Vegetasi adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersamaan pada suatu waktu dan tempat. Mekanisme kehidupan dalam vegetasi terdapat interaksi yang erat, baik di antara individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem hidup yang dinamis (Sagala 1997).
Vegetasi ini biasanya membentuk suatu ekosistem yang khas dan berbeda dengan ekosistem lainnya. Vegetasi ini pula yang mencirikan suatu ekosistem, misalkan di ekosistem savana vegetasi dominan adalah rumput-rumputan dan tanaman bawah, di ekosistem pegunungan bawah didominasi oleh vegetasi berupa pepohonan, dan di ekosistem mangrove memiliki contoh vegetasi tanaman yang tahan terhadap kadar garam yang cukup tinggi.
Bahasan dalam kaitannya dengan vegetasi mengenai skala spasial dan keanekaragaman hayati menjadi topik yang menarik di bidang ekologi. Salah satu alat yang paling penting mengenai bahasan ini adalah SAR (Species-Area Relationship). SAR secara mendalam menunjukan pola kelimpahan spesies dan pola spesies dalam hal distribusi (Tjorve et al. 2008).
Kajian mengenai spasial dan suatu spesies dalam suatu ekosistem merupakan kajian yang didalami dalam bidang analisis vegetasi. Analisis vegetasi menurut Greig-Smith (1983) adalah cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari masyarakat tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Analisis vegetasi memerlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut. Analisis vegetasi ini dapat memberikan informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Analisis kuantitatif meliputi, distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance). Analisis ini memerlukan suatu perkiraan atau estimasi. Hal tersebut dapat dibuat dengan observasi spesies tumbuhan pada tempat berbeda dalam habitat. Beberapa metode yang sering digunakan adalah metode kuadrat, metode lop, metode titik, dan metode transek. Dengan informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan, komunitas vegetasi dikelompokkan menjadi vegetasi iklim dan vegetasi tanah yang berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik (Ewusie 2000).
[read more]
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Bentuk petak contoh pada metode kuadrat pada dasarnya ada tiga macam yaitu bentuk lingkaran, bentuk bujur sangkar, dan bentuk persegi panjang. Ketiga bentuk petak contoh ini masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan (Kusmana 1997).
Analisis vegetasi yang di bahas kali ini mengenai hubungan spesies dengan luasan lingkungan. Hubungan antara jumlah spesies dan luasan lingkungan menunjukan suatu pola klasik ekologi yang difokuskan diteliti oleh para ilmuwan ekologi (Londono dan Tokeshi 2007).
Sebelum membahas lebih dalam mengenai analisis vegetasi spesies-area, kita harus memahami arti dari area dan kurva karena dua kata ini sangat erat berkaitan dengan analisis vegetasi.
Area adalah sebuah daerah yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan makhluk hidup, sedangkan kurva adalah suatu metode grafik yang digunakan untuk mempresentasikan data pada tabel kehidupan (Campbell et al. 2008).
Pokok bahasan dalam spesies-area mengenai penentuan luasan minimal yang bisa diambil sebagai contoh untuk bisa mewakili keseluruhan ekosistem yang akan dipelajari. Dengan demikian, pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu dan daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan yang disebut luas minimum (Odum 1998). Luasan minimum ini bisa didapatkan dengan analisis vegetasi kurva spesies-area (KSA). Menurut Draker et al. (2006), penghitungan spesies-area adalah hubungan antara area dan jumlah dari suatu spesies yang ditemukan di area tersebut yang secara representatif menunjukan pola keanekaragaman hayati.
Referensi
Campbell N A, Reece J B, Urry L A, Cain M L, Wasserman S A, Minorsky P V, Jackson R B. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta (ID): Erlangga.
Drakare S, Lennon J, Hillebrand H. 2006. The imprint of the geographical, evolutionary and ecological context on species–area relationships. Ecology Letters 9: 215–227.
Ewusie J Y. 2000. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung(ID): ITB.
Greig-Smith P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology Volume 9. Oxford(GB): Blackwell Scientific Publications.
Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Bogor(ID): PT. Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Londono C E, Tokeshi M. 2007. Testing scale variance in species-area and abudance-area relationship in a local assemblage: an example from a subtropical boulder shore. Popul Ecol (2007) 49:275-285.
Odum P E. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan Ir. Thahjono Samingan, M.Sc. Cet. 2. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.
Sagala E H P. 1997. Analisa Vegetasi Hutan Sibayak II pada Taman Hutan Rakyat Bukit Barisan Sumatera Utara. [SKRIPSI] Meda. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. USU.
Tjorve E, Kunin W E, Polce C, Tjorve K M C. 2008. Species-area relationship: separating the effects species abundance and spatial distribution. Journal of Ecology. (2008) 96:1141-1151.
[/read]