Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satau kawasan perlindungan flora dan fauna terbesar di Asia Tenggara.

Diperkirakan terdapat 3.500 jenis flora di taman nasional ini.

Tumbuhan langka yang terdapat di dalam kawasan taman nasioanl antara lain dari jenis Rafflesia, yaitu Rafflesia acehensis dan Rafflesia zippelni.

Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) meliputi hutan rawa di pantai barat Aceh hingga ke kawasan hutan lebat tropis yang berada di dataran rendah bagian tengah.

Masyarakat dunia menyebut Taman Nasional Gunung Leuser sebagai salah satu paru-paru dunia.

Di dalam kawasan taman nasional hidup empat jenis hewan yang paling langka di dunia, yaitu harimau, badak, gajah, dan orang utan.

Dengan ketinggian lebih dari 1.500 mdpl menyebabkan hutan di kawasan taman nasional ini kaya akan berbagai spesies Anggrek.

Arus Deras di Sungai Alas

1. Letak dan Luas Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser secara geografis terletak antara 2° 55’ – 4° 5’ Lintang Utara dan 96° 30’ – 98° 35’ Bujur Timur. Kawasan ini terletak di pulau Sumatera dan mencakup dua provinsi, yaitu Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Taman nasional ini pula termasuk ke dalam 5 wilayah administratif, yaitu Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Langkat, dan Kabupaten Tanah Karo.

Taman nasional Gunung Leuser memiliki luas sebesar 1.094.692 hektare dengan batas kawasan sepanjang sekitar 850 km. Sebagian besar wilayah taman nasional ini berada di Pegunungan Bukit Barisan Aceh Tenggara dan sebagian yang lainnya berada di Aceh Timur, Aceh Selatan, dan Langkat.

Taman nasional ini membentang lebih dari 100 km sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dari pantai barat Sumatera di ujung barat daya hingga kurang dari 25 km pantai timur di ujung timur laut.

Taman Nasional Gunung Leuser mencakup Suaka Margasatwa Gunung Leuser (416.500 ha), Suaka Margasatwa Kappi (142.800 ha), Suaka Margasatwa Kluet (20.000 ha), Suaka Margasatwa Sikundur (60.000 ha), Suaka Margasatwa Langjat Selatan (82.985 ha), Taman Wisata Lawe Gurah (9.200 ha), Taman Wisata Sikundur (18.500 ha), serta Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas (292.707 ha).

[read more]

2. Iklim dan Topografi

Taman Nasional Gunung Leuser 2

Suhu udara rata-rata di kawasan taman nasional ini minimum adalah 21.1 °C dan maksimum 27.5 °C. Musim hujan berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang nyata. Curah hujan tertinggi tercatat 4.600 mm di sekitar barisan Leuser-Simpali dan Sibolangit, dan menjadi lebih rendah ke arah pantai (3.000-3.500 mm).

Curah hujan terendah tercatat di daerah Lembah Alas yaitu sebesar 1.300 mm. Tingkat curah hujan di kawasan ini bervariasi dan bergantung pada ketinggian, secara umum curah hujan berkisar antara 1.300-4.600 mm/tahun. Antara bulan Maret-April dan September-Oktober merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi yang tercatat selama dua periode di pantai barat.

Taman nasional ini memiliki kelembaban udara rata-rata sekitar 86,9%. Kelembapan udara di sini berkisar antara 62% sampai mendekati 100%.

Secara fisik kawasan ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu belahan timur dan belahan barat dengan dibatasi oleh celah yang dekat dengan Kutacane. Kawasan ini, terutama di bagian tengah dialiri oleh Sungai Alas dan Mammas dengan anak-anak sungai dari barisan Leuser-Simpali dan Alas sebelah barat.

3. Sejarah Kawasan

Secara berurutan berikut adalah sejarah kejadian yang berkaitan dengan Taman Nasional Gunung Leuser.

Waktu Deskripsi Kejadian Sejarah
9 Mei 1928 FC Van Heurn mengusulkan kepada pemerintah Belanda agar membentuk semacam taman nasional di daerah Aceh Barat. Kawasan yang diusulkan seluas 928.000 ha, meliputi seluruh dataran antara Alas, Kluet, dan Sungai Tripa, serta mencakup seluruh tipe ekosistem dari pantai hingga pegunungan.
Tahun 1934 Saat A Ph Van Ahen yang telah menjadi Gubernur Aceh kemudian mendirikan Suaka Alam bagian pertama dari Gunung Leuser sebagai Wildceservaat Goenoeng Leoser dengan luas 142.800 ha.
Tahun 1934-1938 Ditetapkan beberapa kawasan konservasi di wilayah tersebut, yaitu Suaka Margasatwa Gunung Leuser dengan luas 583.310 ha (SK No. 317/35), Suaka Margasatwa Kluet dengan luas 20.000 ha (SK ZB No. 122/AGR), Suaka Margasatwa Langkat, dan Suaka Margasatwa Sikundur.
Desember 1976 Kawasan konservasi di wilayah tersebut diperluas dengan ditambahkannya Suaka Margasatwa Kappi dengan luas 142.800 ha (Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 697/Kpts/Um/12/1976), Taman Wisata Sikundur, dan Taman Wisata Lawe Gurah.
6 Maret 1980 Berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/X/1980 dideklarasikan bahwa semua kawasan konservasi yang berada di wilayah Gunung Leuser digabung dengan kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi seluas 292.707 ha menjadi Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas sekitar 792.675 ha.

 

Selain itu, diumumkan juga empat Taman Nasional lain di Indonesia yang merupakan taman nasional pertama di Indonesia.

Tahun 1981 Kawasan taman nasional ini dinyatakan sebagai Cagar Biosfer oleh UNESCO setelah sebelumnya ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site) dan sebagai Sister Parks (kerja sama Indonesia-Malaysia).
23 Mei 1997 Dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-VI/1997 untuk mengukuhkan penetapan status kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dengan luas 1.094.692 ha.

4. Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem

Ekosistem Hutan di Taman Nasional

Taman Nasional Gunung Leuser menyimpan potensi kekayaan sumber daya hutan yang sangat melimpah. Hal ini dibuktikan dengan melimpahnya keanekaragaman hayati di kawasan ini. Lengkapnya biodiversitas di taman nasional ini juga disebabkan oleh lengkapnya jenis ekosistem yang ada.

4.1 Keanekaragaman Ekosistem Taman Nasional Gunung Leuser

Jenis ekosistem yang ada di taman nasional ini di antaranya adalah ekosistem mangrove (bakau), hutan hujan tropis dataran rendah, hutan tropis pegunungan hingga ekosistem pegunungan subalpin.

Sebagian besar kawasan hutan didominasi oleh jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae, seperti meranti, keruing, dan kapur. Salah satu jenis yang menonjol adalah kapur (Dryobalanops aromatica).

Ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang didominasi oleh pohon Dipterocarpaceae menutupi sekitar 12% kawasan dan hutan hujan submontana menutupi sekitar 48% kawasan yang terletak antara 600 hingga 1.500 mdpl.

Hutan hujan submontana ditandai dengan tajuk yang lebih rendah dengan tonjolan tertinggi kurang dari 30 m. Tumbuhan yang tumbuh di ekosistem ini di antaranya adalah Pirola sumatrana, Swerina bimaculatus, Valeriana, Ranunculus, Aenemona, dan Gentiana.

Pada ketinggian lebih dari 1.700 mdpl terdapat hutan lumut sejati yang dasar hutan dan pohon-pohonnya tertutupi oleh lumut.

Vegetasi rawa di Taman Nasional Gunung Leuser ditemukan pada lembah-lembah yang basah di sekitar ketinggian 2.000 mdpl. Vegetasinya ditandai oleh rumput-rumput rendah dan ilalang (Carex sp.), diselingi terna dan semak belukar yang kerdil seperti Rhododendron sp., Vaccinium sp., Parnassia sp., dan Gentiana sp..

4.2 Keanekaragaman Flora

Terdapat lebih dari 4.000 jenis tumbuhan, juga pohon buah yang dapat dimakan, antara lain durian hutan (Durio exyleyanus dan Durio zibethinus), jeruk hutan (Citrus macroptera), rambai/semacam buah menteng (Baccaurea montleyana), menteng (Baccaurea racemosa), duku (Lansium domesticum), rukem (Flacourtia rukem), rambutan hutan (Nephelium lappaceum), limus/semacam mangga (Mangifera foetida dan Mangifera guardrifolia). Jenis-jenis tersebut merupakan sumber plasma nutfah dan mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan.

Terdapat tiga jenis tumbuhan langka yang terkenal dan khas dari kawasan Gunung Leuser, yaitu Johanesteisjmania altifrons (pohon payung raksasa), Rafflesia atjehensis dan Rhizanthes zippelnii (liana berbunga parasit dengan diameter hingga 1.5 m), selain tiga tumbuhan di atas juga terdapat Anggrek Sepatu (Paphiopedilum liemianum), dan Kantong Semar (Nepenthes sp.).

4.3 Keanekaragaman Fauna

Harimau Sumatera yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser

Terdapat sekitar 387 jenis burung (350 jenis merupakan jenis yang menetap), lebih dari 127 jenis mamalia, 15 jenis tikus, 13 jenis kelelawar, dan 17 jenis bajing. Sedikitnya tercatat 89 jenis satwa langka di taman nasional ini.

Satwa langka yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) di antaranya adalah:

  • Mawas/Orang Utan (Pongo abelii)
  • Siamang (Hylobates syndactylus)
  • Gajah Sumatera (Eephas maximus sumatranus)
  • Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis)
  • Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
  • Kambing Hutan (Capricornis sumatraensis)
  • Rangkong (Buceros bicornis)
  • Rusa Sambar (Cervus unicolor)
  • Kucing Hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana)

Di antara jenis-jenis tersebut yang termasuk ke dalam satwa endemik adalah badak sumatera, harimau dan gajah sumatera. Selain itu, berikut adalah satwa endemik yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser

  • Kambing Gunung Sumatera (Capricornis sumatraensis)
  • Tupai (Callosciurus albescens)
  • Kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri)
  • Ungko/Kedih (Presbytis thomasi)
  • Tikus Hoogerwerfi (Rattus hoogerwerfi)

5. Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser

Kawasan ini secara budaya termasuk ke dalam lingkup budaya Aceh Selatan yang lebih dipengaruhi oleh budaya Minangkabau. Penduduk asli daerah ini terdiri atas dua kelompok etnik yang berbeda, yaitu Suku Alas dan Suku Gayo.

Di bagian Utara Lembah Alas dan gunung-gunung sebelah utara penduduknya kebanyakan termasuk ke dalam Suku Gayo. Suku Alas secara tradisional menghuni wilayah bagian selatan, khususnya Lembah Alas utama.

Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi migrasi, sehingga suku-suku lain pun terdapat di sekitar kawasan taman nasional ini. Masyarakat yang bermigrasi ini biasanya dari Suku Batak Karo, masyarakat Mandailing, Singkil, dan Jawa.

Perkampungan yang besar terdapat di Lembah Alas yang tidak lain adalah pasar Kutacane. Sejumlah daerah kantong (enclave) terdapat di sebelah utara kawasan sepanjang Kutacane sampai Jalan Blangkejeren. Blangkejeren dan Langkat merupakan daerah penyangga yang terletak tepat di luar perbatasan sebelah utara taman nasional.

Keragaman pemanfaatan lahan di daerah penyangga cukup tinggi. Dari segi parameter tekanan penduduk, kondisi lahan daerah penyangga cukup kritis. Kerusakan hutan di taman nasional ini disebabkan oleh adanya kegiatan-kegiatan seperti

  • kilang papan
  • pembuatan jalan yang melewati kawasan taman nasional
  • perambahan lahan
  • tekanan penduduk
  • tekanan sosial ekonomi
  • tekanan pembangunan
  • kurangnya pengertian dan kesadaran

6. Wisata Alam di Taman Nasional Gunung Leuser

Sungai Alas

Rafting di Sungai Alas Taman Nasional Gunung Leuser

Di dalam taman nasional terdapat Sungai Alas yang banyak digunakan wisatawan untuk berolahraga arung jeram. Anda penggemar olahraga arung jeram? Anda dapat mencoba keganasan Sungai Alas yang mengalir menuju Kabupaten Aceh Selatan sambil menikmati panorama keindahan alam hutan tropis Aceh dan perkampungan rakyat tradisional.

Hutan Rekreasi Gurah

Hutan Rekreasi Gurah atau Taman Wisata Lawe Gurah memiliki lokasi yang menarik, selain panorama alamnya yang indah. Di sini terdapat sumber mata air panas, danau, air terjun, pengamatan satwa dan tumbuh-tumbuhan.

Pengelola hutan wisata ini membangun jalur jalan untuk pengunjung yang menyukai trekking dan juga menara pandang agar wisatawan dapat mengamati kehidupan hutan hujan Leuser. Kawasan trekking di hutan wisata ini dimulai dari Gurah hingga ke sumber mata air panas di dekat Sungai Alas dengan waktu tempuh selama dua jam dan jarak tempuh sekitar 5 km atau ke kawasan air terjun pada jarak sekitar 6 km.

Pengunjung juga dapat bermalam di perkemahan yang berada di kawasan hutan wisata ini. Penginapan (guest home) terdapat di Gurah dan Balailutu.

Hutan Wisata Sekundur

Hutan Wisata Sekundur

Hutan wisata ini memiliki luas 18.500 ha dan terletak di Sekundur, Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Destinasi wisata alam yang bisa kita coba di antaranya gua-gua alam dan panorama alam yang masih sangat alami. Selian itu, kita juga dapat bertemu dengan berbagai satwa liar, seperti gajah, rusa, dan burung-burung khas TNGL. Daerah ini juga merupakan camping ground yang sangat baik sehingga kita dapat melakukan aktivitas nuansa alam di sini.

Suaka Margasatwa Kluet

Suaka margasatwa ini memiliki luas sekitar 20.000 ha dan terletak di Aceh Selatan, Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Ekosistem di suaka margasatwa ini dominan adalah ekosistem hutan pantai. Kegiatan yang dapat dilakukan di sini di antaranya adalah bersampan di sungai atau danau, melihat panorama hutan pantai, dan menjelajah gua alam. Namun, di daerah sini kita harus lebih berhati-hati karena di sini merupakan habitat dari Harimau Sumatera.

Stasiun Rehabilitasi Orangutan Bahorok

Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok di Taman Nasional Gunung Leuser

Stasiun rehabilitasi Orangutan Bahorok memiliki luas 200 ha dan terletak di Bahorok-Bukit Lawang, Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Selain Orangutan, di sini juga terdapat berbagai jenis burung dan primata lainnya. Lokasi ini berjarak sekitar 96 km atau sekitar 2,5 jam perjalanan dengan menggunakan transportasi umum dari Terminal Pinang Baris, Medan.

Gunung Kemiri

Gunung Kemiri di TNGL

Gunung dengan ketinggian 3.314 mdpl ini memiliki puncak tertinggi kedua di Taman Nasional Gunung Leuser. Perjalanan ke puncaknya memerlukan waktu lima hingga enam hari. Selama trekking di jalur ini Anda dapat menyaksikan hewan-hewan seperti orang utan, siamang, dan gibon.

Gunung Leuser

Gunung Leuser di Taman Nasional Gunung Leuser

Gunung Leuser adalah gunung yang ketinggiannya mencapai 3.404 mdpl yang berada di kawasan taman nasional. Jika memiliki stamina prima mungkin anda dapat mendaki hingga ke puncaknya dengan waktu perjalanan 14 hari. Trekking ke puncak Leuser di mulai dari Desa Angusan, sebelah barat Blangkejeren.

Gunung Perkinson

Gunung Perkinson berada di sisi timur taman nasional dan trekking hingga ke puncak gunung setinggi 2.828 mdpl ini membutuhkan waktu 7 hari. Dalam perjalanan ke puncak dapat menemui bunga Rafflesia pada ketinggian 1.200 mdpl dan juga hutan lumut.

Gunung Simpali

Gunung Simpali memiliki ketinggian 3.270 mdpl dan perjalan hingga ke puncaknya memerlukan waktu satu minggu, di mulai dari Desa Engkran kemudian menyusuri lembah Lawe Mamas. Di kawasan ini hidup hewan langka badak. Sungai Lawe Mamas merupakan sungai berarus deras yang menyatu dengan Sungai Alas, sekitar 15 km di utara Kutacane.

Lau Pengurukan

Di destinasi wisata alam Lau Pengurukan kita dapat melihat dan menjelajahi gua-gua alam, seperti Gua Pintu Air, Gua Pintu Angin, Gua Patu, Gua Rizal, Gua Palonglong, Gua Pamuite, Gua Pasar, dan Gua Pasugi.

Gua Pintu Angin merupakan gua terpanjang yang memiliki lorong hingga 600 meter. Gua Pintu Angin dan Gua Palonglong merupakan gua dengan lubang yang vertikal.

Lau Pengurukan dapat dicapai dari Medan dengan menggunakan bus jurusan Bukit Lawang, dilanjutkan dengan menggunakan mobil sewaan (jenis Jeep Land Rover) menuju Dusun Tanjung Naman selama satu jam, kemudian berjalan kaki selama dua jam menuju Lau Pengurukan.

7. Akses

Taman Nasional Gunung Leuser

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki beberapa pintu masuk, yaitu Lawu gurah dan Ketambe, Bahorok-Bukit Lawang dan Sikundur-Besitang.

Akses yang dapat dicapai dengan mudah adalah melewati Medan. Rute menuju Taman Nasional Gunung Leuser dapat melalui:

  • Medan-Kutacane-Lawu Gurah

Jalur ini berjarak sekitar kurang lebih 275 km dan ditempuh dengan kendaraan umum (bus atau taksi) selama 6-7 jam. Frekuensi kendaraan umum dari Medan (Terminal Bus Pinang Baris) ke Kutacane sekitar 15 kali/hari dan Kutacane ke Lawe Gurah/Ketambe (dengan menggunakan bus) frekuensinya 2 kali/hari. Lawe Gurah adalah Taman Wisata yang berjarak 43 km dari Kutacane. Di Kutacane sendiri terdapat stasiun penelitian lapangan Orangutan.

  • Medan-Bahorok/Bukit Lawang

Medan-Bahorok/Bukit Lawang berjarak kurang lebih 91 km dan ditempuh dengan kendaraan umum selama kurang lebih 2.5 jam. Di Bahorok terdapat tempat stasiun rehabilitasi Orangutan.

 

Referensi:

Informasi Pariwisata Nusantara (Visit Indonesia)

Supriatna J. 2014. Berwisata Alam di Taman Nasional. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia

[/read]