Perubahan iklim memiliki dampak yang nyata bagi bumi dan penghuninya. Suhu rata-rata secara global mengalami kenaikan 1°C dan berpengaruh pada peningkatan bencana alam.
Indonesia memiliki komitmen tinggi dalam penanganan pengendalian perubahan iklim.
Hal ini ditunjukkan dengan meratifikasi Paris Agreement melalui UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim).
Di bawah Paris Agreement, negara pihak berkewajiban menyampaikan kontribusi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/ NDC) berupa target penurunan emisi.
Salah satu target sektor NDC yaitu sektor Energi sebesar 314 Juta Ton CO2 dari BAU 1.669 Juta Ton CO2, dengan langkah aksi mitigasi dilakukan untuk menurunkan emisi menjadi 1.355 Juta Ton CO2.
Terdapat ketentuan CM1 Enhanced untuk mencegah kenaikan temperatur bumi sebesar 1,5 ⁰C. Sektor energi diharapkan menambah kontribusi sebesar 357,8 Juta Ton CO2 .
Perbandingan capaian penurunan emisi sektor energi tahun 2021 sebesar 70 Juta Ton CO2 dan diupayakan lebih besar dalam pencapaian target CM1 Enhanced (287,8 Juta Ton CO2).
Indonesia perlu menaikkan target NDC CM1 dari 314 juta ton CO2 menjadi 357,8 juta ton CO2 untuk mencegah kenaikan temperatur bumi sebesar 1,5 ⁰C.
Langkah pencapaian dilakukan dengan menerapkan kegiatan efisiensi energi, seperti penerapan kendaraan listrik 2 juta mobil dan 13 juta motor.
Dinamika Mobil Listrik dalam Pencapaian Target Emisi GRK
Sebagai negara dengan penggunaan energi fosil yang cukup besar, Indonesia menghasilkan 1.637.156 juta ton emisi GRK pada 2018.
Pada tahun 2019 tercatat 90,7% penyediaan energi primer nasional dipenuhi dari batubara, minyak bumi, dan gas bumi.
Sektor transportasi yang merupakan sektor pengguna energi terbesar di Indonesia, 90,9% kebutuhan energinya dipenuhi oleh Bahan Bakar Minyak (BBM).
Penggunaan BBM yang tinggi mengakibatkan pengurasan devisa negara akibat impor dan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) akibat pembakaran hidrokarbon yang berasal dari sumber energi fossil.
Jumlah ini menempatkan Indonesia pada papan tengah peringkat negara penghasil emisi terbesar di dunia.
Inovasi kendaraan ramah lingkungan dan ber-emisi rendah adalah salah satu solusi yang dianggap dapat mengurangi emisi GRK dan berkorelasi terhadap pengendalian dampak perubahan iklim.
Negara-negara di Eropa, Tiongkok, dan Amerika Serikat telah menggunakan kendaraan listrik secara masif.
Mobil listrik menjadi perhatian khusus di Indonesia dalam mendukung komitmen pembangunan berkelanjutan yang memerhatikan ekonomi dan lingkungan.
Di Indonesia telah terbit Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan (Perpres No. 55 Tahun 2019).
Konsideran pembentukan regulasi tersebut menyebutkan aspek ketahanan dan konservasi energi, penurunan emisi GRK, serta penguasaan teknologi industri menjadi latar belakang penerbitannya. Kontribusi sub sektor transportasi dalam target mengurangi emisi GRK menjadi hal penting dalam mendukung zero emission di Indonesia.
Penggunaan kendaraan listrik dapat mendukung upaya penurunan emisi GRK Indonesia dari sektor transportasi.
Jika memperhitungkan hanya emisi dari pembakaran bahan bakar untuk operasional kendaraan, maka penetrasi kendaraan listrik dalam skenario ambisius dapat menekan emisi sebesar 8,4 juta ton CO2 pada 2030 dan 49,5 juta ton CO2 pada 2050.
Penurunan emisi ini berkontribusi sekitar 10% dan 34% dari target penurunan emisi sektor transportasi di 2030 dan 2050 pada skenario 1,5 derajat Celcius menurut CAT.
Implementasi mobil listrik dalam hal ini dapat dilihat pada:
- Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah dan Indonesia Weda Industrial Park (IWIP) di Maluku Utara adalah dua kawasan industri utama produksi nikel-sulfat dan kobalt-sulfat sebagai komponen pada baterai.
- Telah terdapat industry Holding baterai, Konsorsium BUMN: MIND ID, Antam, Pertamina, dan PLN menargetkan produksi sel baterai 33 GWh/ tahun
- Telah diterapkannya Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di beberapa lokasi di Indonesia
- Pemerintah Indonesia semakin meningkatkan penggunaan mobil listrik yang mana dapat dilihat menjadi mobil operasional KTT G20 di Bali, 2022.
Jumlah kendaraan listrik, khususnya mobil, di Indonesia yang tidak sebanding dengan kendaraan berbahan bakar fosil ini sebenarnya tercermin dari target yang tercantum dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yaitu sebanyak 2.200 unit kendaraan roda empat dan 2,1 juta unit kendaraan roda dua yang wajib dicapai setidaknya sampai tahun 2050.
Mobil listrik dibedakan menjadi lima jenis sesuai dengan teknologi mesinnya yaitu:
1. Kendaraan Listrik Baterai (BEVs)
Kendaraan 100% digerakkan oleh tenaga listrik. BEV tidak memiliki mesin pembakaran dalam dan tidak menggunakan bahan bakar cair apapun.
BEV biasanya menggunakan paket baterai yang besar untuk memberikan kendaraan yang dapat diterima otonomi.
BEV tipikal akan mencapai 160 hingga 250 km, meskipun beberapa di antaranya dapat menempuh jarak sejauh 500 km hanya dengan sekali pengisian daya. Contoh kendaraan jenis ini adalah Nissan Leaf, yang 100% listrik dan saat ini menyediakan baterai 62 kWh yang memungkinkan pengguna memiliki otonomi 360 km.
2. Kendaraan Listrik Hibrida Plug-In (PHEV)
Kendaraan hibrida didorong oleh mesin konvensional yang mudah terbakar dan mesin listrik yang diisi oleh eksternal yang dapat dicolokkan sumber listrik. PHEV dapat menyimpan listrik yang cukup dari jaringan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar secara signifikan dalam kondisi mengemudi biasa.
Mitsubishi Outlander PHEV menyediakan baterai 12 kWh, yang memungkinkannya berkendara sejauh 50 km hanya dengan mesin listrik. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa konsumsi bahan bakar PHEVs lebih tinggi dari yang ditunjukkan oleh produsen mobil.
3. Kendaraan Listrik Hibrida (HEV)
Kendaraan hibrida didorong oleh kombinasi mesin pembakaran dalam konvensional dan mesin listrik. Bedanya dengan sehubungan dengan PHEV adalah bahwa HEV tidak dapat dicolokkan ke jaringan.
Bahkan, baterai yang memberikan energi ke mesin listrik yang diisi berkat daya yang dihasilkan oleh mesin pembakaran kendaraan.
Di dalam model modern, baterai juga dapat diisi berkat energi yang dihasilkan saat pengereman, mengubah energi kinetik menjadi listrik energi. Toyota Prius, dalam model hibridanya (generasi ke-4), menyediakan 1,3 kWh baterai yang secara teoritis memungkinkannya otonomi sejauh 25 km dalam semua listriknya modus.
4. Kendaraan Listrik Fuel Cell (FCEVs)
Kendaraan ini dilengkapi dengan mesin listrik yang menggunakan campuran hidrogen dan oksigen terkompresi yang diperoleh dari udara, memiliki air sebagai satu-satunya limbah yang dihasilkan dari proses ini.
Hyundai Nexo FCEV adalah contoh dari jenis kendaraan ini, yang dapat menempuh jarak 650 km tanpa mengisi bahan bakar.
5. Kendaraan Listrik Jarak Jauh (ER-EVs)
Kendaraan ini sangat mirip dengan yang ada di BEV kategori. Namun, ER-EV juga dilengkapi dengan pembakaran tambahan mesin, yang mengisi baterai kendaraan jika diperlukan.
Jenis mesin ini, tidak seperti yang disediakan oleh PHEV dan HEV, hanya digunakan untuk pengisian daya, sehingga tidak dihubungkan dengan roda kendaraan. Contoh kendaraan jenis ini adalah BMW i3, yang memiliki baterai 42,2 kWh yang menghasilkan otonomi listrik sejauh 260 km mode, dan pengguna dapat memperoleh manfaat tambahan 130 km dari mode jarak jauh.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), pada 2020 terdapat 121 unit mobil listrik berbasiskan baterai yang dipasarkan oleh berbagai merek yang tergabung dalam asosiasi. Per Mei 2021, angkanya naik hampir 70 persen mencapai 395 unit BEV yang dibeli konsumen.
Peraturan mengenai Kendaraan Listrik juga memerhatikan:
- Permen ESDM No. 13/2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai
- Permen Perhubungan No. 65/2020 tentang Konversi Sepeda Motor Dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai
- Pergub Jakarta No. 3/2020 tentang Insentif Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) Untuk Transportasi Jalan
Di dalam implementasinya dipandang memiliki peluang, sebagai berikut:
- Kendaraan listrik baterai memiliki keunggulan dibandingkan kendaraan berbasis mesin pembakaran internal (ICE) dalam mengurangi polusi udara dan emisi GRK.Kendaraan listrik menghasilkan polusi udara yang jauh lebih sedikit dan dapat dikatakan mendekati nol jika dibandingkan dengan kendaraan berbasis mesin pembakaran internal (ICE).Kendaraan listrik cocok untuk menanggulangi masalah pencemaran udara terutama di perkotaan. Penggunaan kendaraan listrik dapat mendukung upaya penurunan emisi GRK Indonesia dari sektor transportasi.
- Terkait produksi dan limbah baterai. Sebagai salah satu komponen utama, baterai memiliki peranan vital dan menjadi penentu harga jual kendaraan listrik. Harga baterai yang digunakan dalam mobil listrik merupakan elemen termahal dalam struktur biaya mobil listrik, mahalnya harga baterai mobil listrik menyebabkan harga mobil listrik menjadi tidak terjangkau untuk konsumen jika dibandingkan dengan mobil konvensional. Salah satu alasan mahalnya harga baterai mobil listrik adalah langkanya Nikel sebagai bahan baku utama. Dengan 21 juta ton cadangan nikel, Indonesia memiliki potensi untuk menjadi salah satu produsen baterai mobil listrik terbesar di dunia. Tidak hanya nikel, Indonesia juga memiliki material baterai penting lainnya seperti aluminium, tembaga, mangan, dan cobalt. Bila dilihat dari sisi ekonomi, limbah baterai lithium-ion ini sebenarnya sangat bernilai. Dari setiap satu buah limbah baterai lithium-ion logam lithium yang dapat dihasilkan adalah sekitar 2-2,5 gram (signumBOX, 2015), dan harga logam lithium untuk setiap 100 gramnya adalah sekitar Rp. 9500.
- Saat ini harga BBM sudah cukup tinggi. Mobil listrik bisa menjadi pilihan hemat, apalagi tarif listrik sekarang, sangatlah terjangkau yaitu 1 kWH sekitar Rp 1.700. Kemudian yang menarik, mobil listrik seperti Wuling Air EV bisa melaju 10-11 Km cuma dengan 1 kWH. Bandingkan dengan harga bensin Pertalite Rp 10 ribu/liter. Kalau pakai mobil seperti Mitsubishi Xpander misalnya, 1 liter cuma bisa melaju 10-11 Km dalam kondisi lalu lintas padat di perkotaan. Keuntungan mobil listrik lainnya adalah biaya perawatan yang lebih murah dibanding mobil bensin konvensional. Battery Electric Vehicle (BEV) komponennya tidak banyak, alhasil tidak perlu ganti oli mesin, oli transmisi, hingga busi. Selain itu penurunan konsumsi BBM dapat memperbaiki tingkat kualitas udara, berdasarkan total emisi CO2 yang dikeluarkan, terdapat 3 komponen yang paling berpengaruh terhadap tingginya emisi, yaitu sektor kelistrikan (42%), transportasi (23%), dan perumahan.
Sementara itu, tantangan yang harus dihadapi, yaitu:
- Pengembangan teknologi masa depan sangat membutuhkan investasi. Oleh karena itu perlindungan hukum wajib diatur secara adil, rasional, serta melindungi kepentingan hukum konsumen (publik) dan investor, tren teknologi masa depan adalah berkurangnya keterlibatan perusahaan besar. Perusahaan kecil dan individual dapat menjadi investor baik skala lokal maupun nasional dengan perlindungan hukum yang maksimal.
- Mobil listrik membutuhkan investasi yang sangat besar, seperti yang dilakukan oleh Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Di antara tahun 2001 dan 2016, pemerintah pusat RRT telah mengeluarkan lebih dari USD 7.5 miliar untuk insentif investasi, pengembangan teknologi baterai mobil listrik, dan subsidi kendaraan bertenaga listrik. Dengan investasi yang besar dan berbagai regulasi yang tepat, pasar kendaraan listrik RRT berkembang dengan cepat. RRT telah berhasil mencapai skala ekonomis dengan memproduksi baterai mobil listrik dengan harga di bawah USD100/kWh, lebih murah dari harga rata-rata dunia sebesar USD137/kWh pada 2020. Membeli mobil listrik harus menyiapkan pasokan listrik rumahan yang melimpah. Instalasi charger Ioniq butuh daya setidaknya 7.700 watt.
- Di dalam pengembangan industri mobil listrik harus diikuti dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Saat ini baru terbangun 38 unit SPKLU yang tersebar di Kota Jakarta, Bandung, Tangerang, Semarang, Surabaya, dan Bali.
Pengolahan Limbah Baterai Mobil Listrik
Mobil listrik pada saat ini menjadi pembicaraan banyak orang dan sangat populer.
Hal ini dikarenakan mobil listrik mempunyai beberapa keuntungan seperti efisiensi yang tinggi, tingkat pencemaran lingkungan yang rendah, tingkat kebisingan yang rendah, energinya tersedia dari berbagai sumber energi alternatif, mudah perawatannya, dan regeneratif.
Mobil listrik lebih hemat energi dibandingkan dengan mobil berbahan bakar fosil konvensional. Untuk menjalankan mobil listrik diperlukan komponen utamanya yaitu baterai. .
Jenis baterai mobil listrik sendiri tergantung pada sistem mobil, diantaranya:
- Lithium-ion (Li-ion). Jenis baterai mobil listrik yang paling banyak dipakai adalah baterai lithium-ion. Baterai ini memiliki tingkat “self-discharge” yang rendah, sehingga lebih baik daripada baterai lainnya dalam mempertahankan kemampuannya untuk menahan muatan penuh.
- Nickel-metal hydride (NiMH). Perbedaan paling jelas antara baterai Li-ion dan NiMH adalah bahan yang digunakan untuk menyimpan dayanya. Baterai lithium-ion terbuat dari karbon dan lithium yang sangat reaktif yang dapat menyimpan banyak energi. Sementara itu, baterai NiMH menggunakan hidrogen untuk menyimpan energi, dengan nikel dan logam lain (seperti titanium) menjaga tutup ion hidrogen. Kelebihan utama baterai Ni-MH memiliki siklus hidup atau usia pakai yang lebih lama daripada baterai lithium-ion. Selain itu, baterai Ni-MH juga relatif lebih mudah didaur ulang karena hanya mengandung sedikit bahan yang beracun terhadap lingkungan. Baterai NiMH harganya relatif lebih mahal, tingkat self-discharge yang tinggi, dan menghasilkan panas signifikan.
- Lead-acid Baterai SLA (lead-acid). Lead-acid Baterai SLA (lead-acid) adalah baterai isi ulang tertua. Dibandingkan dengan baterai lithium dan NiMH, baterai ini memang tidak punya kapasitas yang bersaing dan jauh lebih berat, tetapi harganya relatif murah dan aman. Saat ini ada baterai mobil listrik SLA berkapasitas besar yang sedang dikembangkan, tetapi sekarang baterai SLA hanya digunakan oleh kendaraan komersial sebagai sistem penyimpanan sekunder.
- Solid-state Baterai solid-state, menghilangkan elektrolit cair berat yang hidup di dalam baterai lithium-ion. Penggantinya adalah elektrolit padat yang bisa berupa gelas, keramik, atau bahan lainnya. Struktur keseluruhan baterai solid-state sangat mirip dengan baterai lithium-ion tradisional, tetapi tanpa cairan baterai bisa jauh lebih padat.
- Nickel-cadmium Akumulator “Ni-Cd” Baterai ini memiliki bobot yang cukup berat serta sangat rentan terhadap efek memori, sebuah fenomena fisik berupa penurunan kinerja baterai jika mengalami siklus “pengosongan” sebagian. Digunakan untuk produksi kendaraan listrik di tahun 90-an, baterai Ni-Cd sekarang dilarang karena toksisitas kadmium.
- Ultracapacitor. Baterai ultracapacitor berbeda dengan baterai elektrokimia lainnya karena baterai mobil listrik jenis ini menyimpan cairan terpolarisasi antara elektroda dan elektrolit. Dengan meningkatnya luas permukaan cairan, kapasitas penyimpanan energi juga meningkat. Seperti baterai SLA, baterai ultracapacitor sangat cocok sebagai perangkat penyimpanan sekunder pada kendaraan listrik karena membantu baterai elektrokimia meningkatkan tingkat bebannya. Selain itu, ultracapacitor juga dapat memberikan tenaga ekstra untuk kendaraan listrik selama akselerasi dan pengereman regeneratif.
Pemerintah sudah mengeluarkan dua aturan mengenai konversi sepeda motor dan mobil dari bahan bakar bensin jadi listrik. Membolehkan konversi artinya mobil dan motor bakal menggunakan baterai di luar pabrikan resmi.
Aturan untuk motor konversi tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan No PM 65 Tahun 2020 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai.
Sementara itu, mobil konversi di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 15 Tahun 2022 tentang Konversi Kendaraan Bermotor Selain Sepeda Motor dengan penggerak Motor Bakar menjadi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Baterai yang akan dibahas dalam hal ini adalah jenis Lithium-ion (Li-ion) karena paling banyak digunakan dalam penggunaan mobil listrik.
Baterai Lithium adalah baterai yang menggunakan bahan lithium sebagai bahan elektroda di mana terjadi proses reaksi antara anoda dan katoda.
Baterai litium memiliki dampak langsung bagi lingkungan apabila dibuang secara tidak bertanggung jawab. Baterai jenis ini mengandung berbagai kandungan logam seperti kobalt (Co), tembaga (Cu), nikel (Ni), dan timbal (Pb) yang berisiko mencemari lingkungan sekitar tempat pembuangan.
Baterai jenis ini juga terkenal rawan terbakar dan meledak sehingga berpotensi menimbulkan masalah jika dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Putusan Resource Conversation dan Recovery Act (RCRA) tahun 1976 mewajibkan adanya manajemen limbah baterai lithium.
Produsen wajib menciptakan manajemen limbah sehingga konsumen bisa mengembalikan limbah baterai kepada produsen, kemudian merekalah yang bertanggung jawab mengelolanya secara aman.
Baterai lithium – sulfur dioksida (Li/SO2) memiliki karakteristik aktivitas yang berbahaya.
Penanganan limbah baterai lithium harus memenuhi standar manajemen limbah. Berdasarkan aturan tersebut, limbah baterai lithium tidak boleh dibuang ke tanah sebelum dinetralkan.
Kemudian memerhatikan pengawasannya memerhatikan ketentuan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Lithium.
Penanganan limbah baterai dari KBL Berbasis Baterai wajib dilakukan dengan daur ulang dan/ atau pengelolaan. Penanganan limbah dilaksanakan oleh lembaga, industri KBL Berbasis Baterai, dan/atau industri komponen KBL Berbasis Baterai dalam negeri yang memiliki izin pengelolaan limbah baterai dari KBL Berbasis Baterai yang berizin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan limbah.
Salah satu peraturan terkait pengelolaan tersebut dapat terlihat pada Peraturan Pemerintah No. 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan peraturan turunannya.
Tanpa langkah pengolahan yang memadai, maka baterai-baterai bekas kendaraan listrik bisa saja dijual ke luar negeri atau terbuang percuma. Membuang baterai bekas tidak hanya menyia-nyiakan kandungan berharga di dalamnya, tetapi juga mencemari lingkungan dengan berbagai zat berbahaya.
Daur Ulang Baterai Lithium adalah proses pengolahan baterai lithium dengan proses melebur dan mereduksi bahan baterai untuk memperoleh logam (pyrometalurgy), proses menggunakan larutan bahan kimia untuk memisahkan kandungan senyawa dari limbah baterai (hydrometalurgy), proses bioteknologi yang melibatkan interaksi antara mikroorganisme dengan logam (biometalurgy) atau proses kegiatan lainnya sehingga dihasilkan produk yang memiliki nilai ekonomi.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan Daur Ulang Baterai Lithium dalam memenuhi ketentuan Baku Mutu Emisi berkewajiban melakukan:
- pemantauan Emisi;
- pengelolaan data dan informasi pemantauan Emisi;
- pengelolaan Emisi Fugitif;
- pengelolaan sarana bagi cerobong Emisi yang dilengkapi dengan fasilitas lift; dan
- penanggulangan Keadaan Darurat Pencemaran Udara.
Di dalam peta jalan percepatan kendaraan listrik yang telah disusun pemerintah, daur ulang limbah baterai akan dikerjakan oleh PT Nasional Hijau Lestari (NHL) untuk mendaur ulang baterai sebagai tindak lanjut pembentukan Indonesia Battery Corporation (IBC).
Limbah Lithium Ion Battery (LIB) perlu ditangani dengan tepat karena untuk mengurangi risiko kontaminasi, keamanan, dan toksisitas dari material logam berat mengurangi jejak karbon dari manufaktur baterai kendaraan listrik, menekan harga kendaraan listrik ,mengurangi ketergantungan pada ekstraksi dan penambangan mineral mengurangi ketergantungan impor terhadap material bahan baku baterai, membangun ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja.
Proses daur ulang baterai pada dasarnya mengambil kembali logam berharga yang berada di katoda, terutama Co (Cobalt).
Selain kobalt, terdapat logam lain yang dapat dikumpulkan seperti aluminium, mangan dan lithium. Alur daur ulang terdiri atas:
- Pembongkaran, Memisahkan modul dari battery pack dan komponen lainnya
- Pencacahan, Menghancurkan modul atau sel baterai menjadi kepingan dan partikel berukuran lebih kecil
- Pemisahan, Komponen Memisahkan berdasarkan sifat fisik (seperti daya tarik magnet), sehingga diperoleh logam, plastik, katode, dan anoda
- Relithiation, Melakukan penambahan lithium untuk mengembalikan komposisi dalam katode.
Daur ulang limbah baterai lithium dapat dilihat contoh dari negara Swiss yang telah mendaur ulang 68% dari total 120 juta produk baterai lithium, melalui sejumlah peraturan.
Pemerintah Swiss mewajibkan pengembalian baterai bekas ke penjual atau ke tempat pengumpulan.
Penjual pun wajib menerima baterai yang dikembalikan tersebut.
Di dalam Peraturan tentang Pengurangan Risiko Terkait dengan Penggunaan Zat Berbahaya Tertentu, Swiss mengatur kebijakan bagi konsumen untuk mengembalikan baterai ke produsen, penjual, atau fasilitas pengumpul baterai yang disediakan.
Khusus baterai otomotif dimungkinkan untuk dikembalikan ke perusahaan yang bergerak khusus di bidang pengumpulan baterai.
Ada juga kebijakan lainnya yang mengatur kewajiban bagi penjual baterai untuk menerima baterai yang dikembalikan konsumen. Guna mendanai serangkaian proses tersebut, pemerintah Swiss menerapkan sejenis cukai yang dibayarkan bersamaan dengan pembelian baterai.
Sampai dengan saat ini proses penyusunan regulasi nasional untuk melengkapi keamanan menggunakan mobil listrik masih terus disusun oleh pemerintah dan memerhatikan peluang dan tantangan yang ada.
KESIMPULAN
Kendaraan listrik adalah salah satu harapan bagi dunia untuk mengendalikan dampak perubahan iklim. Indonesia berkewajiban untuk berperan aktif dalam upaya tersebut sebagai negara yang berkomitmen dalam Paris Agreement.
Indonesia berkewajiban untuk berperan aktif dalam upaya tersebut sebagai negara yang berkomitmen dalam Paris Agreement.
Rekomendasi yang dapat disampaikan guna mencapai target penurunan emisi berupa:
- Pemerintah perlu mengundang investor yang dapat mengolah limbah baterai menjadi kembali bahan baku dan mengamankan regulasi untuk mengakomodir semua dinamika yang ada secara sah.
- Perlu adanya kebijakan fiskal agar mobil listrik bisa menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat.
- Jika memungkinkan pemerintah bisa memberikan stimulus bagi masyarakat yang akan membeli mobil listrik sehingga semakin menarik untuk menggunakan mobil listrik.
- Pemerintah perlu memberikan tambahan pembebasan pajak yaitu PPN, PPh, dan bea impor
- Pemerintah perlu memberikan insentif finansial kepada pengembang SPKLU dan mempermudah proses perizinan
- Pemerintah perlu lebih banyak melakukan kampanye dan sosialisasi terkait peraturan dan manfaat kendaraan listrik
- Pemerintah daerah perlu menetapkan lebih banyak insentif non-fiskal dan insentif finansial
- Perlu adanya pabrik daur ulang baterai di Indonesia untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari baterai bekas.
- Peninjauan kembali terhadap Implementasi roadmap baterai dan mobil listrik Perbaikan dan Penyesuaian
- Pemerintah dan Industri perlu menargetkan produksi, penjualan dan pembelian mobil listrik
- Melakukan percepatan industry baterai, dan material lain yang mendukung perkembangan mobil listrik
- Melakukan penyesuaian harga, sebagai daya tarik masyarakat untuk transisi transportasi dari Mobil Konvensional ke mobil berbahan bakar listrik
- Rasio perkembangan produksi mobil listrik dan SPKLU harus sejalan, dan diharapkan dapat mencapai target.
- peningkatan edukasi bagi konsumen masyarakat sangat penting untuk diatur karena teknologi baru mobil listrik akan membutuhkan adaptasi dan kebiasaan baru oleh semua perangkat pemerintah yang dapat dilakukan dengan promosi dan kampanye yang intensif.
Referensi:
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, dan Verifikasi 2020, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2020), hlm 41.
Outlook Energi Indonesia 2021, Perspektif Teknologi Energi Indonesia: Tenaga Surya untuk Penyediaan Energi Charging Station
Yosepha Pusparisa, “Rapor Indonesia Menahan Laju Perubahan Iklim”, https://katadata.co.id/ arsip/analisisdata/602de2e0ee7f6/rapor-indonesia-menahan-laju-perubahan-iklim
Erika Farkas Csamangó, The Legal Environment of Electromobility in Hungary. (Journal of Agricultural and Environmental Law, 2020), hlm 182.
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 43).
Cakrawati Sudjoko, Strategi Pemanfaatan Kendaraan Listrik Berkelanjutan Sebagai Solusi Untuk Mengurangi Emisi Karbon Jurnal Paradigma: Jurnal Multidisipliner Mahasiswa Pascasarjana Indonesia, Vol. 2 No 2 (2021) pp. 54-68
https://katadata.co.id/jeany/analisisdata/619b5c2f1f4ec/masa-depan-mobil-listrik-indonesia
David Coffin dan Jeff Horowitz, “The Supply Chain for Electric Vehicle Batteries”, United States International Trade Commision, Journal of International Commerce and Economics, (2018), hlm. 4.
https://katadata.co.id/jeany/analisisdata/619b5c2f1f4ec/masa-depan-mobil-listrik-Fox-Davies. (2013). The lithium market. Tersedia di: http://www.global- strategicmetalsnl.com/ _content/document/405.pdf
https://www.cnbcindonesia.com/news/20221011092730-4-378710/bukan-malah-turun-harga-bbm-pertalite-berpotensi-naik-lagi
Adrian J. Bradbrook, “Creating Law For Next Generation Energy Technologies”, Journal of Energy and Environmental Law, (Winter 2011), hlm. 19.
https://indef.or.id/update/detail/diskusi-publik-pengembangan-mobil-listrik-berbasis-baterai-electric-vehicle-ev-di-indonesia
https://katadata.co.id/rezzaaji/indepth/626bfab025a70/mobil-listrik-g20-dan-mimpi-besar-transisi-energi-indonesia
Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis Vol. XIII, No.6/II/Puslit/Maret/2021, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,
Mambak & Bambang. (2017). Forecasting Lead Acid Battery Capacity in Electric Cars Based on Levenberg Marquardt Neural Network. Scientific Technology 2017 scale, 2: 112-117.
https://nissan.co.id/new-press/artikel/6-jenis-baterai-mobil-listrik-dan-karakteristiknya/
https://otomotif.kompas.com/read/2022/10/01/120100715/pemerintah-mulai-godok-aturan-limbah-baterai-konversi-kendaraan-listrik
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44254/4/isi.pdf
https://iesr.or.id/wp-content/uploads/2021/07/Meninjau-Limbah-Baterai-Kendaraan-Listrik-dan-Pegelolaannya.pdf
https://theconversation.com/dua-cara-pemerintah-bisa-kelola-limbah-baterai-kendaraan-listrik-155715