Memangkas Waktu Produksi Hasil Budidaya Tanaman Kayu dengan Bioteknologi

Bioteknologi merupakan salah satu cabang ilmu turunan dari ilmu biologi. Bioteknologi dapat diartikan sebagai segala pemanfaatan organisme hidup sebagai alat untuk menghasilkan jasa maupun produk yang dapat bernilai ekonomis bagi manusia.

Dalam artian lain, manusia memanfaatkan berbagai jenis makhluk hidup untuk menghasilkan barang atau jasa yang kemudian dapat dipasarkan. Pada dasarnya, ilmu bioteknologi dikembangkan dari tiga konsep utama, yaitu rekayasa genetik, metabolit sekunder, dan totipotensi.

Bioteknologi

Totipotensi sebagai Dasar Kultur Jaringan Tumbuhan

Salah satu konsep yang menjadi dasar Ilmu Bioteknologi adalah totipotensi yang berasal dari bahasa latin “totipotentia”. Kata tersebut dapat diartikan menjadi “kemampuan untuk berubah menjadi apapun”.

Dalam hal ini, kata totipotensi berarti kemampuan satu sel tumbuhan berkembang dan tumbuh menjadi semua jenis sel yang terdiferensiasi untuk membentuk satu tumbuhan yang utuh. Kemampuan ini menjadikan sel tumbuhan sangat spesial dibandingkan dengan sel hewan. Kemampuan inilah yang menginspirasi manusia untuk memanfaatkan tumbuhan untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih cepat dengan suatu teknik yang dinamakan Kultur Jaringan Tumbuhan.

Kultur jaringan tumbuhan merupakan teknik untuk menumbuhkembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan ataupun organ dalam keadaan aseptik secara in vitro yang ditandai dengan kondisi kultur aseptik, penggunaan media buatan yang mengandung nutrisi lengkap, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) serta kondisi ruang kultur, suhu dan pencahayaan yang terkontrol  (Yusnita,2003).

Ada dua jalur utama dalam melakukan perkembangbiakan atau regenerasi sel dalam kultur jaringan tumbuhan, yaitu jalur organogenesis dan embryogenesis. Perbedaannya terdapat pada bagian tumbuhan yang digunakan sebagai sumber propagasi sel yang akan dikembangkan menjadi satu tumbuhan baru. Organogenesis menggunakan organ tumbuhan dewasa, sedangkan embryogenesis menggunakan sel yang masih bersifat somatic baik itu sel haploid atau diploid tanpa melakukan fusi gamet sebelumnya.

[read more]

Potensi Hasil Tanaman Kayu Hutan Indonesia

Hutan Hujan Tropis

Indonesia merupakan negara dengan luas area hutan tertinggi ke-9 di dunia dengan luas 880.000 km2 atau sekitar 46% dari keseluruhan luas daratannya. Namun hasil kayu Indonesia tidak masuk sepuluh besar di dunia. Menurut data Badan Pusat Statistik, hasil kayu mentah nasional terus menurun sejak tahun 2012 saat mencapai puncak di 49.258.255 m3 hingga data terkahir tahun 2015 hanya mencapai 35.290.288 m3. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat potensi luas wilayah hutan yang dimiliki oleh negara kita.

Indonesia terletak di daerah tropis dengan tipe hutan yang didominasi oleh hutan hujan tropis. Hutan tipe ini memiliki keanekaragaman pohon yang sangat tinggi disebabkan karena banyaknya relung-relung yang mendukung berbagai jenis pohon untuk tumbuh dan berkembang di dalamnya.

Dengan tingginya keragaman jenis pohon kayu yang dapat dihasilkan dari hutan kita, sudah seharusnya produksi hasil kayu pun meningkat. Hasil kayu ini tidak hanya dapat diolah menjadi pulp sebagai bahan pembuat kertas tapi juga menjadi berbagai macam kerajinan kayu seperti barang-barang meubel.

Dengan perhatian khusus dari pemerintah, seharusnya produksi kayu nasional dapat ditingkatkan. Selain dapat memenuhi kebutuhan kayu dalam negeri, komoditas tersebut juga dapat menjadi sumber devisa dengan mengekspornya ke luar negeri.

Memangkas Waktu Produksi Tanaman Kayu dengan Kultur Jaringan Tumbuhan

Kultur Jaringan

Peningkatan hasil produksi tanaman kayu di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan bioteknologi tepatnya teknik kultur jaringan. Teknik ini tidak dapat mempercepat laju pertumbuhan sebuah pohon, namun dapat mempercepat proses germinasi atau pematangan biji yang akan menjadi calon pohon-pohon kayu tersebut.

Dengan menumbuhkan bibit dari embrio somatic secara in vitro, kemudian kalus yang tumbuh dari embrio tersebut dapat dikembangkan menjadi planlet yang kemudian dapat ditanam di tanah seperti biasa.

Dengan menggunakan teknik ini, proses pematangan biji dapat dipercepat hingga dua kali lipat. Contohnya pada tumbuhan pinus, waktu pematangan biji yang seharusnya memakan waktu 3-5 tahun, dapat dipangkas menjadi hanya 1-2 tahun saja.

Keunggulan lain dari teknik ini adalah banyaknya jumlah bibit yang dapat dihasilkan. Karena dalam perkembangannya, setiap bibit dapat dihasilkan dari satu atau beberapa sel somatik saja. Selain itu, bibit yang ditumbuhkan akan memiliki karakteristik yang sama dengan indukannya, artinya kita dapat memilih pohon yang paling unggul untuk menghasilkan bibit-bibit yang sama unggulnya. Hal ini memungkinkan karena sel yang diambil tidak melewati tahap fusi gamet terlebih dahulu sehingga tanaman yang tumbuh akan memiliki seluruh sifat induknya.

Selain itu, dengan menggunakan teknik kultur jaringan, proses pembuatan bibit dapat dilakukan kapan saja tanpa menunggu pohon menjadi dewasa dan dapat bereproduksi secara alami.

Beberapa pandangan menganggap teknik ini tidak mungkin dilakukan untuk pohon-pohon dikotil yang memiliki akar primer. Anggapan tersebut berdasarkan pada fakta bahwa reproduksi secara vegetative (tanpa kawin) dari suatu tanaman dikotil akan menghasilkan tanaman yang tidak memiliki akar primer namun hanya akar adventif saja. Mereka beranggapan bahwa akar adventif ini tidak akan mampu menopang pohon-pohon kayu yang biasanya mencapai tinggi 30-35 m untuk tumbuh hingga ukuran yang siap dipanen.

Namun hal ini tidak sepenuhnya benar karena akar-akar adventif tersebut justru mampu menopang kelangsungan hidup pohon-pohon kayu tersebut hingga mencapai ukuran siap panen. Pada dasarnya, peran akar-akar adventif tersebut akan menyamai peran akar primer yang secara normal dimiliki oleh pohon-pohon dikotil hasil reproduksi generatif.

Hal ini dapat dikaitkan dengan pohon-pohon dikotil yang sudah biasa dicangkok untuk menghasilkan pohon yang baru. Walaupun tanpa akar primer, pohon-pohon hasil cangkok tersebut tetap dapat tumbuh layaknya pohon-pohon yang tumbuh dari biji.

Beberapa kelemahan yang membuat teknik ini belum dapat diaplikasikan di negara kita adalah minimnya penelitian mengenai potensi optimalnya. Dengan dukungan dari pemerintah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan teknik ini, masa depan produksi hasil kayu kita dapat menjanjikan mengingat luasnya wilayah yang dapat dimanfaatkan menjadi hutan produksi hasil kayu.

 

Referensi:

Yusnita. 2003. Kultur jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agro Media Pustaka. Jakarta.

https://earthnworld.com/2017/05/top-10-countries-with-largest-forest-area/

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/862

https://www.worldatlas.com/articles/world-leaders-in-wood-product-exports.html

Rahmat, A., Diana, S., Rahmadani, E. 2007. Optimasi Induksi Embriogenesis Somatik Pinus Merkusii Jungh. et de Vriese. Melalui Teknik Pendinginan Eksplan. Skripsi Sarjana Biologi UPI. Tidak diterbitkan

Saputro, N. Widyodaru. 2017. Optimasi Produksi Embrio Somatik Pinus merkusii Jungh. et de Vriese Menggunakan Teknik Kultur Cair. Jurnal Agrotek Indonesia 2 (1). Karawang: Universitas Singaperbangsa Karawang.

[/read]