka, hutan rawa gambut musiman dan rawa air tawar, serta hutan dataran rendah. Danau tersebut unik karena akan kering pada musim kering yang ekstrem seperti peristiwa El Nino dan meninggalkan ikan di kolam dan saluran kecil.
TNDS adalah “situs monumental” karena merupakan satu-satunya hutan rawa gambut yang tidak terganggu dan merupakan gambut tropis tertua di dunia.
Daerah lahan basah seperti Danau Sentarum ini mempunyai peran yang sangat penting sebagai penyangga banjir di sekitar Sungai Kapuas.
1. Lokasi Taman Nasional Danau Sentarum
Secara administratif TNDS terletak di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat dan berjarak kurang lebih sekitar 700 km dari Pontianak. Kawasan TNDS terletak di 7 kecamatan yaitu Kecamatan Batang Lupar, Badau, Embau, Bunut Hilir, Suhaid, Selimbau, dan Semitau.
Sedangkan secara geografis TNDS terletak di antara 00o45′-01o02′ LU dan 111o55′-112o26′ BT atau berjarak sekitar 100 km di sebelah utara garis ekuator.
Danau Sentarum terletak di cekungan datar (lebak lebung) atau daerah hamparan banjir yang dikelilingi oleh jajaran pegunungan, yaitu Pegunungan Lanjak di sebelah Utara, Pegunungan Muller di Timur, Dataran Tinggi Madi di Selatan, dan Pegunungan Kelingkang di sebelah Barat.
Kawasan Danau Sentarum menjadi daerah tangkapan air dari jajaran pegunungan di sekitarnya dan dari luapan Sungai Kapuas yang mempunyai fungsi tata air sangat penting.
2. Kondisi Biofisik
Daerah Danau Sentarum didominasi oleh sedimen kuarter tanah liat, pasir halus, dan gambut. Selain itu terdapat singkapan batuan di rawa-rawa dan di rentang ke utara, serta formasi tersier batu pasir arkosic outcroppings di sekitarnya. Bahan induk yang berupa tanah berpasir dikenal miskin nutrisi dan kurang subur.
Terdapat dua tipe hutan secara umum yaitu hutan rawa dan hutan lahan kering. Hutan rawa terdapat di sepanjang tepi Danau Sentarum. Empat jenis hutan rawa di Danau Sentarum yaitu dwarf swamp forest, stunted swamp forest, hutan rawa tinggi, dan hutan riparian.
Hutan lahan kering berada di perbukitan antara 140-750 mdpl dan di dataran tinggi yang bergelombang. Hutan lahan kering terdiri dari vegetasi sekunder, hutan perbukitan, dan hutan kerangas.
LIPI (2015) merangkum tipe habitat dalam kawasan TNDS berdasarkan pengetahuan dari masyarakat sekitar sebagai berikut:
[read more]
2.1 Hutan Rapak Gelgah/ Hutan Rawa Kerdil (Dwarf Swamp Forest)
Terdapat pohon setinggi 5-8 m dan tergenang selama 8-11 bulan dalam setahun. Hutan ini ditandai dengan banyaknya Putat (Baringtonia acutangula), Mentagis (Ixora mentangis), Kayu Tahun (Carallia bracteata), dan Kebesi (Memecylon edule).
2.2 Hutan Gelagah/ Hutan Rawa Terhalang (Stunted Swamp Forest)
Tumbuhannya kerdil setinggi 10–15 m. Setiap tahun terendam setinggi 3–4 m selama 4–7 bulan sehingga hanya terlihat tajuknya saja. Pohon yang dominan adalah Kamsia yang banyak ditumbuhi epifit, Menungau (Vatica menungau), Kenarin (Diospyros coriacea), dan Menungau (Vatica menungau).
2.3 Hutan Pepah/ Hutan Rawa Tegakan/ Hutan Rawa Tinggi
Tumbuhannya agak tinggi yaitu dapat mencapai 25–35 m. Pada saat banjir paling tinggi hutan ini tergenang antara 1–3 m selama 2–4 bulan. Ditumbuhi oleh pohon kelansau, emang, dan melaban.
2.4 Hutan Tepian/ Hutan Riparian
Merupakan hutan di tepian sungai besar. Hutan ini terkadang tergenang selama enam bulan dalam setahun. Jenis yang tumbuh seperti rengas merah (Gluta renghas) dan tembesu (Fagrarea fagrans).
2.5 Hutan Rawa Gambut
Terdapat pada daerah yang agak tinggi, tergenang selama 1–4 bulan setahun dengan tinggi genangan kurang dari 1,5 m. Jenis tumbuhan yang ada seperti Bintangur (Callophylum spp.), Kapur (Dryobalanops abnormis), dan Terindak (Shorea seminis).
2.6 Hutan Dataran Rendah Perbukitan
Didominasi oleh jenis-jenis dari famili Dipterocarpaceae perbukitan rendah seperti tengkawang rambai (Shorea smithiana), resak (Vatica micrantha), keruing, dan tempurau (Dipterocarpus spp).
2.7 Hutan Kerangas (Heath Forest)
Tumbuhannya agak kerdil dengan tinggi sekitar 20–26 m, diameter batang kecil (kurus) menyerupai pohon pada tingkat tiang, tanah berpasir, dan miskin unsur hara.
3. Status Kawasan
Kawasan Danau Sentarum pertama kali ditetapkan sebagai kawasan Suaka Alam dengan status sebagai Cagar Alam pada tahun 1981 melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No. 2240/DJ/I/1981 tanggal 15 Juni 1981 dengan luas 80.000 ha. Daerah Danau Sentarum kemudian ditetapkan menjadi kawasan Suaka Alam berupa Suaka Margasatwa pada tahun 1982 dengan Surat Keputusan No. 757/Kpts/Um/10/1982 dengan luas 80.000 ha.
Awalnya daerah ini dikelola oleh Departemen Kehutanan yang diwakili oleh kantor Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat. Pada tahun 1994, Suaka Margasatwa Danau Sentarum ditetapkan menjadi situs Ramsar (Ramsar List of Wetlands of International Importance) kedua di Indonesia karena merupakan salah satu wakil daerah hamparan banjir (lebak lebung, floodplain) yang sangat penting bagi bumi.
Pada tahun 1996, kawasan tersebut diperluas menjadi 132.000 ha dan mencakup beberapa bukit di sekitarnya. Kawasan Suaka Margasatwa Danau Sentarum berubah menjadi kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 34/KptsII/1999 pada tanggal 4 Februari 1999 dengan luas zona inti 132.000 ha dan zona penyangga yang belum secara resmi didefinisikan.
Pada tanggal 1 Februari 2007 melalui Peraturan Menteri Kehutanan No P.03/Menhut-II/2007, secara legalitas awal berdirinya Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional Danau Sentarum yang berkantor di Kabupaten Sintang. Saat ini TNDS dikelola oleh Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) yang merupakan unit pengelola penyelenggaraan konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem.
Kawasan TNDS termasuk dalam inisiasi Heart of Borneo (HoB) yang dideklarasikan pada tahun 2007. HoB yang merupakan inisiatif tiga negara yaitu Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo yang didasarkan pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
TNDS dikukuhkan menjadi cagar biosfer baru bersamaan dengan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dengan nama Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu. Pengukuhan ini dilakukan pada tanggal 25 Juli 2018 pada sidang ke-30 International Coordinating Council (ICC) Man and Biosphere (MAB) UNESCO di Palembang.
4. Kondisi Klimatik
Kawasan TNDS selalu beriklim basah dan lembab (ever-wet climate) sehingga sangat mendukung perkembangan keanekaragaman hayati. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan terjadinya pembentukan gambut pada zaman es terakhir. Pada waktu itu, diperkirakan bahwa kondisi iklim di paparan Sunda lebih kering dengan curah hujan kurang dari 50% dibandingkan curah hujan sekarang.
Saat ini sekitar 9-10 bulan dalam setahun kondisi kawasan yang sebagian besar merupakan dataran rendah berupa cekungan (lebak lebung) akan terendam dengan kedalaman antara 6–14 m. Pada musim kemarau panjang sebagian besar danau kering. Hanya danau permanen yang masih terisi air.
5. Flora
TNDS menjadi habitat bagi berbagai jenis flora langka dan dilindungi. Banyak penelitian mencatat bahwa hingga saat ini terdapat 675 spesies flora yang tergolong dalam 97 famili.
Beberapa jenis tumbuhan yang ada antara lain Caesaria spp., Croton cf ensifolius, Dichilanthe borneensis, Eugenia ambigua, Helicia cf petiolaris, Korthlsella cf germinans, Microcos cf stylocarpus, Rhodoleia spp., Ternstroemia cf toguian, dan Vatica cf umbronata, Dichilanthe borneensis, Menungau (Vatica menungau), Putat (Baringtonia acutangula), Kayu Tahun (Carallia bracteata), Rengas (Gluta rengas), Kawi (Shorea balangeran), Ramin (Gonystylus bancanus), Ransa (Eugeissona ambigua), dan sebagainya.
Di Danau Sentarum juga terdapat jenis tumbuhan yang sama dengan tumbuhan endemik yang ada di Amazon yaitu pohon Pungguk (Crateva religiosa).
6. Fauna
Data yang direkam menunjukkan bahwa ada lebih dari 260 spesies ikan, 300 jenis burung, 11 jenis kura-kura, dan 3 spesies buaya yang terdapat di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.
Berbagai penelitian menyebutkan keberadaan beberapa fauna di TNDS sebagai berikut:
6.1 Ikan
Ikan air tawar di TNDS meliputi 265 spesies yang sudah teridentifikasi mulai dari yang berukuran kecil sekitar 1 cm yaitu ikan linut (Sundasalax cf. Microps) hingga ikan tapah (Wallago leeri) yang dapat mencapai ukuran lebih dari 200 cm.
Jenis ikan untuk konsumsi contohnya ikan toman, lais, belida, jelawat, dan patin. Jenis ikan hias misalnya ikan ulanguli (Botia macracantho) dan ikan siluk merah super/ arwana super merah (Scleropages formosus). Beberapa jenis merupakan jenis endemik dan dilindungi serta masuk dalam lampiran CITES.
6.2 Mamalia
TNDS memiliki 147 jenis mamalia yang mencakup 67% dari 222 jenis mamalia yang terdapat di Kalimantan. Sebagian besar jenis mamalia yang ada di kawasan ini merupakan jenis endemik, langka atau menjelang kepunahan seperti bekantan (Nasalis larvatus), kepuh (Presbytis melalaphos cruniger), orang utan kalimantan (Pongo pygmaeus), ungko tangan hitam (Hyobates agilis), kelempiau kalimantan (Hylobates muelleri), dan macan dahan (Neofelis nebulosa).
6.3 Burung
Di kawasan TNDS terdapat 310 jenis burung atau 20% dari 1.519 jenis burung yang ada di Indonesia dan termasuk jenis langka yang dilindungi secara internasional seperti burung bangau hutan rawa (Ciconia stormi), ruwai (Argusianus argus) dan beluk ketupa (Ketupa ketupa), Bangau Tuntong (Leptoptilus avanicus), 8 jenis Rangkong (Bucerotidae), dan karau paruh merah (Ciconia stormi).
6.4 Reptil
Sebanyak 31 kelompok hewan melata atau Reptilia hidup di Danau Sentarum. Delapan jenis di antaranya merupakan jenis dilindungi seperti buaya muara (Crocodylus porosus), buaya sinyulong (Tomistoma schlegelli), labi-labi, ular, biawak, dan lain-lain. Buaya katak atau buaya rabin (Crocodylus raninus) yang di Asia telah dinyatakan punah sejak 150 tahun yang lalu diperkirakan masih ditemukan di kawasan ini.
7. Masyarakat
Masyarakat yang tinggal di sekitar TNDS merupakan masyarakat Melayu dan Dayak.
7.1 Masyarakat Melayu
Terdapat lebih dari 45 dusun permanen dan 10 dusun musiman yang tersebar di dalam kawasan TNDS sejak sebelum abad 18. Menurut batas-batas kawasan yang ada saat ini mencakup bagian tidak kurang dari 5 kerajaan yaitu masyarakat Melayu tinggal di rumah lanting (rumah terapung), rumah jangkung (tiang tongkat rumah tinggi), dan rumah perahu (motor bandung/kelotok).
Mata pencaharian mayoritas masyarakat Melayu adalah nelayan dengan berbagai kegiatan antara lain menjala, memukat, memasang sentaban (jebakan ikan), memelihara ikan dalam karamba serta mengumpulkan ikan-ikan hias. Hasil panen ikan dari kawasan Danau Sentarum diperkirakan antara 5–6 milyar per tahun.
Selain itu sebagian masyarakat bermata pencaharian sebagai peternak lebah madu liar (Apis dorsata) sejak ratusan tahun lalu dengan hasil berkisar 10-20 ton atau senilai 250-500 juta per tahun. Hal yang unik dalam ternak madu adalah pengambilan madu yang dilakukan secara tradisional melalui 3 cara yaitu tikung (sarang buatan), lalau (lebah bersarang di kayu besar), dan rapak (lebah yang bersarang di sembarang tempat). Madu yang dihasilkan dari Danau Sentarum telah diakui asli oleh dunia dengan sertifikat dari BIOCERT.
7.2 Masyarakat Dayak
Daerah sekitar batas kawasan dan daratan perbukitan TNDS dihuni oleh masyarakat Dayak suku Iban, Kantuk, dan Embaloh. Sebagian besar mereka bermata pencaharian sebagai petani ladang, pemburu, berkebun karet, dan menanam buah-buahan.
Masyarakat Dayak yang hidup di hulu sungai atau dekat dengan Danau Sentarum bekerja sebagai petani ladang dan menangkap ikan serta labi-labi. Masyarakat Dayak umumnya tinggal di rumah-rumah Betang (rumah panjang) dan sebagian kecil membangun rumah secara terpisah.
8. Tantangan
Taman Nasional Danau Sentarum menjadi ekosistem yang rapuh dan tidak pernah luput dari permasalahan baik yang sudah terjadi maupun yang mengancamnya. Masalah-masalah tersebut meliputi perubahan iklim yang menyebabkan musim kemarau lebih panjang, degradasi kualitas lingkungan, penebangan liar, penurunan populasi ikan, penurunan kualitas air, fluktuasi level air yang tidak menentu, kebakaran hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, ekowisata, dan konflik vertikal serta horizontal. Namun demikian berbagai studi dan usaha terus menerus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan TNDS. Tantangan ini sudah sepatutnya dihadapi oleh semua pihak.
Menarik bukan? Bagi kamu yang tertarik untuk berkunjung kesana baik untuk berlibur maupun untuk studi, ada baiknya pahami dulu tata tertib masuk kawasan TNDS. Jangan lupa siapkan juga akomodasi dan bekal perjalanannya.
Referensi:
Anshori, G.Z. 2006. Dapatkah Pengelolaan Kolaboratif Menyelamatkan Taman Nasional Danau Sentarum? Jakarta: CIFOR.
Colfer, C.J.P. dan Ivonne Byron. 2001. People Managing Forests: The Link Between Human Well-Being and Sustainability. Bogor: CIFOR.
Dennis, R.A., Erman, A., Stolle, F., and Applegate, G., in collaboration with Yayasan Dian Tama (West Kalimantan). 2000. The Underlying Cause and Impacts of Fires in South-east Asia: Site 5. Danau Sentarum, West Kalimantan Province, Indonesia. Jakarta: CIFOR, ICRAF, USAID, US Forest Service.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2018. Betung Kerihun & Danau Sentarum National Park. Diakses dari http://tnbkds.menlhk.go.id/index.php/profil/ sejarah-kawasan/2-uncategorised/40-simaksi-online.html pada tanggal 16 Oktober 2018.
Onrizal, Kusmana, C., Saharjo, B.H., Handayani, I.P., dan Tsuyoshi Kato. 2005. Review: Social and Environmental Issues of Danau Sentarum National Park, West Kalimantan. Jurnal Biodiversitas 6(3): 220-223.
Primus, J. 2016. Sentarum, Danau bagi Para Pencari Keseimbangan Hidup. Diakses dari https://travel.kompas.com/read/2016/10/07/063100627/ sentarum.danau.bagi.para.pencari.keseimbangan.hidup pada tanggal 16 Oktober 2018.
Statistik. Taman Nasional Danau Sentarum. Diakses dari http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/ D_Sentarum.pdf pada tanggal 11 Oktober 2018.
Suryanto. 2017. Berwisata ke Taman Nasional Danau Sentarum. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/661800/berwisata -ke-taman-nasional-danau-sentarum pada tanggal 16 Oktober 2018.
Widodo, M.L., Soekmadi, R., dan Arifin, H.S. 2018. Analisis Stakeholders dalam Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Betung Kerihun Kabupaten Kapuas Hulu. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 8(1): 55-61.
World Widllife Fund. 2013. Heart of Borneo. Diakses dari http://heartofborneo.or.id/id/ tanggal 11 Oktober 2018.
World Wildlife Fund. 2018. Betung Kerihun, Danau Sentarum dan Kapuas Hulu, Resmi Dikukuhkan Menjadi Cagar Biosfer Baru. Diakses dari https://www.wwf.or.id/ruang_pers/berita_fakta/?67283/ Betung-Kerihun-Danau-Sentarum-Kapuas-Hulu-Resmi-Dikukuhkan-menjadi- Cagar-Biosfer-Baru tanggal 11 Oktober 2018.
Editor: Mega Dinda Larasati
[/read]