Akhir-akhir ini Virus Corona menjadi perbincangan banyak orang dan media karena sudah menyebar di berbagai negara serta menelan banyak sekali korban.
Korban dari virus ini ternyata bukan hanya manusia saja, tapi pertumbuhan ekonomi di negara terdampak juga.
Ekonomi di Tiongkok yang merupakan negara manufaktur terbesar di dunia ini mengalami penurunan drastis.
Selama bulan Februari, Tiongkok menghadapi pertumbuhan perekonomian paling rendah sejak tahun 2005 sejalan dengan upaya pemerintah untuk menangani penyebaran virus.
Menurut data dari Kantor Statistik Nasional Tiongkok atau ONE, tolok ukur Purchasing Managers Index (PMI) dari bagian manufaktur jatuh 14,3 poin menjadi 35,7 setelah sebelumnya mendekati angka 50 poin di bulan Januari tahun 2020.
Angka ini menjadi yang paling rendah, bahkan lebih rendah daripada yang terjadi pada November 2008 saat dunia terserang krisis finansial global.
Penurunan ekonomi ini salah satu penyebabnya adalah karena banyak pabrik-pabrik tidak beroperasi.
Banyak karyawan yang tidak bekerja karena di antara mereka ada yang harus dikarantina dan ini merupakan sebuah upaya pencegahan virus.
Ternyata, meskipun Virus Corona ini berdampak negatif untuk manusia tapi dia mempunyai dampak positif untuk kualitas udara.
Citra satelit Badan Penerbangan Antariksa Amerika Serikat NASA (National Aeronautics and Space Administration) memaparan penurunan drastis tingkat polusi udara di Tiongkok.
Salah satu penyebabnya adalah karena banyak pabrik-pabrik kendaraan bermotor yang tidak beroperasi.
Seorang ilmuwan dari NASA mengungkapkan, penurunan polusi udara ini pada awalnya paling terlihat di Kota Wuhan.
[read more]
“Ini adalah pertama kalinya saya melihat sebuah penurunan sangat dramatis di wilayah sebesar itu untuk waktu tertentu.” ucap Fei Liu yang merupakan seorang peneliti kualitas udara di Goddard Space Flight Center NASA.
Biasanya, polusi udara akan turun sekitar Tahun Baru Imlek karena banyak bisnis atau toko yang tutup.
Meskipun demikian, para peneliti memercayai bahwa sebuah penurunan ini akan lebih dari sekadar akibat liburan atau dampak yang berkaitan dengan cuaca.
Editor:
Mega Dinda Larasati
[/read]