Menurut Landle dan Whittaker (2011), kelangkaan dapat berarti bahwa species memiliki kepadatan yang rendah, hidup dalam kondisi lingkungan yang sempit atau menempati wilayah geografis yang sempit.
Sejak tahun 1859, Charles Darwin telah mensinyalir bahwa kelangkaan merupakan tahap awal dari kepunahan spesies. Kelangkaan juga menjadi telah menjadi pusat perhatian dalam studi konservasi biologi dan merupakan dimensi penting dari keragaman hayati.
Faktor Penyebab Kelangkaan
Kelangkaan dapat terjadi karena dua penyebab utama yaitu penyebab alami/intrinsik dan penyebab atropogenik/ekstrinsik.
Penyebab Alami/ Intrinsik
Berasal dari karakterisik biologis atau ekologis yang melekat pada species tersebut, seperti sifat spesies dan sifat ekosistem (karakteristik habitat).
Penyebab Antropogenik/ Ekstrinsik
Berasal dari aktivitas manusia yang mengakibatkan terbatasanya distribusi dan kelimpahan suatu spesies yang tidak terkait dengan sifat-sifat biologisnya, seperti
- Konversi lahan yang mengakibatkan terjadinya kehilangan dan degradasi habitat,
- Percampuran biotik akibat introduksi species eksotik,
- Pemanfaatan populasi secara langsung dengan alasan pengendaian, pemenuhan kebutuhan subsisten adatu koleksi, dan
- Polusi yang mengubah siklus biokimia atau introduksi senyawa kimia organik sintesis.
Red List IUCN
Pada tahun 1984 International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) mengeluarkan IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN RED LIST yaitu daftar status kelangkaan species. IUCN RED LIST ini merupakan kategori yang digunakan IUCN dalam melakukan klasifikasi terhadap species species berbagai makhluk hidup yang terancam kepunahan.
Tujuan dari Red List IUCN ini sendiri adalah
- Menyediakan sistem yang dapat diterapkan secara konsisten oleh orang yang berbeda,
- Meningkatkan objektivitas dengan menyediakan panduan yang jelas kepada pengguna tentang bagaimana mengevaluasi berbagai faktor yang mempengaruhi resiko kepunahan,
- Memberikan sebuah sistem yang dapat memfasilitasi pembandingan pada berbagai taksa berbeda, dan
- Memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pengguna daftar spesies terancam punah tentang bagaimana klasifikasi species dilakukan.
[read more]
Kategori Kelangkaan Spesies
Punah (Extinct/EX)
Jika tidak terdapat suatu keraguan lagi bahwa individu terakhir telah mati. Contohnya adalah Harimau Jawa dan Harimau Bali.
Punah di alam (Extinct in the wild/EW)
Tidak ditemukan di habitat aslinya dan hanya diketahui hidup/ dipelihara di kebun binatang, penangkaran, atau terdapat sebagai populasi alami yang hidup diluar habitat aslinya.
Krisis (Critically endangered/CR)
Jika menghadapi resiko kepunahan yang sangat tinggi di alam dalam waktu dekat. Contoh spesies yang berstatus krisis adalah Badak Jawa dan Elang Jawa.
Genting (Endangered/EN)
Jika ia tidak tergolong kritis, namun mengalami kepunahan sangat tinggi di alam, contohnya Banteng, Anoa, dan Tarsus.
Rentan (Vurnalable/VU)
Jika tidak tergolong kritis/ genting namun mengalami resiko kepunahan tinggi di alam, contohnya Merak Hijau dan Kasuari.
Hampir terancam (Near Threatened/NT)
Jika tidak termasuk kategori rentang tetapi mendekati kategori tersebut. Contohnya adalah Alap-Alap Doria.
Kurang data (Data Decifient/DD)
Jika informasi yang tersedia tidak cukup untuk melakukan perkiraan, baik secara langsung maupun tidak langsung, mengenai distribusi dan/ status kelimpahan populasinya. Contoh: Punggok Papua.
Tidak dievaluasi (Not Evaluated/NE)
Jika tidak atau belum dinilai berdasarkan criteria diatas. Contohnya adalah spesies Punggok Tagian.
Itulah hal-hal yang harus kita ketahui mengenai status kelangkaan suatu flora maupun fauna. Hal ini menjadi penting karena beberapa spesies di alam sudah sangat rentan terhadap kepunahan. Sebut saja orang utan yang sering diburu dan badak jawa yang populasinya sangat sedikit.
Darilah itu marilah kita tetap menjaga flora dan fauna kita dari kepunahan dengan tetap mencintai lingkungan hidup kita.
Referensi:
Redaksi Forester Act
[/read]