Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) merupakan satu dari lima spesies badak dunia yang hidup di hutan Indonesia khususnya Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan.

Saat ini, keberadaan satwa ini di alam liar sangat terancam. Perburuan Badak Sumatera untuk diambil culanya dan menyempitnya habitat hidup satwa liar ini menjadi faktor utama yang mengancam keberadaannya. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan Badak Sumatera sebagai bagian dari 25 satwa prioritas untuk dikonservasi.

Upaya konservasi terus dilakukan berbagai pihak terhadap hewan yang berstatus Critically endangered berdasarkan IUCN. Selain itu, status satwa liar ini juga ditetapkan sebagai satwa liar dilindungi dalam PP No. 7 Tahun 1999.

Namun semua itu tidak membuat keberadaannya terbebas dari berbagai ancaman dan ambang kepunahan.

Satwa liar ini merupakan spesies unik yang keberadaannya harus tetap lestari di alam liar.

Hingga hari ini, jumlahnya di alam liar diperkirakan kurang dari 300 ekor. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa sudah selayaknya semua pihak turut serta dalam berbagai upaya konservasi Badak Sumatera.

Badak-Sumatera

1. Taksonomi

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) berasal dari dari kata Di yang berarti dua dan Cero yang berarti cula sehingga Dicerorhinus sumatrensis berarti badak bercula dua.

Satwa ini biasa dikenal dengan nama Badak Sumatera, badak asia bercula dua, atau badak berambut.

Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dibagi ke dalam tiga subspesies yaitu:

  1. Badak Barat Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), penyebaran: Thailand, Malaysia, Indonesia.
  2. Badak Timur Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni), penyebaran: Kalimantan.
  3. Badak Utara Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis lasiotis), penyebaran: Burma sampai Pakistan bagian timur.

Secara umum taksonomi Badak Sumatera adalah sebagai berikut:

Klasifikasi Keterangan
Kingdom Animalia
Phylum Chordata
Sub phylum Vertebrata
Kelas Mamalia
Super Ordo Mesaxonia
Ordo Perissodactyla
Super Famili Rhinocerotides
Famili Rhinocerotidae
Genus Dicerorhinus
Spesies Dicerorhinus sumatrensis (Fischer 1814)

2. Status Kelangkaan Badak Sumatera

Jumlah satwa liar ini di alam diperkirakan kurang dari 300 ekor.

Hal ini menyebabkan Badak Sumatera saat ini masuk ke dalam Red List IUCN dengan status Critically Endangered (kritis) yang berarti keberadannya diambang kepunahan.

Awal tahun 1960 status satwa liar ini berdasarkan IUCN adalah Endangered (terancam), namun seiring berjalannya waktu statusnya naik menjadi Critically Endangered sejak tahun 1996.

Badak Sumatera sudah dilarang untuk diperjual belikan secara total secara internasional merujuk kepada statusnya oleh CITES sebagai satwa Appendix 1.

Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, populasi satwa liar ini terus mengalami penyusutan yang sangat signifikan bahkan mencapai 50%.

Banyak faktor yang menyebabkan populasi satwa ini terus menurun. Perburuan dan hilangnya habitat merupakan penyebab utama populasi satwa liar ini terus menurun.

Para pemburu berburu satwa liar ini untuk diambil culanya karena dianggap memiliki khasiat kesehatan tertentu. Hal ini tentunya merupakan suatu pemikiran yang salah. Tidak ada satupun kajian yang berhasil membuktikan bahwa cula badak memang memiliki khasiat dalam hal pengobatan.

Hilangnya habitat dan adanya fragmentasi lahan oleh aktivitas manusia menyebabkan terus menurunnya populasi Badak Sumatera.

Sifatnya yang soliter dan terpencar menjadi kelompok-kelompok kecil menyebabkan populasi satwa liar ini terus berkurang.

Pembangunan area pertambangan, perkebunan, atau pun pembukaan jalan semakin membuat satwa liar ini memiliki ruang jelajah yang sempit.

[read more]

3. Habitat

Habitat Badak Sumatera berada di hutan primer atau pun hutan sekunder dengan ketinggian tempat mencapai 2000 mdpl. Secara umum satwa liar ini hidup pada rentang habitat yang beragam mulai dari tepi laut/ pantai, rawa-rawa, hutan dataran rendah sampai dengan hutan pegunungan.

Utamanya mereka membutuhkan habitat yang tersedia makanan yang cukup, air, dan tempat berteduh.

Saat mencari makan mereka cenderung turun ke daerah hutan dataran rendah untuk mendapatkan makanan yang tumbuh rendah sehingga mudah mereka jangkau.

Badak Sumatera dapat menempah jarak 12 km dalam satu hari dengan waktu tempuh selama 20 jam. Hal ini membuktikan bahwa satwa liar ini merupakan satwa penjelajah dan memiliki daya jelajah yang sangat tinggi.

Ketika dewasa mereka membutuhkan area hutan dan semak-semak belukar untuk mencari makan dan aktivitas lainnya seluas 5-6 Ha dan secara keseluruhan membutuhkan 700 Ha kawasan hutan sebagai area jelajahnya.

4. Sebaran

Awalnya Badak Sumatera tersebar cukup luas di berbagi tempat mulai dari Indonesia, Semenanjung Malaysia, Vietnam, Kamboja, Bangladesh, Myanmar, Laos, sampai dengan Tiongkok.

Namun tingginya tingkat perburuan, perubahan habitat, dan rendahnya kemampuan reproduksi membuat keberadaan satwa ini di beberapa daerah telah dinyatakan punah.

Dari berbagi tempat tersebut, saat ini satwa liar ini hanya dapat ditemukan di Indonesia dan Malaysia. Khusus untuk Indonesia satwa liar ini dapat ditemukan di Pulau Sumatera, tepatnya di Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Gunung Leuseur, Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan, dan sisanya di daerah di luar kawasan taman nasional.

Selain itu, penyebaran Badak Sumatera terdapat di Kalimantan dan Semenanjung Malaysia.

Diperkirakan total populasi yang tersebar di Pulau Sumatera kurang dari 200 individu dan sisanya berada di Kalimantan dan Semenanjung Malaysia.

Taksiran jumlah populasi Badak Sumatera menurut Program Konservasi Badak Indonesia tahun 2001 di wilayah kerja Rhino Protection Unit (RPU) adalah sebagai berikut: TNKS 5 – 7 ekor dengan kerapatan (density) 2500 – 3500 Ha per ekor badak, TNBBS 60 – 85 dengan kerapatan 850 – 1200 Ha per ekor badak, Taman Nasional Way Kambas 30 – 40 ekor dengan kerapatan 700 – 1000 Ha per ekor badak.

Observasi lapangan tahun 1997 sampai 2004, RPU – PKBI memperkirakan jumlah populasi satwa liar ini di TNBBS berkisar antara 60 – 85 ekor. Sementara di Taman Nasional Way Kambas berkisar antara 15 – 25 individu.

Data RPU Yayasan Leuser tahun 2004 (Outline Strategi Konservasi Badak Indonesia 2005) menunjukkan jumlah populasi Badak Sumatera di lokasi survei RPU berkisar antara 60 – 80 ekor.

5. Morfologi

Salah satu ciri fisik yang unik dari Badak Sumatera adalah adanya lapisan kulit yang kasar dan terlihat dengan jelas.

Ciri fisik lainnya berupa keberadaan rambut-rambut halus pada tubuhnya di antaranya ditemukan pada bagian kulit tubuh, muka, telinga, dan perut.

Hal yang membedakan Badak Sumatera dengan badak asia lainnya adalah jumlah cula yang dimiliki.

Satwa ini memiliki dua buah cula di atas hidungnya berwarna coklat tua kehitaman dan akan semakin menghitam seiring bertambahnya umur/ dewasa dengan panjang cula bagian depan 20-80 cm dan cula bagian belakang tidak lebih dari 12 cm.

Satwa liar ini memiliki ukuran tubuh yang kecil dengan rincian tinggi dari telapak kaki samping punggung antara 1-1,5 meter, panjang dari mulut sampai dengan ujung ekor sekitar 2-3 meter, dan memiliki berat badan berkisar antara 600-1000 kg.

Badak Sumatera memiliki warna kulit cokelat kemerahan yang tipis dan halus dengan rambut-rambutnya. Memiliki lipatan kulit pada bagian perut dan dekat kaki.

Salah satu ciri khas dari satwa liar ini yaitu memiliki bentuk bibir atas yang melengkung mengkait ke atas. Selain itu, satwa liar ini memiliki kaki-kaki yang cenderung sangat pendek dilengkapi dengan tiga jari berkuku yang berbentuk melingkar.

5.1 Perilaku Berkubang

Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh Badak Sumatera adalah berkubang dalam lumpur.

Satwa liar ini dapat melakukan aktivitas berkubang sebanyak dua kali dalam sehari, adapun tujuan dari berkubang adalah melindungi kulitnya dari gigitan serangga/ nyamuk dan menghindari panasnya sengatan sinar matahari.

Biasanya kubangan lumpur tersebut berada di area jelajah yang sehari-hari dilaluinya. Kubangan tersebut biasanya dibuat oleh mereka sendiri pada tanah yang cenderung basah, lembab, dan bertekstur lunak.

Mereka akan menggunakan kakinya untuk mengais-ngais tanah sehingga akhirnya terbentuk sebuah kubangan lumpur basah.

Kubangan yang dibuat umumnya digunakan dalam jangka panjang dan tertutup oleh pohon atau akar pohon.

Kubangan yang dimiliki atau pun digunakan seekor badak untuk berkubang umumnya sangat banyak karena perilaku berkubang merupakan perilaku yang pasti dilakukan oleh Badak Sumatera sehari-harinya.

5.2 Perilaku Penanda Area

Kotoran, urin, dan gosokan kaki pada jalur jelajah atau pun tempat mencari makan merupakan upaya badak dalam menandai wilayahnya.

Tujuannya tentu saja untuk menunjukan eksistensinya kepada individu lain. Jejak yang ditinggalkan juga sebagai penanda yang akan membantunya menuntun untuk melalui kembali tempat-tempat tersebut untuk dijelajahi.

Badak memiliki indera penciuman yang sangat sensitif dan peka. Dari jarak yang jauh dia akan mengetahui objek asing yang memasuki area jelajahnya.

Badak cenderung menghindar terhadap sesuatu objek yang asing baginya. Sensitivitas badak yang sangat tinggi membuat dia sangat sulit ditemui secara langsung di alam liar.

6. Makanan

Konservasi-Ex-Situ-Badak-Sumatera

Badak Sumatera termasuk satwa yang memakan segala jenis tumbuhan dan bagian-bagiannya, salah satunya semak dan ranting muda pepohonan. Ranting, buah, daun, cabang-cabang muda, buah, sampai bagian bunga menjadi pakan utama satwa liar ini di alam liar.

Berdasarkan penelitian para ahli, terdapat kurang lebih 102 jenis tanaman yang disukai oleh satwa liar ini. Terdapat 82 jenis tanaman dimakan bagian daunnya, 17 jenis dimakan bagian buahnya, 7 jenis dimakan bagian batang dan kulit mudanya, dan sisanya dua jenis dimakan bagian bunganya.

Kebutuhan makanan badak dewasa dalam sehari rata-rata adalah 50 kg. Tumbuhan yang mengandung getah seperti pohon nangka (Artocarpus integra), rengas (Mellnorrhoea sp.), dan bunga tenglan (Sacarrapa sp.) cenderung lebih disukai oleh satwa liar ini.

Lateks dari jenis tanaman rengas (Melanorhea sp.) juga salah satu pakan yang disukai satwa ini. Selain itu, Badak Sumatera juga melakukan kegiatan menggaram, kegiatan yang dilakukan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mineral pada tubuhnya.

Daun-daun dan ranting muda menjadi bagian yang paling disukai oleh satwa liar ini. Ranting-ranting yang cukup tinggi dan sulit untuk mereka jangkau akan dipatahkan atau dibengkokkan menggunakan kepalanya sebelum kemudian mereka makan.

Umumnya aktivitas makan satwa ini terjadi pada waktu menjelang pagi, pagi hari, dan menjelang malam hari.

Pada siang hari mereka lebih cenderung menjelajah hutan walaupun terkadang diselingi dengan kegiatan makan jika ditemukan pakan sepanjang jalur jelajahnya. Aktivitas Badak Sumatera lebih intensif dalam hal makan dan sisanya adalah menjelajah kawasan.

7. Perkembangbiakan

Anak-Badak-Sumatera

Salah satu penyebab rendahnya populasi Badak Sumatera adalah sifat mereka yang soliter dan daya reproduksi yang sangat rendah.

Satwa ini mencapai masa dewasa atau siap untuk bereproduksi pada usia enam sampai dengan tujuh tahun dengan batas usia produktif berkembang biak mencapai usia 32 tahun.

Berdasarkan penelitian, satwa liar ini dapat berkembang biak dengan interval waktu 5 tahun sekali dengan kehamilan yang berlangsung selama 15-16 bulan, kemudian anak badak yang dilahirkan akan hidup bersama induknya hingga usia empat tahun.

Ketika usia sang anak mencapai empat tahun, barulah induk betina siap untuk bereproduksi kembali. Jadi, bisa diperkirakan dalam 10-11 tahun mereka hanya dapat dua kali hamil dan melahirkan.

Anak badak yang baru lahir akan disembunyikan oleh induknya hingga mencapai umur dua bulan pada tempat yang sangat aman untuk menghindari penggangu atau pun objek yang dapat membahayakan.

Induk badak sangat protektif dan akan selalu menghindar dari objek tidak dikenal yang berada dekat dengannya. Hal ini merupakan strategi dari induk badak agar anaknya tetap aman tanpa adanya gangguan.

Badak Sumatera memiliki peran ekologi yang sangat besar. Keberadaan di alam liar sangat dibutuhkan agar keseimbangan di alam tetap terjaga. Aktivitasnya memakan ranting muda dapat mempercepat tumbuhnya ranting baru. Kotorannya juga berperan sebagai pupuk alami bagi tumbuh-tumbuhan yang ada di hutan.

Indonesia telah dianugerahkan Tuhan dengan berbagai macam keanekaragaman hayati, salah satunya adalah Badak Sumatera. Namun, hingga saat ini kita masih kesulitan dalam mengelola salah satu anugerah Tuhan ini.

Keberadaan Badak Sumatera di alam liar sangat terancam dan terus berada di bawah bayang-bayang kepunahan yang terlalu cepat.

Oleh karena itu, segala upaya konservasi harus terus dilakukan agar keberadaannya di alam liar tetap lestari. Banyak hal-hal kecil yang dapat kita lakukan untuk mendukung upaya konservasi Badak Sumatera, salah satunya dengan terus menyampaikan dan menyebarkan pesan konservasi Badak Sumatera kepada berbagai pihak melalui media masa, misalnya media sosial.

 

Referensi :

Arief A. 2005. Analisis Habitat Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis Fischer 1814)

Studi Kasus : Taman Nasional Way Kambas [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Djuri S. 2009. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) Juga salah satu titipan Tuhan bagi Bangsa Indonesia [internet] [diunduh 2018 okt 14] Terdapat pada: http://www.rhinoresourcecenter.com/pdf_files/127/1270858590.pdf

Sumatran Rhino. 2015. Sumatran Rhino [internet] [diunduh 2018 okt 14]. Terdapat pada:

http://badak.or.id/sumatran-rhino/

 

Editor: Mega Dinda Larasati

[/read]