Pengolahan citra digital harus melalui tahap-tahap penyiapan citra digital terlebih dahulu sebelum dianalisis. Pra pengolahan citra ini mutlak diperlukan agar tidak ada terjadi kesalahan pada saat analisis citra digital. Pra pengolahan citra ini biasanya terdiri atas koreksi geometrik dan image enhancement.
Salah satu pra pengolahan citra digital yaitu koreksi geometrik, koreksi tipe ini memungkinkan user untuk menyesuaikan sistem koordinat citra yang akan dianalisis. Dalam koreksi tipe ini, biasanya sistem koordinat yang dipakai disesuaikan dengan sistem koordinat yang biasa dipakai di negara masing-masing. Indonesia sendiri dalam dunia Geographic Information System (GIS) biasanya selalu memakai sistem koordinat Universal Transverse Mercator (UTM).
Pra pengolahan citra koreksi geometrik mutlak harus dikuasai karena merupakan tahap awal dalam penganalisisan citra digital. Pemanfaatan penginderaan jauh dalam sektor kehutanan pun harus melalui pra pengolahan citra sehingga pra pengolahan citra, khususnya koreksi geometrik harus dipahami dengan baik.
Koreksi geometrik pada citra digital harus dilakukan karena kemungkinan satelit melakukan kesalahan perekaman cukup tinggi (distorsi geometrik). Untuk mengurangi distorsi geometrik ini maka diperlukan adanya pemosisian ulang sesuai dengan sistem koordinat yang ada, kegiatan ini biasa disebut ortorektifikasi. Ortorektifikasi ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satu metode ortorektifikasi adalah Rational Functions (RF). Pada metode RF ini ortorektifikasi menggunakan data Ground Control Point (GCP) dan Digital Elevation Model (DEM). Ketelitian hasil koreksi ini ditentukan oleh banyaknya GCP yang dilibatkan dan ketersebaran GCP yang merata ketika proses koreksi geometrik (Rudianto 2011).
Menurut Sukojo dan Kustarto (2002), koreksi geometrik ini berfungsi untuk mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh gerak sapuan penjelajah dan satelit, gerak perputaran bumi, dan faktor kelengkungan bumi yang mengakibatkan pergeseran posisi terhadap sistem koordinat referensi. Dalam hal ini proses koreksi geometrik dilakukan dengan mentransformasikan posisi setiap piksel yang ada di citra terhadap posisi obyek yang sama dipermukaan bumi dengan memakai beberap titik kontrol tanah.
[read more]
Menurut Jaya (2015), besar kesalahan dalam koreksi geometrik diwakili dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) yang didapatkan setelah melakukan kegiatan koreksi geometrik. Nilai RMSE yang baik adalah dibawah 0,5 piksel sehingga kesalahan tidak lebih dari setengah dari resolusi spasial suatu citra.
Referensi:
Jaya INS. 2015. Analisis Citra Digital Prespektif Penginderaan jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Rudianto B. 2011. Analisis pengaruh sebaran ground control point terhadap ketelitian objek pada peta citra hasil ortorektifikasi. Jurnal Rekayasa Institut Teknologi Nasional. 1(15): 11-18.
Sukojo BM, Kustarto H. 2002. Perbaikan geometrik trase jaringan jalan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Jurnal Makara Sains. 3(6): 136-141.
[/read]