Kehutanan dikenal sebagai bidang yang paling dekat dengan permasalahan lingkungan. Mayoritas masyarakat berpikir bahwa mahasiswa kehutanan merupakan garda terdepan dalam gerakan penyelamatan bumi. Gerakan tersebut identik dengan gaya hidup environmentalis atau pro lingkungan yang seyogyanya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Benarkah?
Berangkat dari pengamatan terhadap gaya hidup mahasiswa kehutanan di salah satu perguruan tinggi di Jogja, setidaknya ada tiga kegiatan yang bisa disoroti berkaitan dengan penggunaan plastik sekali pakai yang nantinya akan menjadi sampah. Kegiatan tersebut antara lain: makan sehari-hari, praktikum, dan event.
Nyampah saat Makan
Makan merupakan usaha untuk menjaga kondisi tubuh agar bisa mengimbangi aktivitas sehari-hari. Mayoritas mahasiswa yang hidup di kos atau kontrakan membeli makanan di luar untuk dimakan di tempat atau dibungkus. Jika dibungkus maka salah satu gambaran kondisinya adalah seperti hasil survei acak pada suatu kelas berikut ini.
Mahasiswa kehutanan biasanya menghabiskan 2-10 plastik per hari atau rata-rata 6 plastik per hari. Kemasan plastik yang digunakan sebagian besar berupa bungkus makanan terutama kantong kresek dan hanya sedikit untuk keperluan lain seperti alat kebersihan.
Sebuah contoh ekstrem, seorang mahasiswa membeli makan di angkringan berupa nasi kucing tiga, tempe, sate usus, gorengan, dan es teh untuk satu kali makan. Plastik yang digunakan antara lain: tiga untuk nasi kucing (kertas minyak), satu untuk tempe dan sate usus, satu untuk gorengan, satu untuk es teh, satu sedotan, dan satu kantong kresek. Semakin variatif makanan yang dibeli dan semakin sering membeli makanan bungkus, semakin besar pula konsumsi plastik.
[read more]
Nyampah saat Praktikum
Praktikum lapangan yang membutuhkan persiapan keamanan dan keselamatan yang maksimal menjadi sebuah keharusan bagi mahasiswa kehutanan. Perbekalan yang dibawa pun tidak bisa lepas dari plastik, misalnya: plastik untuk baju kering, baju lain, baju kotor, baju basah, sampo, sabun, peralatan mandi, makanan ringan, jas hujan, ponsel, dan alat kerja. Kebutuhan tersebut disesuaikan untuk berhari-hari sesuai dengan lama waktu di lapangan.
Konsumsi plastik untuk keperluan selain makan masih bisa dimaklumi bagi sebagian orang karena kondisi yang tidak memungkinkan. Hal yang cukup disayangkan adalah makanan bungkus untuk makan pagi, makan siang, dan makan malam. Alasan praktis untuk mendukung mobilitas praktikum tidak sebanding dengan limbah yang dihasilkan. Sampah yang dihasilkan tidak hanya berupa plastik, namun juga sisa makanan yang tidak habis (food waste).
Nyampah saat Event
Kehidupan mahasiswa juga tidak lepas dari berbagai event baik berupa event kecil maupun event besar skala internasional. Jika permasalahan event biasanya berkutat pada anggaran, maka permasalahan lain yang mengikuti adalah penggunaan plastik dan limbah.
Penggunaan plastik pada event berupa properti acara, dekorasi, suvenir yang sifatnya sekali pakai, dan juga keperluan konsumsi berupa makanan serta air minum kemasan. Skala event cenderung berbanding lurus dengan konsumsi plastik. Sebagai contoh, satu event berskala nasional di Jogja menghasilkan sampah kering (tidak hanya plastik) sebanyak lima trash bag jumbo. Jika terdapat banyak event dalam satu hari, dikalikan jumlah penyelenggara, dikalikan waktu penyelenggaraan, maka dapat diperkirakan besarnya sumbangsih sampah kita untuk bumi.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
Prinsip agar tidak nyampah plastik sekali pakai secara berlebihan ada dua yaitu tidak menambah dan mengurangi.
Beberapa tindakan untuk tidak menambah sampah plastik ini bisa dicoba bagi teman-teman yang belum bisa mengurangi:
1. Memisah Sampah
Kenali jenis polimer plastik penyusunnya, apakah bisa digunakan ulang atau tidak. Jika bisa digunakan ulang, usahakan plastik tetap bersih dan utuh dengan cara dipisahkan dari makanan atau barang yang dibungkusnya. Pisahkan juga plastik yang biodegradable (dapat terurai secara biologis) dan non-biodegradable (tidak dapat terurai secara biologis).
2. Menyimpan
Simpan plastik biodegradable dan non-biodegradable secara terpisah. Plastik biodegradable mempunyai masa simpan yang lebih singkat karena akan lebih cepat terurai secara biologis sehingga harus diprioritaskan untuk dipakai terlebih dahulu. Simpan di tempat yang mudah terjangkau. Simpan juga di tas ya!
3. Menggunakan kembali
Jangan malu untuk membawa plastik bekas ke warung atau tempat belanja atau tempat refill air minum. Ini merupakan bukti bahwa teman-teman adalah konsumen yang bijak dan cerdas.
4. Mengajak
Ajak orang-orang di sekitar teman-teman untuk mendukung gerakan ini dan saling mengingatkan yah.
Selanjutnya, mencoba move on dari plastik adalah sebuah langkah awal yang sangat baik. Contohnya adalah:
1. Menolak
Sedotan, sendok, atau pembungkus yang berlebihan sangat wajar untuk ditolak. Teman-teman bisa menggunakan peralatan bukan plastik untuk menggantikannya.
2. Investasi
Investasi pengganti plastik berupa tumbler, kotak makan, tote bag atau peralatan lain yang reusable akan lebih masif dalam mendukung pengurangan sampah plastik. Investasi ini sekaligus menunjukkan aksi nyata kita dalam melestarikan dan merawat lingkungan.
3. Mencari alternatif
Selain investasi, ada alternatif lain yang bisa diusahakan misalnya: makan di tempat, minum di tempat, kampanye event yang plastic free, serta melakukan atau menolak berbagai kegiatan lain dalam rangka menekan penggunaan plastik.
So, apakah teman-teman termasuk golongan mahasiswa kehutanan yang masih nyampah plastik berlebihan? Jika iya, mari kita perbaiki diri. Sebab mengurangi konsumsi plastik yang berlebihan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab moral sebagai mahasiswa kehutanan. Tanggung jawab yang lebih besar adalah menggerakan orang-orang di sekitar kita.
[/read]